Kerajaan Anak Manusia: Injil Matius

Jika Anda pernah heran mengapa dalam kebudayaan kita Perjanjian Baru
merupakan buku yang paling sering dibeli tetapi paling sedikit dibaca,
Anda akan menemukan jawabnya di halamannya yang pertama:

Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub
memperanakkan Yehuda, Yehuda memperanakkan Peres, Peres memperanakkan
Aram, Aram memperanakkan Aminadab…

Seberapa dari tulisan semacam itu yang dapat Anda tahan? Saya tidak
memaksudkan seluruh daftar yang membosankan soal memperanakkan itu;
maksud saya ialah mimpi buruk membaca daftar silsilah tepat di awal
sebuah buku. Banyak orang yang langsung terhenti di situ. Mari kita
hadapi itu: anggaplah daftar silsilah orang lain kira-kira sama
menariknya dengan menonton video liburan orang lain.
Kecuali, mungkin, garis keturunan itu menyangkut yang berikut:
Nahason, Salmon, Boas, Obed, Isai… dan Daud. Nah, ini mulai berarti.
Silsilah kerajaan biasanya sedikit lebih menarik. Mereka juga layak
diingat. Bahkan, yang tadi malah sudah lebih menarik; Matius paling
tidak mengingatkan para pembacanya tentang dua bagian yang lebih suka
untuk dilupakan oleh orang Yahudi yang saleh. Silsilah ini memasukkan
beberapa perempuan; bukan yang terkenal seperti Sarah, Ribkah dan
Rahel, tetapi yang meragukan seperti Tamar (yang merayu ayah mertua
sendiri), Rut (orang asing), dan yang baru muncul, Batsyeba – yang
namanya menggema dalam catatan sejarah memalukan lainnya. (Tentu saja,
perlu cepat saya tambahkan, dalam setiap kasus demikian, aibnya
melibatkan juga para pria dalam kasus itu.) Dan di kesempatan ini,
pembaca yang pemikirannya bekerja mulai menyadari mengapa halaman
pertama Perjanjian Baru, meski tidak ragu adalah halaman paling
membosankan untuk para pembaca cepat, dikemas dengan muatan begitu
ampuh, di bawah permukaannya yang membosankan tentang memperanakkan
berkelanjutan itu, sampai begitu ia meledak Anda dapat mendengar
suaranya sampai berkilometer jauhnya.
Anda tahu apa yang halaman pertama tersebut ingatkan ke saya? Anda
mungkin tahu gubahan agung Handel, Coronation Anthem, Zadok the Great.
Pikirkan bagaimana ia mulai. Anda dengar beberapa variasi nada
terputus; tidak begitu mengganggu, hanya sedikit variasi kecil. Pada
satu kesempatan kita sempat berpikir bahwa ia akan berkembang membesar
menjadi sesuatu yang penting, tetapi ia berubah dan meneruskan variasi
nada putus-putus itu, kadang begini kadang begitu, termasuk beberapa
dalam kunci minor. Tetapi kemudian, sedikit demi sedikit, kita
merasakan bahwa ia sungguh sedang menuju sesuatu; ia tumbuh, dan
tumbuh lagi, dan harmoninya kembali ke tempat seharusnya, dan ketika
pembesaran dan gelombangnya tak tertahankan lagi, keseluruhannya
meledak sambil paduan suara masuk:
Zadok sang Imam – dan Natan sang Nabi – MENGURAPI SALOMO JADI RAJA…
Usul saya, tepat seperti itu dampak yang Matius maksudkan dengan
pendahuluannya pada para pembaca yang telinganya terbiasa mendengar
musik. Abraham… Daud; ah, kini kita menangkap sesuatu bukan? Tidak,
kita seperti kembali ke arpeggios: Salomo, Rehabeam, Abia… dan lalu,
membuat kita kaget, sesaat ia masuk ke kunci minor: Yosia, Yekhonya,
dan masuk ke pembuangan di Babil! Apa yang ia buat terhadap silsilah
itu? Oh, tunggu sebentar; kembali datang ritme itu, variasi nada
terputus itu – dan kini, ya, ia akhirnya menuju sesuatu: Zadok (tentu
tidak sama dengan yang dalam gubahan Handel), Akhim, Eliud, Eleazar,
Matan, Yakub, dan akhirnya Yusuf, suami Maria, yang darinya lahir
Yesus, yang disebut Mesias, Raja orang Yahudi. Seluruh injil Matius
sebenarnya merupakan suatu Lagu Penobatan. Dan satu-satunya alasan
masuk akal untuk pergi ke gereja dan mendengar Matius dibacakan ialah
agar kita dapat belajar bagaimana ikut serta.
Tetapi siapakah yang dimahkotai Raja? Matius memberikan dua nama dan
menjelaskan keduanya. Ia disebut “Yesus,” yang berarti “YHWH
menyelamatkan” – sebab, kata Matius (1:21), Ia akan menyelamatkan
umat-Nya dari dosa-dosa mereka. Artinya, Ia akan menyelamatkan mereka
dari pembuangan mereka, yang merupakan penghukuman atas dosa mereka.
Ia akan menjadi Raja yang akan turun ke dalam pembuangan dengan
umat-Nya dan memimpin mereka bangkit dan keluar di seberangnya. Dan
pembuangan sejati bukanlah yang di Babilonia, tetapi, pembuangan
satanik, dosa dan kematian.
Nama kedua ialah “Immanuel,” yang berarti “Allah beserta kita” (1:23).
Matius telah menyatukan dua pengharapan orang Yahudi. Pertama, Allah
akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka; ya, dan Ia akan
melakukan itu melalui sang Raja, Yesus. Kedua, Allah sendiri akan
datang dan tinggal bersama umat-Nya. Ya, ujar Matius; Ia akan
melakukan itu, juga, melalui sang Raja, Yesus. Buku ini merayakan
penobatan sang Juruselamat, sang Raja Allah-beserta-kita.
Pindahlah ke akhir injil itu dan Anda akan melihat bagaimana semua itu
terwujud. Para murid datang ke Yesus yang telah bangkit di gunung di
Galilea. Dan apa yang ia katakan kepada mereka?
Semua kuasa di surga dan di bumi telah diberikan kepada-Ku; jadi pergi
dan jadikan murid dari semua bangsa, baptiskan mereka… dan ajarkan
mereka…; ketahuilah, Aku besertamu senantiasa, bahkan sampai ke
akhir zaman. (28:18-20)
Apakah Anda melihat bagaimana Matius menyatukan seluruh injilnya
dengan tema Immanuel? Yesus akan disebut Immanuel, Allah beserta kita;
kini, ia berkata, Aku beserta kamu senantiasa. Dan Ia yang mengatakan
itu adalah Ia yang telah mati atas tuduhan menjadi Raja orang Yahudi,
dan yang telah bangkit kembali. Dengan kata lain, Dialah yang telah
menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka. Nyanyian Penobatan
berakhir dengan variasi nada yang sama dengan ketika ia dimulai.
Jika hanya ini yang bisa kita katakan tentang Matius, kita sudah tahu
bahwa kita diperhadapkan dengan sebuah buku tentang kuasa besar, yang
memanggil kita ke dalam suatu kesetiaan segar kepada Yesus kita yang
berdaulat dan menyelamatkan, Immanuel kita. Sampai sejauh ini, buku
ini telah berfungsi sebagai suatu panggilan untuk penyembahan, untuk
kita mengikut Dia. Kita tidak bisa sekadar menyebut nama Yesus tanpa
berpikir; bahwa kita sedang bicara tentang sang Raja, sang Immanuel,
Dia yang telah berjanji akan bersama kita senantiasa. Tetapi injil
Matius, tentu maju lebih jauh lagi, dan melekat ke tema tentang Kolose
yang sudah kita pelajari dalam pasal terdahulu. Itu adalah kisah
tentang bagaimana kejahatan telah dikalahkan; dan diceritakan
sedemikian rupa seolah mengundang kita untuk berbagian dalam buah-buah
kemenangan-Nya. Matius pun, memanggil pembacanya untuk mengikut Yesus.
Ambillah frasa singkat dalam ucapan terakhir Yesus di bagian akhir
buku itu: “Semua kuasa di surga dan di bumi telah diberikan
kepada-Ku.” Ucapan itu jelas mengacu ke bagian Perjanjian Lama yang
merupakan makna terpenting yang mungkin diberikan untuk Yesus dan
Kekrsistenan awal, tetapi yang selalu disalah mengerti oleh orang
Kristen masa kini. Mari kita istirahat sejenak, dan berpikir tentang
pasal ketujuh dari kitab Daniel.
Jika ini adalah kelas Sekolah Minggu, saya dapat bertanya ke baris
terdepan apa yang mereka tahu tentang Daniel; jika ada jawab, saya
duga itu berkenaan dengan singa-singa. Dalam pasal 6 Daniel dilempar
ke gua singa. Dan semua orang jadi terheran-heran, tidak terjadi apa
pun. (Sesungguhnya, dugaan saya, singa-singa itu pun sama terkejutnya
seperti semua orang itu; Anda dapat membayangkan komik, dengan
balon-balon ke luar di dekat kepala singa-singa, berkata, “Coba pikir:
Mengapa kami tidak memakan orang ini?”) Di waktu pagi, datanglah raja
dan melihat ke dalam lubang gua; ketika ia mendapatkan Daniel selamat
dan baik-baik, ia mengeluarkannya; dan ia membuat pernyataan bahwa
semua orang harus menyembah allahnya Daniel, sebab Ia adalah Allah
yang hidup, dan kerajaan-Nya (perhatikan itu) – kerajaan-Nya akan
kekal selamanya.
Di titik itu kitab Daniel tiba-tiba pindah gigi persneling, dan bukan
lagi singa kini kita bertemu dengan binatang buas. Daniel mendapat
mimpi tentang binatang buas yang sangat mengerikan – seperti singa
yang bersayap, beruang bertaring, macan tutul berkepala empat, dan
binatang buas raksasa bertanduk sepuluh. Dan binatang buas-binatang
buas tersebut, terutama yang terakhir, memerangi umat Allah (7:21).
Tetapi kemudian, tepat seperti kejadian dalam gua singa, Raja datang
dan mengambil takhta-Nya, dan sosok manusia, yang mewakili umat Allah
dalam bahasa mimpi, diangkat ke awan-awan-awan, dan duduk di sebelah Raja,
yaitu Yang Lanjut Usia. Kepada Dia, sosok manusia itu, “Ia yang serupa
dengan anak manusia,” diberikan kerajaan yang akan kekal selamanya.
Kerajaan Allah diberbagikan dengan Anak Manusia. Itulah versi Daniel
tentang Nyanyian Penobatan. Allah akan menyelamatkan umat-Nya, di sini
diwakili oleh “anak manusia,” dari pembuangan mereka, dari penindasan
yang mereka terima dari para binatang buas, yaitu bangsa-bangsa kafir.
Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka, dan akan
memberikan mereka kerajaan yang tidak akan binasa. Semua kuasa di
surga dan di bumi akan diberikan kepada mereka, yaitu kepada “anak
manusia” yang mewakili mereka.
Barangkali kini Anda dapat melihat bahwa kombinasi tema-tema inilah
tepatnya yang Matius pilih sebagai kerangka untuk injilnya. Ia membawa
ke depan kita, dalam Lagu Penobatan agungnya, seorang yang akan
menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka; dan seorang yang justru
dengan berbuat demikian, akan berbagi takhta Allah sendiri; seorang
yang adalah “Allah beserta kita,” Allah yang mewakili kita, Allah di
samping kita, Allah yang selalu bersama kita, bahkan sampai kesudahan
zaman. Kedatangan Anak Manusia di awan-awan (sebagaimana dalam Matius
2:30; 26:64) bukan tentang kedatangan kembali Yesus di suatu saat di
depan kelak. Melainkan, itu bicara tentang pembelaan kepada-Nya,
tentang kemenangan-Nya.
tentang pancaran-Nya dari kubur ber-rempah;
tentang Ia yang membubung jalan surgawi.

Kitab Daniel memberikan kita naskah video menakjubkan tentang
penobatan “anak manusia” – Ia menanggung derita umat Allah, dan
pembelaan untuk-Nya sesudah itu. Matius telah mengambil naskah
tersebut dan menempatkan Yesus sebagai pemeran utamanya. Ia telah
menulis sebuah injil, sebuah Lagu Penobatan, sepanjang injilnya,
dengan mengundang para pembacanya untuk mengikut sang Raja, Anak
Manusia, Yesus ini.
Nah, kini paling tidak kita dapat mengerti bagian yang
menakjubkan yang datang di bagian pusat injil itu (Matius 16:13-28).
“Siapakah Anak Manusia menurut kata orang?” tanya Yesus. “Oh – Yohanes
Pembaptis; Elia; Yeremia; salah seorang dari para nabi,” jawab para
murid. Yesus dipahami sebagai seorang nabi, yang memperingatkan Israel
tentang celaka yang sedang mendatangi mereka kecuali mereka secepatnya
bertobat. Para binatang buas sedang mendatangi umat Allah, datang
untuk membunuh. “Tetapi menurut kalian,” ujar Yesus, “siapakah Aku
menurut kalian?” Dan Petrus menjawab: “Engkau adalah Mesias, Anak
Allah yang hidup” (16:16). Yesus menerima julukan itu. Ia adalah Raja
sejati, namun saat itu belum dimahkotai. Para murid kini telah
menangkap bagian pertama silsilah tadi. Ini adalah kisah anak Abraham
yang adalah anak Daud sejati.
Tetapi segera saja Yesus mendorong mereka, untuk bergegas
maju, ke bagian kedua dari silsilah tersebut. “Sejak saat itu, ia
mulai memperlihatkan kepada mereka bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem,
menderita di tangan para tua-tua, dan dibunuh, dan pada hari ketiga
akan bangkit” (16:21). Petrus tidak dapat menerima itu; tetapi Matius
berharap para pembacanya menangkap maksudnya. Anak Abraham yang adalah
anak Daud ialah seorang yang akan menyelamatkan umat-Nya dari
dosa-dosa mereka. Dialah yang akan mengurai pembuangan besar,
pembuangan ke Babilonia besar yang dialami oleh umat Allah. Karena
seperti sudah kita lihat, salah satu gambaran kunci tentang pembebasan
adalah gambaran Daniel tentang “anak manusia” yang dikepung oleh para
binatang buas pelahap manusia dan, herannya, sesudah dibebaskan,
dibela dan ditakhtakan, Yesus segera memberikan perintah untuk
mengikut Dia:
(N, T, Wright, Mengikut Yesus, psl. 3 awal)

Be the first to comment

Leave a Reply