Dampak Media (bagian 10)

Tarikan-Tekanan Media Digital

Adalah keliru jika kita menganggap media digital sesuatu yang sepenuhnya baru. Sebagian besar dari dampak media elektronik sebenarnya mengambil baik dari media era pramodern maupun era modern sehingga menimbulkan pengalaman hibrid paradoxal yang membuat pemakainya mengalami sekaligus tekanan dan tarikan yang berlawanan. Era pramodern merayakan komunikasi dalam komunitas, era modern merayakan individualisme dan isolasi diri; kini pengaruh TV, Internet, Smartphone dengan berbagai media sosialnya membuat kita seolah kembali berkomunitas tetapi tetap dalam kenyataan yang individualis dan isolasi diri. Komunitas postmodern adalah tribalisme tetapi tetap individualis dan isolasi. Ketika memirsa TV kita menonton bersama (komunal) sebagai individu meski tanpa kesempatan untuk berinteraksi dari perspektif individu masing-masing. Dengan media elektronik seperti internet kita malah lebih dalam lagi mengalami ketegangan antara komunalisme dan individualisme. Kita kini benar-benar kembali menjadi pengguna individual dan terisolasi satu sama lain meski seakan sedang berkomunal melalui internet. Kita digeneralisir oleh media elektronik itu sampai tercipta para individu yang seperti diprogram dalam pola pikir / nilai, gaya hidup dlsb.

Mari kita lihat beberapa contoh. Perhatikan iklan-iklan TV yang biasanya ditujukan kepada insting primitif tanpa memedulikan etiket, etika atau intelektualitas. Media digital menjadi sangat powerful bukan saja untuk menyasar keinginan orang banyak tetapi bahkan untuk menciptakan keinginan / memrogram kesan kebutuhan orang banyak. Komunalisme dialami secara individualis, individualisme terprogram oleh komunalisme — terdampak timbal-balik oleh media elektronik. Proses seperti yang terjadi dalam globalisasi sangat mungkin sedang mewujudkan ramalan Teilhard de Chardin tentang akan munculnya era noosphere yaitu semua manusia di seluruh dunia terintegrasi menjadi satu pikiran. Akibat destruktif lainnya bisa mirip vandalisme oleh kelompok besar yang berdemo berubah menjadi perusakan liar tanpa ada tanggungjawab individual. Dampak menakutkan dari media elektronik adalah tanggungjawab dan nilai individual menjadi tergerus oleh kesan “semua orang (komunal) seperti itu.”

Dalam praktik pelayanan Kristen ketegangan komunalisme-individualisme ini juga sangat besar pengaruhnya. Banyak teolog beberapa dekade terakhir yang membingkai teologi tidak lagi secara konservatif tetapi secara komunitas-kontemporer. Salah satunya adalah Stanley Grenz yang memahami teologi sebagai teologi komunitas – “mempertimbangkan iman dalam konteks rencana sentral Allah untuk menciptakan komunitas.” Dalam tingkat pewartaan dan penataan liturgis, bukankah selera dan insting yang orang minati semakin menjadi penentu bagaimana khotbah dan “penyembahan” disusun? Ingat warning rasul Paulus di 2 Timotius 4:3 dst.!

Tarikan dan tekanan media elektronik di timur (baca Indonesia) jauh berbeda dari di barat yang berabad-abad mengakar dalam modernisme dan media cetak yang rasional. Di dunia timur pengaruh media elektronik akan membuat berbagai ciri peradaban timur dan pramodern / primitif menjadi makin menguat sehingga sukar mengejar ketertinggalan dari kebudayaan modern. Lebih serius lagi adalah gap dalam kehidupan bergereja antara yang linear-rasional modern dan yang sirkular-intuitif-postmodern, yaitu antara generasi dewasa / lansia yang akrab media cetak dan generasi mileneal yang akrab media elektronik. Problematik konflik dua komunitas ini sangat membutuhkan penyikapan yang arif dari Roh oleh para pelayan gereja.

Untuk menyingkat, berikut beberapa dampak ketegangan / tarikan-tekanan yang diakibatkan oleh media elektronik yang perlu kita waspadai baik untuk diri sendiri, keluarga maupun gereja. Pertama, media elektronik berpotensi membuat kita tahu meluas tetapi mendangkal. Pembelajaran dalam era MD lain dari era MC (media cetak). Dengan melimpahnya informasi dalam MD orang menjadi terbiasa dengan distraksi, tidak berfokus, sampai itu mengubah pola belajar, pertimbangan dan tindakan. Kedua, MD berdampak pada keterlibatan semu dengan banyak situasi memprihatinkan di kejauhan dan secara simultan tidak peduli dengan yang dekat. Pemakai MD seakan sedemikian aktif “berbagi” diri yang sejatinya superficial karena berbarengan itu ada banyak rahasia pribadi yang disembunyikan. Ketiga, luapan informasi mengakibatkan kondisi jenuh bahkan “kebas” / mati rasa. Keempat, MD membuat kita menjadi pribadi nomaden media – mengembara berpindah-pindah dari satu media ke media lain, dari satu info ke info lain, dari satu game ke game lain, dari satu app ke app lain, tanpa fokus dan telos. Dan karena media elektronik tidak seperti buku yang ada wujud fisik / materiil, dampak nomaden media elektronik adalah membuat kita bagaikan mengembara di awang-awang / realitas maya. Kelima, MD berpotensi membuat kita menjadi pribadi tidak otentik, penerima pasif, hanya meniru, ikut arus gaya masa kini, berkisar di ranah penampilan dan bukan di ranah hakikat, penerus info tetapi miskin ide, hanyut dalam narasi impersonal, tidak memiliki pendirian, lemah disiplin dan komitmen mengakarkan-menumbuhkan kehidupan dalam anugerah dan kebenaran dalam Yesus Kristus. Keenam, MD berpotensi merusak selera dan gairah pemuridan kita akan hal-hal yang hakiki ke hal-hal yang fana bahkan jahat. Karena sebagian besar waktu dan kegiatan kita kini makin bergeser dari cara-cara presensi riil ke presentasi MD maka akibat yang mungkin tidak disadari ialah realitas riil menjadi tidak penting realitas maya menjadi lebih utama. Ketujuh, semakin kita melekat dengan media elektronik semakin terjadi ketegangan antara perasaan berkuasa dan mengendali dengan kenyataan bahwa kita sedang terprogram / terikat / kecanduan. (Hal ini perlu juga dilengkapi dengan kajian meningkatnya dopamin dalam otak.) Riset dan studi melalui pemindaian otak dan pengamatan perilaku sudah sangat mendukung kesimpulan bahwa keterlibatan dalam enriched environment seperti dalam alam dan interaksi mental aktif menyebabkan pertumbuhan neuron yang berakibat mengurangi stress, kecenderungan bunuh diri dan bertumbuhnya daya untuk kehidupan yang sehati fisik dan batin. Sementara dampak sangat serius dari MD pada generasi muda yang disebut oleh Marc Prensky sebagai Digital Native berbeda dari dampak yang dialami oleh generasi dewasa yang disebut sebagai Digital Immigrants. Anak-anak yang sejak kecil sudah lekat dengan DG, menurut penelitian 90% berkurang dalam kegiatan fisik dan ruang alami serta terbiasa makan junk food, tidak teramalkan akan jadi bagaimana masa depan kemanusiaan – intelektualitas, sosial, motorik, politik, dlsb. Semakin sedikit anak terpapar dengan alam terbuka semakin rendah kemampuannya untuk mengatasi risiko dan tantangan hidup di usia dewasa. Tidak terbayangkan akan bagaimana generasi yang sejak dini sudah dibentuk dengan perasaan, nilai, realitas, pikiran yang beda dari realitas alami.

Nah, berikutnya… silakan Anda renung apalagi dampak buruk MD yang sedang beroperasi dalam diri sendiri, keluarga, gereja dan masyarakat luas masa kini.

Jadi Harus Bagaimana?

Berikut beberapa usul yang saya pikir baik untuk diingat dan diterapkan, Ini tentunya sangat dipengaruhi oleh gumulan dan wawasan pribadi saya, maka silakan Anda terapkan dan kembangkan usulan lain yang sesuai dengan yang Roh Allah ingin bentuk dalam diri Anda. Maka sebelum masuk ke beberapa usul berikut hal yang paling utama untuk kita semua adalah dari waktu ke waktu membuka diri kepada Roh Allah dan minta kepada-Nya kepekaan, kesadaran, keinsyafan tentang penempatan dan dampak media yang mana yang Ia ingin kita waspadai, ubah atau kendalikan demi manfaat yang minim sisi destruktifnya.

Pertama, untuk mengatasi kecenderungan tidak berinteraksi holistik-komprehensif dengan Alkitab: baca Alkitab dari buku dan gawai selang-seling, baca dengan bersuara timpali dengan gerak anggota tubuh yang serasi dengan isi nas yang diresapi, baca sambil menghidupkan imajinasi-emosi-intuisi, hafal nas-nas yang dihidupkan oleh Roh dalam benak Anda, dan dalam rentang waktu berikutnya lakukan poin dalam nas tersebut dalam bantuan Roh. Dalam Alkitab banyak contoh bagaimana respons umat kepada beragam presensi dan revelasi Allah dilakukan dengan berdiam diri, memperkatakan, bermazmur, menceritakan berulang-ulang, menuliskan firman di berbagai tempat dan media (contoh: Ulangan 6, Mazmur-mazmur, dll.) dan tentunya berbagi firman kepada orang lain.

Kedua, untuk mengatasi isolasi-individualisme-distancing: praktikkan hal ber-komunitas sebagai hal yang sangat penting dan mendesak. Pada masa new-normal karena hampir tidak mungkin berinteraksi sosial-komunal secara intens dan kerap sebagaimana biasa, dalam lingkup kecil terbatas yang masih mungkin (terutama dalam keluarga) usahakan dengan niat penuh agar sungguh terjadi interaksi komunal yang riil dan bermakna. Komunitas pertama yang oleh pandemi ini diberi kesempatan untuk diperbarui adalah komunikasi-komunitas dalam keluarga-keluarga. Juga berbagai pembinaan yang dilakukan melalui on-line perlu didasari atas semacam perjanjian dan komitmen agar tiap anggota sungguh terlibat, membuka diri, afeksi akan presensi Roh, sambil memelihara confidentiality.

Ketiga, pemuridan (discipleship) dan disiplin (discipline) perlu ditumbuh-kembangkan dalam ranah pribadi, keluarga, komunitas kecil (KTB / komsel) dan gereja. Esensi dari pemuridan adalah disiplin, dan disiplin masa kini perlu juga mencakup soal penggunaan beragam media elektronik dan media digital / sosial yang dimungkinkannya. Secara pribadi baik untuk menerapkan hari non-gawai, dan jam-jam tertentu sepanjang hari yang nir-gawai. Juga baik bila diadakan minggu ibadah atau hari doa non gawai (atau gawai dinon-aktifkan dan baca firman dari Al Kitab). Cobalah dan lihat hasilnya pada pola pikir, selera rohani, kualitas relasi vertikal-horisontal Anda.

Keempat, pola kepemimpinan gereja oleh MD dan pandemi kini dipakai Tuhan untuk diubahkan ke dalam pola kepemimpinan yang lebih sesuai kerbat anggur baru untuk air anggur baru. Pokok kepemimpinan gereja ini akan kita bahas lagi nanti. Untuk para pewarta firman dan pembina rohani era pandemi ini menjadi tantangan berat untuk mencari kearifan Roh bagaimana bisa sekuat mungkin memakai MD untuk pewartaan firman dan pembinaan yang tidak saja informatif-atraktif tetapi interaktif-holistik-connecting-involving-challenging. Ini kairos Tuhan untuk para pelayan-Nya sungguh berbagi firman anugerah-kebenaran-kuasa dalam hikmat dan kuasa Roh Kudus yang bukan mengandalkan media tetapi menjadikan media alat dari ke-media-an sang manusia-ilahi. Esensinya adalah penuh firman dan Roh sambil terlibat sepenuhnya-sekuatnya.

Kelima, pada akhirnya kata-kata kunci yang harus kita akarkan dan praktikkan dengan sungguh adalah: — KITA adalah media Allah, — KITA dipanggil menjadi murid, — KITA dipercaya untuk pergi memuridkan segala jenis orang, — KITA menjadi komunitas yang adalah Presensi Kristus – KITA: PLURAL bukan Aku / individual / isolasi, Gereja yang adalah Media Kristus. Kiranya kesadaran, niat, daya – saling memperingatkan / koreksi / topang untuk semua itu termanifestasi dalam bagaimana kita bermedia berikutnya.

 

Be the first to comment

Leave a Reply