Menatap ke Yesus

Foto: komikalkitabanak.com

“…marilah kita… berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” — Ibrani 12:1-3

Korban Terakhir: Surat Ibrani

Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan
kita pada waktunya. (Ibrani 4:15-16)

Perkataan ini sangat terkenal untuk banyak orang Kristen. Buku doa lama Gereja Anglikan menggunakan frasa “perkataan yang menghibur” untuk mengungkapkan perkataan yang penuh penghiburan ini; dan perkataan ini memang adalah sebagian dari perkataan yang amat menghibur. Tetapi perkatan ini datang dari buku yang menyajikan masalah dan ketidakjelasan bagi para pembaca modern, hampir tak tertandingi dalam Perjanjian Baru. Surat kepada orang Ibrani tidak ragu lagi merupakan karya seorang penulis terpelajar dan cemerlang, dan seorang Kristen yang beriman dan sangat berbakti. Tetapi apa
sebenarnya yang dimaksudkannya?

Orang Kristen masa kini sering merasa Ibrani sebagai buku yang aneh dan sukar. Saya pikir, ada dua alasan mengapa demikian.

Pertama, surat ini terkesan menjelajah dan membahas banyak tema yang tidak pernah masuk ke dalam “sepuluh tema utama” dalam topik diskusi Kristen. Ia mulai dengan suatu diskusi rumit tentang malaikat; berlanjut dengan sorotan terhadap hal yang dalam Mazmur 95 dapat disebut sebagai “memasuki perhentian Allah”; lalu pindah ke Melkisedek; kemudian membuat daftar perabotan Kemah Sembahyang; dan berakhir dengan nasihat agar “pergi ke luar kemah.” Nah, saya berani bertaruh, bahwa tidak satu pun pembaca modern yang menemukan diri mereka mendiskusikan hal-hal ini di meja makan dalam satu-dua bulan
terakhir ini. Tidak heran bila kebanyakan orang tidak begitu jauh membaca Ibrani, atau mengizinkan surat ini cukup jauh masuk dalam hidup mereka.

Memang, ada beberapa bagian yang terkesan menarik dan relevan. Ada bagian seperti kutipan di atas, yang berbicara tentang Yesus dicobai sama seperti kita sehingga sanggup bersimpati dengan kita. Atau bagian agung tentang iman dalam pasal 11. Juga ada bagian berkat yang indah di akhir, yang sering kita pakai, yaitu tentang “Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita.” Tetapi, cara orang Kristen menggunakan ayat itu hanya sekadar mencomot apa yang langsung kena. Perlu juga beri waktu untuk memahami seluruh bagian kitab itu dengan baik.

Sebab kedua buku itu dirasakan sukar ialah ia memusatkan perhatian pada korban binatang. Kebanyakan kita tidak pernah melihat binatang dibunuh, apalagi dikorbankan, dan akan ngeri jika mengalaminya. (Untuk kebanyakan kebudayaan, pada kebanyakan periode dalam sejarah, tentu saja hal ini sangat dikenal). Jadi, ketika Ibrani bicara tentang korban-korban, kita merasakannya sebagai sesuatu yang berselera buruk. Tetapi kesulitannya belum selesai. Kata “korban” waktu itu menjadi suatu metafora dengan warna religius, dan dipakai untuk mendukung banyak sekali anjuran: untuk orang muda, bahwa mereka harus maju berperang sesuai harapan kaum tua; untuk kaum wanita, bahwa mereka harus “berkorban” demi suami atau anak-anak mereka; untuk para pekerja Kristen, yang dituntut untuk “berkorban” – yaitu untuk menerima gaji sangat rendah secara tidak masuk akal – sebab para pengunjung gereja tidak ingin memberi secara realistis untuk mendukung. Singkatnya, kita telah mual dengan korban- korban nyata, dan penggambarannya yang manipulatif.

Jadi bagaimana kita harus memahami Ibrani? Dan bagaimana ia menolong kita sementara kita mulai memikirkan tentang arti mengikut Yesus? Dalam kebiasaan terbaik seorang pengkhotbah, saya ingin memberikan untuk Anda tiga pokok pikiran yang dapat membukakan kitab ini untuk Anda, juga dalam menerima Perjamuan Kudus.

Pertama, Ibrani memberikan kita potret menarik tentang Yesus. Bagian yang kita kutip di awal tadi, yang berbicara tentang Yesus sebagai imam besar agung yang dapat bersimpati dengan kelemahan kita, harus ditempatkan dalam alur keseluruhan surat itu. Mari saya berikan Anda suatu pandangan menyeluruh tentang surat Ibrani. Dalam pasal 1, Yesus adalah Anak Allah, lebih unggul bahkan daripada para malaikat. Ada sebagian orang dari Gereja perdana yang menganggap Yesus hanya sejenis malaikat khusus; bukan, jelas penulisnya, Ia sama sekali berbeda keberadaan. Tetapi andaikan Anda mengambil kesimpulan
keliru, pasal langsung menekankan bahwa Yesus sepenuhnya dan sejatinya adalah manusia. Silakan Anda catat: tidak saja dulu Yesus sepenuhnya dan sejatinya manusia¸ sekarang pun masih. Seorang penulis menyebut penggambaran Ibrani tentang Yesus adalah sebagai “orang kita di surga.” Ini merupakan salah satu dorongan kuat buku itu – yaitu, penekanan bahwa Ia yang pernah duduk di tempat kita duduk, yang telah menghidupi kehidupan kita dan kematian kita, kini telah ditinggikan dan dimuliakan justru sebagai seorang manusia. Ia tidak, “balik ke keadaan ketika Ia hanya Allah saja.” Pasal 2 menutup dengan pernyataan pertama tema pembukaan kita: karena Ia sendiri telah dicobai melalui apa yang Ia derita, Ia sanggup menolong mereka yang mengalami pencobaan.

Lalu, dalam pasal 3 dan 4, Yesus adalah Yosua sejati; memang nama itu sama, hanya dalam bahasa Yunani dan Ibrani. Ialah orangnya yang memimpin umat Allah masuk ke dalam tanah perjanjian sejati mereka. Kemudian, dalam pasal 5, 6 dan 7, Ia adalah imam besar agung sejati. Di sinilah Melkisedek masuk. Untuk mengerti ini kita perlu sedikit melangkah melebar sejenak.

Untuk Gereja perdana, bahwa Yesus berasal dari keluarga Daud merupakan masalah. Artinya, Ia memenuhi syarat sebagai Mesias, yaitu Raja Israel, tetapi Ia tidak memenuhi syarat untuk menjadi seorang imam besar, yang harus berasal dari keluarga Lewi, suku yang sama sekali bukan suku-Nya. Ibrani menunjukkan bahwa dalam Mazmur 110, Raja disebut sebagai imam untuk selamanya menurut Melkisedek, yang keimamatannya tidak bergantung pada leluhurnya tetapi pada panggilan Allah semata. Karenanya, Yesus bukan imam besar sementara, yang harus diganti oleh orang lain. Ia adalah imam besar kekal. Dengan kata lain, menyimpulkan sampai sejauh yang telah kita jalani, Yesus, Anak Allah, manusia sejati, sedang memimpin umat-Nya ke tanah perjanjian, dan tersedia untuk semua orang dan semua masa sebagai seorang yang sepenuhnya bersimpati, yaitu imam yang melaluinya semua dapat datang kepada Allah. Mengikut Yesus adalah satu-satunya jalan untuk ditempuh.

Lalu kita masuk ke pasal 8-10, yang berbicara tentang korban Yesus dan perjanjian baru, yang nanti akan kita bahas kembali. Dari sini kita maju ke daftar para pahlawan iman di pasal 11. Daftar semacam ini juga terdapat dalam berbagai tulisan Yahudi lain; dan hal penting tentang daftar ini ialah, siapa yang disebut terakhir? Menurut salah satu yang paling termasyhur, yaitu kitab Ecclesiasticus yang mulai dengan “Mari kita memuji para orang termasyhur…,” jawabnya ialah: imam besar garis keturunan Harun, dalam Bait. Jawaban di Ibrani, sudah jelas adalah: Yesus sendiri. Dalam pasal 12:1-3 penulisnya mengajukan
tantangan yang dapat dijadikan teks alkitabiah kunci tentang keseluruhan tema “mengikut” Yesus:

Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.

Tema-tema yang telah kita telusuri tadi tiba di titik menentukan dalam bagian di atas. Coba Anda balik urutannya: Yesus, imam besar agung, akhir daftar para pahlawan. Yesus adalah orang yang memimpin kita ke dalam tanah perjanjian, perintis, yang berjalan di muka untuk membuka jalan. Yesus, sang manusia sejati, yang telah menjalani penderitaan manusia, di depan kita. Yesus kini ditakhtakan sebagai Anak Allah. Karenanya, sebagaimana pasal 13 menyatakan, Yesus Kristus, tetap sama,
kemaren, hari ini dan selamanya; Yesus, sang gembala agung jiwa, yang telah dibawa kembali dari antara orang mati. Itulah gambaran Yesus yang Ibrani paparkan untuk kita; yaitu Yesus yang akan memimpin kita sepanjang hidup, Yesus yang menjumpai kita sekarang ini ketika kita menerima perjamuan di meja-Nya, Yesus yang dengan lembut tetapi jelas mengundang kita untuk mengikut Dia. Dan di pusat gambaran itu kita temukan salib: salib yang Yesus tanggung sebagai ganti kita, yang merupakan puncak dari hidup penderitaan dan penolakan-Nya, yang seperti akan kita lihat, merupakan korban terakhir. Inilah pandangan menyeluruh pertama tentang surat Ibrani: suatu gambaran imam besar manusia Yesus dan salib-Nya.

(N. T. Wright, Mengikut Yesus, psl. 1.1)

Be the first to comment

Leave a Reply