Bertekun Dalam Doa

Mereka terus bertekun… dalam doa — Kisah Para Rasul 2:42

Adam bersetubuh lagi dengan istrinya, wanita itu melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Set; wanita itu berkata, “Elohim telah memberikan bagiku anak yang lain sebagai ganti Habel yang telah dibunuh Kain.” Bagi Set, lahirlah juga seorang anak laki-laki yang diberi nama Enos. Sejak saat itu orang mulai memanggil Nama TUHAN. — Kejadian 4:25-26

kamu tidak lagi menerima roh perbudakan yang mendatangkan ketakutan, melainkan Roh yang menjadikanmu anak, yang olehnya kita berseru, “Abba, Bapa.” — Roma 8:15

Apakah doa, mengapa berdoa, apa isi dan cara doa yang berkenan kepada Allah?

Dalam catatan terdini Alkitab tentang doa — “Sejak saat itu orang mulai memanggil Nama TUHAN” — kita dapatkan intisari teologis tentang berbagai pertanyaan tersebut. Utamanya doa bukanlah pujian, atau keluh kesah, atau syafaat, atau perenungan firman Yahweh. Doa dalam catatan terawal Alkitab adalah “memanggil Nama Yahweh.” Nas ini paling baik dilihat dalam konteks narasi Kejadian sebelumnya, yaitu sesudah kejatuhan Adam dan Hawa, Yahweh memberikan janji akan lahir benih perempuan yang akan menghancurkan kepala ular pencoba. Tetapi kenyataannya Kain yang diharap sebagai penggenap janji itu justru ternyata membunuh Habil yang persembahannya berkenan kepada Allah. Lalu anak berikutnya, Set dan keturunannya — kendati tidak jelas apa peran mereka seterusnya — mereka inilah yang kemudian memulai generasi manusia yang menyeru Nama Yahweh.

Meski dalam bentangan Alkitab selanjutnya doa memang menampung banyak aspek namun intisari doa tetap adalah memanggil nama Tuhan. Perhatikan gema definisi doa ini dalam narasi Abraham, Ishak dan Yakub, Musa, Mazmur-mazmur, para nabi, dan bahkan definisi tentang orang Kristen sebagai “yang dipanggil menjadi orang-orang kudus dan yang memanggil nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita” (1 Korintus 1:2).

Maka doa adalah memanggil Nama Tuhan sebab Ia lebih dahulu memberikan janji-janji penyelamatan-Nya. Ia lebih dulu memanggil dan doa adalah menyambut panggilan-Nya dengan tindakan memanggil balik Nama Tuhan. Injil — kabar baik temtang Allah yang mencari kendati seperti Adam dan Hawa kita menjauh dan bersembunyi dari Dia — itulah yang menjadi dasar bagi doa. Orang mulai berdoa sebab ada komitmen Allah kepada kita dan kita sadar akan ketidakberdayaan kita. Doa mulai dengan injil. Doa gereja awal lahir dari undangan untuk bertobat, percaya, dibaptis dan menerima Roh Kudus, lalu mereka bertekun dalam doa. Tanpa injil tidak ada doa yang sungguh doa dalam artian teologis ini. :Sebagaimana iman lahir dari injil, demikian juga melaluinya hati kita dilatih untuk memanggil nama Allah (Roma 10:14-17; Calvin: Institutes 3.20.1-3). Maka doa bersifat hubungan perjanjian, sebab dengan memanggil Tuhan sebagai respons kepada panggilan-Nya kita masuk ke dalam hubungan perjanjian yang riil dengan-Nya.

Dengan mengerti bahwa doa adalah respons kepada panggilan Injil, maka isi doa dapat dihayati sebagai seruan agar Allah datang menggenapi-mewujudkan rencana-rencana besar penyelamatan-Nya, agar Allah bertindak menggenapi janji-janji-Nya, Berdoa berarti mengakui sepenuhnya ketidakberdayaan kita dan menghampiri sumber pertolongan terpercaya yaitu Allah sendiri. Sesungguhnya lama sebelum catatan tentang manusia memanggil Yahweh ini, Yahweh lebih dahulu sudah berinisiatif mencari dan memanggil Adam dan Hawa. Maka, doa sama sekali bukan seperti yang dipahami dalam agama dan kepercayaan lain — cara untuk mengusik, mendesak, membujuk agar Allah bertindak sesuai kemauan manusia — melainkan, doa adalah menyambut panggilan, niat baik dan rencana Allah untuk kita.

Doa dengan demikian adalah keniscayaan untuk dunia berdosa ini. Doa adalah karunia Allah supaya oleh pertolongan-Nya kita bisa menanggung hidup yang sementara masih dalam tindihan dan gumulan melawan dosa. Doa didesain untuk dunia yang di dalamnya kita melukai orang lain dan dilukai oleh orang lain, ketika kita  melukai hati  Allah dan mengabaikan Dia meski sesungguhnya kita milik Dia. Doa tidak merupakan kondisi berkelanjutan di kekekalan, sebab ada saat ketika semua doa-dpa yang ditampung Allah kemudian dijawab-Nya secara sempurna, ketika semua umat tebusan-Nya hadir di hadapan takhta Anak Domba dan takhta Allah serta cahaya kemuliaan Allah menyebabkan kita tidak lagi memerlukan matahari dan tidak lagi perlu berdoa.

Kiranya dalam intisari teologis ini jugalah kita bertekun dalam doa.

Mari dukung pelayanan Yayasan Simpul Berkat lewat kegiatan pelayanan
literasi yang dilakukan untuk setiap Kristen di Indonesia.
Kirim dukungan Anda ke Yay. Simpul Berkat: BCA 0953882377 a/n Philip hs.

Be the first to comment

Leave a Reply