Membentuk Hubungan-hubungan kita

Kehidupan adalah rangkaian perjumpaan dengan orang lain yang membentuk kehidupan kita. Secara sadar atau tidak, kita dipengaruhi oleh sudut pandang, nilai, kebajikan, sikap, bahasa dan bahkan pakaian mereka yang dengannya kita bersekutu. Dalam artian ini, perjumpaan kita menentukan kualitas kehidupan kita.

Tetapi nasihat Paulus masih berlaku untuk kita hari ini: “Jangan sesat; ‘Pergaulan yang buruk merusakkan karakter yang baik'” (1 Korintus 15:33). Karena perjumpaan kita dengan orang lain selalu akan menghasilkan perubahan, dan kehidupan kita merupakan hasil dari perjumpaan kita terdahulu, kita harus membeda-bedakan. Adalah tidak logis mengharapkan akibat baik dari pilihan buruk, namun kita sering kali terkejut oleh konsekuensi yang diakibatkan oleh hubungan-hubungan kita. Tetapi maksud Allah untuk hubungan dinyatakan dalam hikmat Firman-Nya:

Besi menajamkan besi; Orang menajamkan sesamanya. (Amsal 27:17)

Allah menyediakan kita kesempatan untuk berjumpa dan berhubungan dengan pengajar yang baik, murid yang baik, sahabat yang baik dan pasangan hidup yang baik. Tetapi pilihan ada pada kita. Dan persekutuan yang kita pilih seperti benih yang akhirnya akan mengeluarkan buah. Melalui teladan Yesus, kita dapat belajar bagaimana membuat pilihan baik untuk hubungan kita. Sebelum Yesus memilih kedua belas murid dari antara banyak orang, Ia berdoa (Lukas 6:12-13).
Persekutuan yang murni adalah pemberian Allah untuk kita. Namun demikian, masih merupakan tanggungjawab kita untuk menumbuhkan dan memelihara hubungan ini.

Perawatan ini akan memberikan dampak yang menetap. Lebih daripada hal lainnya, rahasia pemeliharaan hubungan ini adalah kebersyukuran, sebab sikap hati yang demikian menarik untuk orang lain. Ia memiliki kuasa lembut yang membuat orang bertahan lama.

Meskipun perjumpaan dengan orang lain ini mengubahkan kita, ada lagi satu perjumpaan lebih berarti, perjumpaan ajaib. Sampai saya mengalami perjumpaan ajaib dengan Yesus, saya tidak mengetahui potensi di dalam diri saya. Meski saya masih muda, saya sudah menyadari dosa saya dan berseru-seru untuk bertobat. Perjumpaan tersebut — hubungan itu — telah mengubah keseluruhan hidup saya. Saya telah dipilih oleh Allah, dan saya memutuskan untuk memercayai anugerah-Nya dengan segenap hatisaya. Membuat pilihan untuk percaya berarti bahwa kita memilih masa depan kita. Hari ketika saya memilih untuk memercayai Allah adalah hari keberkatan yang memengaruhi perjalanan hidup kekekalan.

(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas Kebersyukuran, psl. 23)

Be the first to comment

Leave a Reply