Temperamen Ignatian (SJ)

Temperamen Ignatian dicirikan oleh suatu penekanan pada memercayai indra-indra konkrit melebihi intuisi dan memercayai pertimbangan lebih dari persepsi. Ignatius dari Loyola, yang namanya dipakai untuk tipe ini, adalah seorang serdadu Spanyol dan bangsawan yang terluka dalam peperangan. Sepanjang berbulan-bulan masa pemulihan ia mengalami visi-visi spiritual dan mengembangkan Latihan Spiritual (Spiritual Exercises), yaitu serangkaian disiplin pertarakan dan latihan kontemplasi yang menjadi sangat berpengaruh dalam pembentukan ordo Jesuit. Ignatius adalah seorang serdadu Kristus yang setia dan berani.
Humor melankolis dalam teori Hippocrates sepadan dengan temperamen Ignatian. Orang dengan temperamen Ignatian lebih mengutamakan keteraturan dan fakta-fakta kuat. Mereka bersifat praktis dan
teramalkan dan tidak lapar pada bentuk-bentuk spiritualitas yang spontan atau emosional. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak emosional; mereka cukup punya gairah tentang apa yang mereka percayai.
Mereka lebih mengutamakan tradisi dan mengandalkan apa yang telah teruji dan benar daripada mode terbaru.
Temperamen Ignatian ini merupakan tulang punggung dari gereja. Sementara yang lain lapar akan spontanitas dan perubahan, temperamen Ignatian memelihara gereja melalui pergantian berbagai mode dan musim.
Para penjaga gereja ini akan membela kebenaran dan setia bekerja di balik layar. Jika mereka melihat suatu masalah, mereka ingin membereskannya. Jika mereka melihat musuh, mereka ingin menaklukkannya.
Padanan dosa Ignatian ialah kekakuan dan pemberhalaan. Ketika tradisi dihargai lebih daripada kebenaran, spiritualitas dapat menjadi kering dari hidup. Kecenderungan Ignatian untuk lebih menyukai yang nyata dan
stabil dapat berdampak menghambat bagi temperamen-temperamen lainnya.
Sebagian Ignatian suatu hari mungkin akan menyadari bahwa iman mereka telah menjadi suatu sistem peraturan dan larangan daripada suatu relasi yang hidup dengan Allah.
Jika sebagaimana anggapan Oswald Chambers, akar-akar dosa terletak dalam kecurigaan bahwa Allah tidak baik, maka akar dosa untuk temperamen Ignatian adalah keraguan akan anugerah dan sifat tak terduga dari Allah. Temperamen Ignatian terganggu oleh Allah yang membayar upah yang sama kepada pekerja yang bekerja di petang hari sama banyak seperti upah untuk yang mulai bekerja sejak pagi (Mat. 20:1-16). Yunus memperlihatkan keraguan yang sama ketika ia menolak untuk pergi melayankan anugerah Allah kepada orang Niniwe. Temperamen Ignatian memiliki kesulitan memercayai Allah yang terlalu mudah bergeser, yang melanggar peraturan-peraturan-Nya sendiri dan yang bekerja di luar aturan yang telah ditetapkan.
Dosa ciri diri temperamen Ignatian jelas adalah meragukan kebaikan Allah, dalam hal bahwa sasaran akhir-Nya untuk membawa sebanyak mungkin orang agar segaris dengan kehendak-Nya seolah dicegat oleh anugerah-Nya.
Obat penawar dosa ciri diri temperamen Ignatian ini adalah berbagai bentuk penyerahan diri.
Ignatius adalah seorang serdadu. Pasrah tidak pernah datang secara alami untuknya. Kelemahan tubuhnya menuntut dia untuk berserah ke tempat tidur. Ia harus meninggalkan perang di Spanyol dan masuk ke dalam perang rohani. Latihan Spiritualnya, meski memuaskan kebutuhan sifat keprajuritannya untuk disiplin, juga memuaskan kebutuhan rohnya untuk berserah kepada sentuhan transformasi dari Allah.
Mereka yang lapar berlebihan untuk kendali, tradisi dan keteraturan perlu mencari obat penawar penyerahan diri ini. Latihan Spiritual Ignatius dapat menjadi pembimbing yang menolong dalam proses ini. Ignatius mengajarkan para pengikutnya untuk membaca Alkitab, terutama Injil-injil, secara sangat aktif, dengan membayangkan diri mereka sebagai para pengamat langsung dalam kisah-kisah injil. Orang bisa menggambarkan dirinya di peristiwa yang dicatat dalam Injil Markus dan Lukas ketika Yesus menyembuhkan orang yang lumpuh yang diulur dengan
tambang oleh para sahabatnya melalui lubang di atap rumah. Dalam latihan itu orang bisa membayangkan dirinya sebagai salah seorang di antara orang banyak yang menyaksikan peristiwa itu. Ketika terlibat penuh dalam pembayangan itu, orang bisa membayangkan apa yang Yesus mungkin katakan dan lakukan. Lalu orang bisa membayangkan bicara kepada Yesus. Apa yang akan Anda katakan satu kepada yang lain? Bagaimana rasanya bisa bicara dengan Yesus?
Kekuatan rohani Ignatian adalah stabilitas dan kekuatan mereka dalam iman. Dari para Fransiskan (yang akan kita diskusikan berikut ini) Ignatius perlu belajar keterbukaan lebih besar untuk perubahan dan pengalaman baru. Dari temperamen Agustinian dan Tomistik Ignatian perlu belajar mempercayai pencarian intuitif untuk apa yang benar lebih dari penekanan pada apa yang selalu ada.
TEMPERAMEN FRANSISKAN (SP)
Temperamen Fransiskan, padanan dari tipe sanguin-nya Hippocrates, dicirikan oleh pementingan indra melebihi intuisi. Dalam hal ini ia menyamai temperamen Ignatian. Tetapi beda dari Ignatian, Fransiskan mengutamakan persepsi daripada pertimbangan. Santo Fransis dari Assisi, yang namanya dipakai untuk jenis temperamen ini, melihat hubungannya dengan Allah sebagai romans yang penuh gairah. Ia menyebut dirinya kekasih Roh Kudus. Ia lapar akan pengalaman hadirat Allah. Seperti Santo Fransis orang seperti itu harus mendengarkan panggilan
Allah dan membuang segala sesuatu demi panggilan tersebut.
Tipe Fransiskan hidup dalam waktu nyata. Sementara Ignatian meragukan persepsi dan lebih mengutamakan peraturan-peraturan keras dan ketat yang tidak memerlukan penafsiran dalam waktu nyata, Fransiskan takut
bahwa vitalitas kesempatan waktu nyata akan hilang. Orang dengan temperamen spiritual seperti ini mencintai ibadah spontan dan lapar akan gerakan Roh Kudus. Temperamen ini memercayai pengalaman lebih dari tradisi dan memercayai perasaan lebih dari doktrin. Untuk Fransiskan tradisi menjadi penghambat sebab struktur kaku tidak  memberi kesempatan untuk Allah melakukan perkara baru.
Dosa ciri diri temperamen Fransiskan adalah menjadi terlalu mudah terbawa oleh gairah dan pengalaman. Dengan mengikuti setiap gairah baru, mereka bisa jadi terlalu siap membuang jalan-jalan lama dan tersesat. Dalam mengutamakan persepsi melebihi aturan yang telah mantap, Fransiskan bisa jadi membuang struktur stabil yang telah memungkinkan terciptanya pengalaman sensual di awalnya. Dalam menyambut yang baru mereka bisa jadi menyingkirkan mereka yang merasa lebih nyaman dengan yang lama. Mereka yang bertemperamen ini akan juga lapar untuk tindakan melebihi kontemplasi. Santo Fransis mengembangkan
suatu kehidupan doa kontemplatif, tetapi ia paling dikenal karena tindakan-tindakannya, terutama terhadap keadilan sosial. Fransiskan menyukai pelayanan melebihi doa. Ketika doa diusahakan sifatnya adalah
doa yang bergairah, dengan pembicaraan yang melompat-lompat, penuh dengan gambaran dan perkataan.
Akar dosa untuk temperamen Fransiskan bersumber dari kecurigaan bahwa Allah tidak dapat baik adanya jika Ia terkesan berada jauh. Fransiskan lapar akan ibadah yang bergairah; mereka takut akan saat-saat kekeringan rohani. Empati mereka kepada orang lain membuat susah untuk mereka percaya akan Allah yang menghukum beberapa ke maut dan memilih sebagian lainnya untuk menjadi umat-Nya sambil menolak sebagian orang
lain lagi. Fransiskan menyambut Allah yang mengasihi dan beranugerah, tetapi mereka curiga tentang murka dan hukuman Allah. Mereka memiliki kesulitan dengan Allah yang mendisiplin atau yang dalam pengalaman
tidak datang sedekat yang mereka inginkan.
Mereka yang memiliki temperamen Fransiskan memiliki kesulitan mentoleransi dan menghargai waktu-waktu ketika Allah diam. Bahkan jika mereka mempraktikkan diam dan hening seperti sering dilakukan oleh Santo Fransis, mereka akan dipenuhi oleh perkataan dan gambaran batin.
Mereka bisa juga cenderung ke kerakusan sensual, lapar untuk pengalaman spiritual pada segala waktu. Sementara mereka merindukan pengalaman spiritual, mereka memiliki kecenderungan menyukai jenis-jenis pengalaman tertentu. Kecondongan ini mendorong terjadinya individualisme religius, sebab pada hakikatnya pengalaman bersifat privat.
Obat penawar bagi dosa ciri diri temperamen Fransiskan datang dalam bentuk disiplin. Karena Fransiskan enggan pengotakan, mereka kehilangan struktur-struktur yang dapat diberikan oleh pengotakan. Ketakutan yang dialami oleh temperamen Fransiskan pada umumnya adalah takut akan kesamaan. Seperti semua dosa, ia mengandung goresan kesombongan. Pengalaman yang sama tiap hari, khususnya jika itu adalah pengalaman sama yang semua orang lain terima, mulai terasa datar.
Untuk temperamen Fransiskan, tunduk kepada rutin dan ritual adalah suatu obat penawar untuk kelaparan akan kebaruan. Fransiskan  mendapatkan manfaat dari berlatih berdiam diri, berdoa yang mendengarkan yang berusaha mendiamkan hati dan duduk mendengarkan dalam hadirat Yesus. Melalui disiplin-disiplin spiritual yang
konsisten, terutama mencari keheningan eksternal dan internal, Fransiskan dapat belajar menghargai sifat Allah yang tetap dan tidak berubah. Sumur rohani mereka dapat digali lebih dalam sehingga mereka tidak terlalu digelisahkan oleh masa-masa kekeringan rohani. Mereka juga bisa mengembangkan penghormatan dan penghargaan pada rekan Ignatian mereka yang stabil yang biasanya mengesalkan mereka. Dari temperamen Agustinian dan Tomistik, Fransiskan dapat belajar mengevaluasi kebenaran dan keandalan dari apa yang indra mereka katakan.
TEMPERAMEN AGUSTINIAN (NF)
Temperamen Agustinian dicirikan oleh pengandalan intuisi melebihi fakta dan pengandalan perasaan melampaui pemahaman. Bila Ignatian melihat ke tradisi dan Fransiskan melihat ke pengalaman, Agustinian memercayai intuisi mereka. Mereka menghargai masa lalu, tetapi mereka  mencari pelajaran yang masa lalu ajarkan untuk masa kini, daripada mengandaikan bahwa tradisi masa lalu harus dipelihara. Mereka menghargai pengalaman mereka sendiri dan orang lain tetapi secara intuitif mengerti keterbatasan logika dan indra konkrit.
Seperti Santo Fransis, Agustinus dari Hippo adalah seorang yang penuh gairah, masa kehidupan awalnya sebagian besar dikuasai oleh gairah-gairah sensual yang kemudian hari ia jauhi. Kontribusi utamanya untuk gereja datang dari hasratnya untuk kehidupan akal budi. Tulisan-tulisannya mempengaruhi pembagian antara gereja Roma dan
gereja-gereja Timur, yang memimpin ke penghukuman atas para bidat teoogis yang paling berpengaruh zaman itu dan menyediakan fondasi bagi Reformasi Protestan. Agustinus sangat memperhatikan karakter dan
integritas. Ia adalah seorang psikolog zaman kuno dalam hal ia mempelajari cara kerja hati dan kasih yang liar yang membawa kepada dosa dan jauh dari Allah.
Agustinian – koleris dalam tipologi Hippocrates – mencari arti dalam rahasia penyataan Allah. Temperamen ini menyukai simbol, metafora dan paradoks. Mereka akan lebih kecewa ketika kebenaran kedapatan sederhana daripada ketika kebenaran terlalu kompleks untuk ditangkap. Agustinian mengasihi dunia ide dan juga suka untuk berbagi dunia ide dengan orang lain. Mereka berkembang pada diskusi dan jawaban yang ramah.
Temperamen Agustinian ditandai oleh visi, impian dan petualangan. Orang dengan temperamen ini suka menganjurkan perubahan dan kreativitas. Keputusan didasari atas nilai dan prinsip daripada atas peraturan atau tradisi. Agustinian lapar akan keheningan dan kesendirian untuk mencari secara batiniah akan arti.
Dosa ciri diri dari temperamen Agustinian terjadi ketika kekuatannya dibawa ke ekstrim. Orang-orang dengan temperamen ini dapat memakai kepekaan intuitif mereka untuk memanipulasi orang lain. Karena mereka
yang bertemperamen ini mengandalkan intuisi, mereka dapat berdosa dengan membuat alasan bahwa peraturan lama terlalu membatasi dan tidak berlaku dalam kasus khusus ini. Santo Agustinus sendiri lebih memperlihatkan dosa-dosa temperamen ini di awal kehidupannya dibanding sesudah masa dewasanya yang kemudian.
Agustinian dapat meninggikan pertimbangan mereka sendiri melebihi pertimbangan lain dulu dan kini dan bergerak ke relativisme moral. Mereka dapat menjadi bangga yang tidak tepat dalam kemampuan mereka
melihat lapis-lapis arti. Agustinian dapat hidup sedemikian penuh dalam sebuah dunia idealisme masa depan sampai mereka terpisah dari orang di sekitar mereka. Mereka optimistik tetapi tidak pernah puas, selalu lapar akan wilayah pertumbuhan spiritual pribadi yang baru.
Kecurigaan Agustinian tentang kebaikan Allah berasal dari ideal-ideal abstrak mereka dan dari pengandalan akan intuisi mereka sendiri lebih dari pada otoritas orang lain. Seorang Agustinian bisa bicara dengan fasih tentang Allah yang datang kepada kita dalam Yesus dan memberikan kita Roh Kudus sebagai penghibur kita, tetapi ide-ide mulia pernyataan tersebut tidak pernah memuaskan kelaparan mereka untuk merasakan kehangatan pelukan Allah. Seorang  dengan temperamen Agustinian bisa iri pada mereka yang menerima pengalaman dahsyat hadirat Roh dan bisa dicobai untuk membuat tiruan dari pengalaman sedemikian. Pada saat sama, orang dengan temperamen ini tidak akan memiliki dorongan Fransiskan untuk pengalaman gairah dan boleh jadi merasa sama banyak hasrat dan ketakutan untuk pengalaman seperti itu.
Mereka dengan temperamen Agustinian perlu keterikatan lebih besar. Mereka perlu dunia sensual di sekitar mereka untuk membawa mereka balik ke realitas. Mereka perlu fokus pada orang lain untuk menarik
mereka keluar dari dunia batin mereka sendiri. Dari para Tomis yang akan kita lihat sesudah ini, Agustinian perlu belajar bagaimana memikirkan kebenaran atau kesalahan dari apa yang intuisi mereka katakan.
Obat penawar untuk dosa-dosa temperamen Agustinian ialah kerendahhatian dalam arti akar katanya humus, yang berarti “tanah.” Agustinian perlu lebih merendah, kurang bermegah dan lebih membumi. Semangat kewirausahaan Agustinian harus diimbangi dengan fokus praktis dari Ignatian atau fokus kini-dan-di sini dari Fransiskan atau fokus benar-atau-salah dari Tomis. Pengalaman-pengalaman ibadah bersama lebih bermanfaat daripada bentuk-bentuk doa kontemplatif untuk meluaskan orang Agustinian. Doa dalam kelompok akan lebih menolong orang bertemperamen ini bergerak melampaui dunia abstrak dan memasuki realitas-realitas praktis kebutuhan orang lain.
(Michael Mangis, Dosa Ciri Diri, psl. 5.2_

Be the first to comment

Leave a Reply