Kesombongan, Iri, Kemarahan dan Kerakusan

SEBAGAIMANA TELAH KITA LIHAT DALAM PASAL SATU: dari daftar dosa yang dibuat sebelumnya lahirlah yang dikenal di gereja Barat sebagai tujuh dosa maut: hawa nafsu, kerakusan, ketamakan, kemalasan, kemarahan, iri
dan kesombongan. Di dalam tujuh kategori dasar tentang dosa ini hati manusia memiliki kemampuan mencengangkan untuk menghasilkan sejumlah variasi yang tak terbilang banyaknya.

Meski mustahil mendaftarkan semua nama yang dapat kita berikan kepada dosa-dosa manusia, ada baiknya menelusuri masing-masing kategori klasik tentang dosa itu dan beberapa variasi yang dapat keluar dari
tiap kategori. Khususnya saya telah tertolong oleh daftar subkategori dosa yang didaftarkan dalam Saint Augustine’s Prayer Book (Buku Doa Santo Agustinus), sebuah buku devosi yang disusun dan dibaktikan kepada Agustinus oleh Ordo Salib Kudus.

Secara tradisional gereja telah mengajarkan bahwa Allah tidak mencipta dosa itu sendiri. Dosa mencakup pengarahan sesuatu yang baik ke penggunaan yang melanggar maksud Allah untuk hal itu. Tradisi gereja
telah menilai dosa, khususnya hasrat-hasrat berdosa, didasari atas apakah hasrat itu diarahkan kepada objek hasrat yang tepat atau tidak tepat dan apakah itu diungkapkan dalam cara-cara yang tepat atau tidak tepat.

TRIP KE SURGA

Dosa-dosa ciri diri kita sedemikian terbiasa untuk kita sampai kita sering kali memercayai mereka lebih dari kebenaran. Mereka menjadi begitu berharga bagi kita sampai kita bahkan lupa bahwa mereka adalah dosa.

C. S. Lewis menulis suatu alegori tentang gumulan antara surga dan neraka dalam The Great Divorce (Perceraian Besar). Dalam fantasi Lewis sang narator menumpang bus yang bertamasya ke surga. Di sana ia
melihat para penghuni neraka, yaitu manusia yang mirip hantu yang keadaannya tidak sepenuhnya nyata, terlibat dalam percakapan dengan para penghuni surga yang sejati. Perjumpaan semacam itu terjadi ketika
suatu keberadaan malaikat dari surga bertemu dengan seorang manusia-hantu dan kawanannya, seekor kadal merah yang hidup di bahunya dan selalu mengganggu serta menghiburnya dengan hal-hal jahat yang ia bisikkan di telinganya.

Si manusia-hantu tahu ia tidak dapat memasuki surga dengan makhluk di bahunya itu. Malaikat menawarkan untuk membunuh kadal itu. Mulanya orang itu menolak. Ia takut bahwa jika kadal itu dibunuh ia akan ikut mati juga. Itulah hakikat dari dosa ciri dosa, dosa yang sedemikian melekat ke diri kita. Kita terdorong untuk menganggapnya sebagai bagian dari diri kita sendiri. Kita tidak pasti siapakah kita sesungguhnya tanpa dosa itu. Kita selalu percaya bahwa hal itu (dosa) telah melindungi kita. Bahkan meski kita membenci dosa itu, ia pun selalu kita sayangi.

Saya kenal para pasien yang harus berdukacita tentang kehilangan wilayah-wilayah dosa tertentu dalam hidup mereka. Barangkali alkohol yang adalah sahabat lama mereka telah menolong mereka menghayati kehidupan pesta. Barangkali perselingkuhan telah membangkitkan kenikmatan yang tidak pernah mereka alami sebelumnya. Saya pernah menolong seorang pasien yang bergumul dengan kecanduan pornografi.
Sementara kami menyelidiki sejarah kecanduannya itu, ia ingat bahwa ia menemukan pornografi sewaktu masa pemuda ketika ia hidup dalam suatu keluarga asuh yang kasar dan melecehkan secara seksual. Keluarga itu
mempermalukan dia sedemikian rupa tentang seksualitas sampai penemuannya akan pornografi memberinya pelarian ke dalam suatu dunia yang memberinya kebebasan lebih besar. Bertahun-tahun kemudian ia takut bahwa jika ia menjanjikan istrinya bahwa ia akan lepas total dari pornografi, ia akan terhisap balik ke dunia legalisme dan aib.

Manusia-hantu dalam kisah Lewis takut kehilangan kadal yang telah menjadi teman setianya. Ia membuat berbagai macam alasan untuk menghalangi sang malaikat dari membunuh kadal itu. Akhirnya ia mengakui bahwa bahkan jika malaikat membunuh dirinya agar dosanya tersingkir, itu masih lebih baik daripada hidup dengan seekor parasit
di bahunya.

Malaikat itu lalu membunuh kadal itu dan membantingnya ke tanah. Sang narator terkejut ketika manusia-hantu itu tiba-tiba berubah menjadi seorang manusia, riil dan penuh. Ia tambah terkejut ketika kadal itu berubah menjadi seekor kuda jantan. Orang itu dan kuda tadi lalu mencongklang dengan sukacita masuk surga. Pemandu sang narator berkata, “Apalah artinya kadal dibanding kuda jantan? Hawa nafsu bagaikan bisikan yang miskin, lemah, merintih dibanding dengan kekayaan dan energi hasrat yang akan bangkit ketika hawa nafsu telah dibunuh.”

Secara khusus Agustinus fokus pada pengaturan kasih. Hal-hal baik dapat dikasihi secara tidak tepat dan menyingkirkan kasih yang lebih penting. Sasaran kita ialah menempatkan kasih kita dalam urutan yang
benar. Dengan mengingat ini, mari kita masuki pemeriksaan tentang kategori-kategori besar dari dosa-dosa hati manusia.

Sementara Anda membaca pemaparan berikut tentang berbagai ragam dosa, lakukanlah itu dengan perenungan doa tentang dosa-dosa ciri diri Anda. Perhatikan dosa-dosa yang menyebabkan hentakan pedih kesadaran.
Khususnya perhatikan di mana hati Anda tidak ingin memberikan perhatian.

KESOMBONGAN: MEMBUAT ALLAH DICOBAI

Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. (Ams. 16:18)

Secara tradisional kesombongan dianggap sebagai dosa dasar. Ia dimengerti sebagai dosa satan, yang diungkap dalam hasratnya untuk menjadi seperti Allah. Agustinus mengidentifikasi kesombongan sebagai dosa inti. Kesombongan sangat mungkin merupakan pusat dalam jejaring dosa-dosa ciri diri.

Kesombongan ingin menempatkan Allah dalam posisi diuji. Seorang klien saya seorang wanita dewasa muda berduka tentang banyak hal yang merusak diri yang ia pernah buat semasa pengalaman depresinya yang
menyakiti setahun sebelumnya. Ia menyatakan keinginan yang dalam untuk merasa diampuni untuk hal yang telah ia buat. Namun demikian, ia tidak dapat membayangkan menerima pengampunan dari Allah, sebab ia merasa
Allahlah yang telah menyebabkan semua penderitaannya pada awalnya. Meskipun ia bukan seorang sombong, ia memperlihatkan gumulan hakiki tentang kesombongan: yaitu tunduk kepada definisi Allah tentang realitas ketimbang kepada definisi kita sendiri.

Seperti seorang pesulap yang dengan keahlian tangannya menyulap, kesombongan ingin memusatkan perhatian ke hal-hal lain kecuali ke keberdosaannya sendiri: “jangan perhatikan orang yang di balik layar.” Kesombongan tidak mengakui bahwa Kristus berhak menghakimi keberdosaan kita. Kita dapat menerima pengampunan atas jasa-jasa kita sendiri. Kesombongan bisa jadi merendahkan, tetapi pada akhirnya ia menolak untuk tunduk.

Kesombongan terbagi ke dalam dua golongan yaitu apakah pada dasarnya ia diarahkan kepada penampakan ke luar atau diarahkan ke dalam.

Kesombongan yang ke luar. Penampakan luar dari kesombongan menunjukkan diri dalam perilaku congkak, pongah dan tinggi hati. Orang yang menampakkan kesombongan mengabaikan orang lain dan menganggap dunia harus berjalan sesuai harapan-harapannya.

Dalam mitos Yunani dikisahkan tentang Narcissus, seorang pemuda tampan yang tidak tergerak oleh kasih yang orang tujukan kepada dirinya. Karena ia terserap kepada dirinya sendiri ia terkutuk untuk jatuh cinta dengan bayangan dirinya sendiri di kolam milik gadis yang kasihnya ia tolak dan akibatnya ia mati dalam keadaan terserap diri itu. Mitos ini menjelaskan penggunaan istilah narsisme oleh Freud untuk mengungkapkan gangguan karakter yang tidak peduli kepada orang lain. Akar kata dari narsisme dalam bahasa Yunani adalah kata narkē, yang berarti mati rasa.

Anak-anak yang masih muda melalui suatu periode narsisme yang wajar dalam pertumbuhan. Seorang batita atau balita biasa merasa bahwa ia adalah pusat dunia ini, dipuja oleh orang-orang yang ingin dekat dengannya. Jika kebutuhan itu dilupakan atau diganggu, hal itu lalu mengental ke dalam karakter orang tersebut. Jika kita tidak diizinkan untuk merasa seperti pusat dunia ketika kita masih kecil, kita tetapberharap akan dapat menjadi pusat dunia di tahun-tahun mendatang. Perasaan lebih hebat dari orang lain adalah jalan cepat untuk memuaskan kelaparan yang dalam untuk perasaan bermakna.

Thomas Aquinas mencatat bahwa satu jenis kesombongan meliputi hasrat untuk unggul secara tidak terbatas. Perbedaan antara cinta diri yang benar dan hasrat untuk unggul yang tak terbatas terdapat dalam hati.
Menginginkan sesuatu yang baik untuk diri saya bukanlah dosa. Menginginkan hal-hal baik itu sampai menyingkirkan hal-hal yang lebih baik adalah dosa. Aquinas juga mencatat bahwa jenis kesombongan
terdalam adalah menghina Allah – yaitu benar-benar menginginkan untuk menempatkan diri sendiri di tempat Allah. Ini adalah dosa Lucifer. Ambisi-ambisi egois kita biasanya ada pada skala lebih kecil.

Buku Doa Santo Agustinus mendaftarkan beberapa bentuk kesombongan yang paling cenderung untuk menyatakan diri ke luar. Kesia-siaan adalah bentuk terkenal dari kesombongan dan mengambil bentuk menerima pujian
atau membanggakan diri tentang hal yang sesungguhnya harus dipujikan kepada Allah. Hal itu merupakan perhatian tidak benar – melalui waktu, uang atau sumber-sumber lain – pada citra diri sendiri. Hal itu
merupakan usaha untuk menarik perhatian kepada diri sendiri. Kecongkakan adalah kesombongan dalam bentuk melebih-lebihkan dan ngotot. Keangkuhan adalah kesombongan tentang ras, keluarga, kelas atau ciri-ciri lain yang secara semu menciptakan kesan superioritas. Tidak hormat meliputi pengabaian ibadah dan hormat kepada Allah. Orang sombong yang tidak hormat bersikap sinis terhadap hal-hal kudus, memperlakukan hal-hal kudus (termasuk nama Allah) secara duniawi atau mengambil bagian dalam agama semata karena keuntungan sosial dan pribadi. Ketidaktaatan memperlihatkan dirinya dalam bentuk tidak memedulikan kehendak Allah dan hukum-hukum moral atau tidak berusaha mengerti kehendak Allah. Kedurhakaan adalah sebentuk kesombongan yang menolak untuk mencari dan mengakui dosa atau mengakui bahwa yang bersangkutan telah berbuat salah kepada orang lain.

Kesombongan ke dalam. Manifestasi kesombongan yang terarah ke dalam membuat seseorang menjadi terobsesi dengan orang lain dan bagaimana perasaan mereka tentang orang itu. Orang ini terfokus pada diri sendiri, tetapi kesombongannya terungkap melalui perhatian tidak benar kepada citra ketimbang melalui sikap congkak atau angkuh. Jenis kesombongan ini dapat mengambil bentuk “kerendahhatian narsis,” yaitu mendapatkan pujian dengan mengakui kesalahan-kesalahan terkecil dan pura-pura hancur hati tentang mereka. Ini merupakan kesombongan tersembunyi. Orang yang memberi kesan rendah hati sampai menawan orang lain itu memiliki sasaran pemompaan kesan dirinya sendiri.

Kesombongan tersembunyi adalah jenis yang paling sukar untuk dilawan. Dosa-dosa yang ke luar merendahkan kita ketika kita menyadari bahwa setiap orang dapat melihatnya, tetapi dosa-dosa tersembunyi berkembang di sudut-sudut gelap. Karena alasan ini tradisi-tradisi kontemplasi dari pembentukan rohani menekankan pembeberan jiwa kepada orang lain. Kesombongan hanya dapat dilawan jika ia dibukakan, dan kesombongan tersembunyi hanya dapat dibuka oleh orang yang menyembunyikannya.

Bentuk kesombongan dalam Buku Doa Santo Agustinus yang paling mudah disembunyikan adalah ketidakpercayaan. Tidak percaya meliputi penolakan akan kehendak Allah karena lebih menyukai kehendak sendiri.
Dosa ini ingin mengetahui masa depan dan tidak bersedia menerima yang tidak diketahui. Ketidakpercayaan cocok dengan tindakan Hawa memakan buah di Taman. Ketidakpercayaan dapat menghasilkan perfeksionisme. Seorang perfeksionis bisa curiga bahwa kehendak Allah tidak dapat dicapai jika ia membuat kesalahan. Yang lain memuji orang yang melakukan segala sesuatu dengan sempurna dan selalu tampil sempurna secara keseluruhan. Sentimentalitas adalah sebentuk kesombongan ketika seorang menggantikan emosi saleh, kemegahan dan kecantikan untuk hormat pribadi sejati dan ketaatan akan Allah. Kelancangan adalah bentuk lain dari kesombongan. Kelancangan adalah kekacauan dari harapan yang merupakan salah satu kebajikan klasik. Ini berarti mengandalkan diri secara tidak tepat dan tidak hormat terhadap anugerah Allah. Orang yang lancang mengandaikan kehendak Allah selalu mengampuni dan tidak berusaha untuk menghidupi suatu kehidupan yanglayak akan perkenan Allah.

(Michael Mangis, Dosa Ciri Diri, psl. 2.1)

Be the first to comment

Leave a Reply