Dari namanya dan dari kisah pemilihannya sebagai diaken yang mengurusi kaum papa orang percaya asal diaspora, dapat disimpulkan bahwa Stefanus pun bagian dari kelompok diaspora itu. Namun demikian menjawab dakwaan bahwa ia mengkhotbahkan hujatan terhadap Musa dan Allah, Stefanus mampu memaparkan sejarah ringkas umat Allah dari perspektif yang justru mendakwa balik para pendakwanya. Dari Stefanus ini dapat kita simpulkan:
- Penting sekali orang percaya memiliki pengetahuan tentang sejarah Kerajaan Allah, riwayat pewujudan anugerah Allah, mengenal kisah-kisah pembentukan iman seperti dalam Adam-Hawa, Nuh, Abraham-Ishak-Yakub-Yusuf, Musa, Daud, para nabi, dan puncaknya di dalam kisah kehidupan-perbuatan-kematian-kebangkitan-kenaikan Yesus Kristus.
- Seperti yang Allah perintahkan dalam Ulangan 6, kisah-kisah perbuatan besar Allah itu harus diceritakan di dalam keluarga-keluarga orang percaya dari para orangtua kepada para generasi selanjutnya. Ini utamanya bukan tugas guru sekolah Minggu, pembina rohani, pendeta, tetapi tugas utama para orangtua. Kemungkinan besar Stefanus seperti halnya Timotius sudah mendapatkan pengetahuan historis karya penyelamatan Allah itu dari generasi sebelumnya.
- Para tua-tua, pemuka agama, imam itu pun pasti memiliki juga pengetahuan historis tersebut, hanya saja perspektif dan arti yang mereka miliki bukan dalam garis yang menuju kepada Yesus Kristus dan dalam pencerahan oleh Roh Kudus. Ada semacam tabir — begitu kesimpulan Paulus — yang mencegah mereka dapat melihat cahaya kebenaran Injil Yesus Kristus. Untuk menyingkirkan kegelapan itu perlu karya Roh, sedihnya para pendakwa yang tahu kitab Musa tetapi menutup hati terhadap Roh Yesus Kristus, tidak dapat menerima penglihatan rohani itu.
Jadi, penting memiliki pengetahuan alkitabiah, berpusat pada Yesus Kristus, dalam perspektif iluminasi dari Roh Kudus.
Leave a Reply
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.