Temperamen dan Dosa

KAPAN PUN UMAT MANUSIA BERUSAHA UNTUK menyuling pengalaman kita dengan Allah menjadi sesuatu yang dapat diatur, kita terkutuk untuk gagal. Diperlukan dua perjanjian yaitu Perjanjian Lama tentang hukum taurat dan Perjanjian Baru tentang anugerah, untuk menampung Firman Allah bagi kita. Perlu empat Injil untuk mengkomunikasikan pesan dari kehidupan Kristus melalui empat mata dan kepribadian penulis yang berbeda. Allah esa adanya namun berada dalam tritunggal yang kudus. Yesus menyatakan diri-Nya Tuhan atas semua keluarga, suku, ras dan bangsa, atas orang Yahudi dan orang kafir. Apakah mengherankan bahwa para penyandang gambar Allah terdiri dari segala macam orang dari warna kulit, bentuk, ukuran dan temperamen yang dapat dibayangkan?
Allah bukan sekadar mentoleransi keragaman dalam hidup manusia. Allah senang akan hal itu. Paulus memaparkan gereja sebagai suatu tubuh, yang bersatu namun terdiri dari bagian-bagian yang berbeda dan unik (1Kor. 12:12-26). Roh Kudus mengaruniakan kepada orang-orang beriman karunia-karunia rohani yang berbeda, yang semuanya dibutuhkan dalam gereja (1Kor. 12:1-11, 27-31). Relasi Kristus dan gereja adalah seperti relasi suami dan istri yang dipersatukan dalam pernikahan menjadi satu daging (Ef. 5:22-33). Dalam tubuh Kristus kita
dipanggil untuk tidak saling menderita tetapi bersuka satu akan yang lain, tidak mentoleransi perbedaan satu dengan yang lain tetapi untuk menumbuhkan kebutuhan yang dalam dan tak tersangkali satu akan yang lain.
Pengalaman masing-masing orang tentang dunia unik adanya. Tidak ada sepasang orang yang sama, bahkan jika mereka lahir dengan temperamen yang serupa. Tidak ada sepasang anggota keluarga yang lahir ke dalam satu keluarga yang persis sama. Masing-masing anak menghadapi kombinasi anggota keluarga yang berbeda yang ada pada tahapan perkembangan diri mereka yang berbeda.
Sebagai seorang psikolog klinis saya menikmati kesempatan untuk menelusuri teka-teki menarik yang membentuk seorang manusia. Bagaimana pun seorang terlihat dan terdengar seperti suatu kategori manusia tertentu, saya selalu kagum mendapatkan berbagai kekhasan yang membedakan orang dari sesamanya. Saya bekerja dengan banyak orang yang berusaha menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak cocok untuk dimasukkan ke dalam kotak jatidiri yang disediakan untuk mereka. Boleh dikatakan bahwa setiap relasi adalah suatu perjumpaan lintas budaya.
Pada saat yang sama, saya selalu takjub tentang bagaimana begitu banyak kesamaan yang saya miliki dengan setiap orang yang saya temui. Beberapa tahun yang lalu saya bepergian ke pedalaman India. Saya berbicara dengan orang yang tampaknya memiliki hanya sedikit kesamaan dengan saya. Namun sementara kami berhubungan, kesamaan
kemanusiaan kami segera melebihi segala perbedaan kami.
Sebagai seorang Kristen saya percaya bahwa kemanusiaan kita secara universal mencerminkan imago Dei, yaitu gambar Allah. Inilah mengapa Anak Allah dapat mengalami penderitaan dan pencobaan dalam cara yang manusiawi secara universal. “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr. 4:15). Pada saat sama individualitas kita juga mencerminkan gambar Allah. Setiap anggota dibutuhkan untuk membuat tubuh Kristus menjadi lengkap.
MEDAN BATINIAH KITA
Sebagaimana ada faset-faset universal dan individual yang unik dari setiap manusia, juga ada pola-pola universal dan individual unik untuk tiap dosa manusia. Setiap orang bisa meragukan bahwa Allah baik adanya, tetapi kecurigaan saya tentang jalan-jalan Allah yang mungkin mengecewakan saya akan memperlihatkan diri dalam wilayah-wilayah kerentanan terbesar saya. Sementara kekuatan-kekuatan manusia bersifat universal, kerentanan-kerentanan kita membedakan siapa diri kita. Seperti noda dalam berlian, mereka menyingkapkan kepedihan individual kita.
Seperti suatu lanskap, suatu kehidupan memiliki kontur alaminya. Jalan-jalan dibuat di mana rute jalan paling mudah, bukan di tempat yang paling langsung. Jalan raya dan jalan biasa melingkar untuk alasan-alasan yang lama telah terlupakan. Rintangan lama telah lenyap, tetapi jalan tetap ada. Seperti itu juga pola-pola pemikiran dan perilaku kita berkelak-kelok mengikuti kontur karena alasan-alasan yang telah terlupakan.
Saya dibesarkan dalam suatu komunitas kulit putih di pinggiran kota dan dalam sebuah gereja konservatif. Ketika saya duduk bersama orang dari latarbelakang yang sama segera kami bisa saling bercerita. Kami berbagi kesamaan dalam cara berpikir, penilaian dan pengandaian tentang dunia. Alasan-alasan lain untuk medan karakter
kami tidak terlalu jelas. Pengalaman-pengalaman relasi sebelumnya memberi pengaruh besar pada kenyataan diri kami.
Banyak orang dalam pengalaman psikoterapi yang mengalami takut tentang pengungkapan emosi-emosi negatif seperti kemarahan atau ketidakpuasan dalam relasi mereka. Pola mereka yang menghindari perasaan-perasaan negatif jujur menyebabkan mereka mengalami masalah-masalah yang berulang. Mereka mencapai suatu titik dalam
relasi mereka dan tidak dapat maju lebih dalam. Ini merupakan suatu tema umum tetapi datang dalam variasi yang tak terbatas. Tidak ada orang yang memiliki alasan-alasan sama untuk mengalami ketakutan ini.
Seorang pria muda duduk untuk perjanjian psikoterapinya yang pertama dan sambil menangis menceritakan ayahnya yang bunuh diri ketika ia masih usia remaja. Sebelum bunuh diri ayah dan ibunya bercerai, dan ayahnya tenggelam ke dalam depresi yang makin lama makin dalam. Pasien saya menulis surat yang mengungkapkan kemarahan dan frustrasinya pada sikap ayahnya yang makin menjauh secara emosional. Segera sesudah si anak menulis surat yang jujur dan berani itu, ayahnya menggantung diri. Sejak itu, tanpa menyadari alasannya, si
anak menghindari segala konflik dan pengungkapan kemarahan. Sebaliknya ia mengizinkan kemarahan secara perlahan meracuni kepercayaan dan keintimannya dari dalam. Ia telah menyimpulkan bahwa jika ia
mengungkapkan emosi-emosi negatif, orang yang ia kasihi akan hancur dan menolak dia.
Seorang lain datang ke terapi dengan ketakutan sama untuk mengungkapkan emosi-emosi negatif. Ayahnya kelihatannya adalah seorang yang menarik yang cenderung meledak dalam kegusaran dalam suasana privat di rumah. Wanita ini harus menyimpan kebencian terhadap rahasia ayahnya atau ayahnya akan memukulinya. Meski ia tidak lagi di bawah kontrol ayahnya, ia masih menghindari semua pengungkapan kemarahannya.
Ia takut bahwa kemarahan akan tumbuh menjadi kegusaran dan bahwa ia akan menjadi seperti ayahnya yang sangat ia benci itu.
Jika Anda bertemu dengan kedua orang ini, Anda akan berkata bahwa mereka memiliki kepribadian yang sama. Keduanya cerdas dan menarik. Mereka telah menyalurkan kemarahan tersembunyi mereka ke dalam kecerdasan yang getir. Relasi-relasi mereka memiliki pola berulang yaitu mulai dengan baik dan tak lama kemudian mengalami
kehancuran di suatu titik keintiman. Mereka mengeluh bahwa hidup telah telah menjadi mati rasa dan tidak berarti. Saya dapat menceritakan lebih banyak lagi kisah lain tentang orang-orang yang pola-pola kehidupan serta relasinya kelihatan sama di permukaan tetapi tiba di sana melalui jalan-jalan yang berbeda.
EMPAT HUMOR
Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan perorangan, pikiran dan perilaku manusia masuk ke dalam pola-pola yang dapat dikenali. Secara tradisional pola-pola ini telah disebut dengan temperamen atau kepribadian. Mereka telah menghasilkan banyak teori tentang asal usul mereka. Saya percaya bahwa kita memulai kehidupan bukan sebagai papan tulis kosong tetapi dengan kecenderungan temperamen yang menyediakan suatu kerangka yang di sekitarnya kita membangun suatu kepribadian. Sebagian studi mengusulkan bahwa kita dapat mulai memprakirakan temperamen seorang anak yang belum lahir dengan memerhatikan kegiatannya dalam kandungan.
Sedikit aspek psikologi menghasilkan lebih banyak pesona daripada teori kepribadian. Orang mengikuti tes-tes formal atau informal untuk memberitahu mereka ke dalam kategori temperamen mana mereka termasuk. Sebagian orang memilih untuk menikah atau tidak didasari atas kecocokan profil-profil kepribadian mereka. Orang yang
memercayai astrologi menjelaskan diri mereka melalui perbintangan dan konstelasi hari lahir mereka. Kebudayaan Tionghoa percaya bahwa tahun-tahun kelahiran diwakili oleh gambaran binatang-binatang yang menentukan temperamen. Kebanyakan teori temperamen menggabungkan sifat dan asuhan – biologi dan didikan.
 Lebih dari dua ribu tahun yang lalu Hippocrates, bapak ilmu kedokteran, mempopulerkan ide bahwa temperamen kita didasari dalam tubuh kita. Berbagai cairan tubuh yang dsebutnya humor dianggap mempengaruhi suasana hati dan perilaku. Diperkirakan bahwa cairan ini dihasilkan oleh tubuh tetapi dapat dipengaruhi oleh makanan, musim,
lingkungan atau faktor-faktor lain. Kita dapat memahami kegunaan intuitif ide ini dalam fakta bahwa nama-nama kuno dari humor itu telah menjadi bagian dari bahasa keseharian kita. Seorang dapat disebut sebagai sanguin (riang, manic), koleris (marah, tersinggung), melankolis (depresif) atau plegmatis (tenang).
Pandangan kuno tentang jenis-jenis kepribadian ini mempengaruhi Jung dalam pengertiannya tentang purwatip-purwatip manusia. Jung memahami temperamen sesuai dengan di mana suatu individu berada di sepanjang gaya-gaya mereka mendekati dunia, seperti halnya introversi versus ekstroversi, merasa versus intuisi, berpikir versus
merasa dan menilai versus mencerap. Indikator jenis terkenal dari Myers-Briggs, suatu skala temperamen yang paling luas dipakai memakai kategori-kategori yang sama untuk menentukan enam belas tipe kepribadiannya.
Ayah saya dan saya telah banyak berdiskusi tentang temperamen, meski waktu itu kami tidak tahu bahwa kami sedang membicarakan temperamen. Ayah saya sebagai seorang yang sekadar senang mengamati kenyataan-kenyataan itu sering kali menyatakan keheranan tentang bagaimana orang berkelakuan. Sebagai seorang psikolog yang karirnya sedang menanjak, secara intuitif saya saat itu mengerti bahwa orang terkadang akan bertindak dalam cara-cara yang terkesan tidak logis dilihat dari luar.
Dunia batin seseorang – yaitu, temperamen, biologi, pengalaman, emosi dan seterusnya – dapat menjadi lebih berpengaruh daripada unsur-unsur eksternal. Siapa pun yang hidupnya pernah terganggu oleh sengatan depresi yang parah dapat mengerti bagaimana orang yang seharusnya stabil dan bijaksana dapat membunuh dirinya
dalam rangka meluputkan diri dari keputusasaan yang dahsyat. Dalam cara yang sama, alkoholisme, ketidaksetiaan, kekerasan dan berbagai perilaku yang terkesan tidak masuk akal memiliki penjelasan rasionalnya.
Profesi psikologis dibangun atas pengandaian bahwa mengerti pikiran, suasana hati dan perilaku manusia dapat menganjurkan terjadinya perubahan menuju kesehatan dan kebahagiaan lebih bermutu.
Melalui cara-cara psikologis seseorang dapat ditolong untuk mengubah tindakan-tindakan destruktifnya, seorang anak dapat ditolong untuk belajar secara yang sesuai dengan kepribadiannya, suatu pasangan dapat
ditolong untuk mengubah pola-pola relasi yang tidak sehat dan seseorang dapat dibimbing ke suatu karir yang akan membuatnya memakai karunia-karunia pribadinya dengan cara terbaik.
Mengerti temperamen juga menolong dalam mengurusi perbedaan-perbedaan spiritual. Gaya berelasi kita dengan Allah konsisten dengan gaya berelasi kita dengan orang lain. Kepribadian kita mempengaruhi apa yang cenderung kita sukai dalam gereja dan ibadah. Mengikuti dari sini bahwa pengertian kita akan temperamen dapat menolong dalam mencari pola-pola dosa kita.
Karena pola-pola dosa kita mengikuti kebutuhan, luka, kelaparan kita, orang boleh berharap bahwa mereka yang memiliki temperamen serupa bergumul juga dengan dosa-dosa serupa. Kenyataannya, memang demikian. Berbagai tradisi dan praktik agamawi berbeda selalu menarik orang yang temperamennya sesuai.
Salah satu tinjauan tentang temperamen dan dampaknya pada kehidupan spiritual kita ialah empat kategori temperamen spiritual berikut: Ignatian (SJ), Fransiskan (SP), Agustinian (NF) dan Tomistik (NT). Saya akan meringkaskan temperamen-temperamen ini, meskipun tidak ada ringkasan dapat menangkap penuh nuansa-nuansa mereka atau tipologi Myers-Briggs yang mendasari mereka. Untuk paparan lebih lengkap sila mengacu ke dokumen-dokumen asal yang didaftar di catatan akhir.
(Michael Mangis, Dosa Ciri Diri, psl. 5.1.)

Be the first to comment

Leave a Reply