TINDAKAN KEPADA SAUDARA YANG MISKIN

“Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu, maka engkau harus menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya ia dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kauberikan dengan meminta riba. Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, untuk memberikan kepadamu tanah Kanaan, supaya Aku menjadi Allahmu. Apabila saudaramu jatuh miskin di antaramu, sehingga menyerahkan dirinya kepadamu, maka janganlah memperbudak dia. Sebagai orang upahan dan sebagai pendatang ia harus tinggal di antaramu; sampai kepada tahun Yobel ia harus bekerja padamu. Kemudian ia harus diizinkan keluar dari padamu, ia bersama-sama anak-anaknya, lalu pulang kembali kepada kaumnya dan ia boleh pulang ke tanah milik nenek moyangnya. Karena mereka itu hamba-hamba-Ku yang Kubawa keluar dari tanah Mesir, janganlah mereka itu dijual, secara orang menjual budak. Janganlah engkau memerintah dia dengan kejam, melainkan engkau harus takut akan Allahmu. Tetapi budakmu laki-laki atau perempuan yang boleh kaumiliki adalah dari antara bangsa-bangsa yang di sekelilingmu; hanya dari antara merekalah kamu boleh membeli budak laki-laki dan perempuan. Juga dari antara anak-anak pendatang yang tinggal di antaramu boleh kamu membelinya dan dari antara kaum mereka yang tinggal di antaramu, yang dilahirkan di negerimu. Orang-orang itu boleh menjadi milikmu. Kamu harus membagikan mereka sebagai milik pusaka kepada anak-anakmu yang kemudian, supaya diwarisi sebagai milik; kamu harus memperbudakkan mereka untuk selama-lamanya, tetapi atas saudara-saudaramu orang-orang Israel, janganlah memerintah dengan kejam yang satu sama yang lain. – Imamat 25:35-46

Dari mengatur tentang sumber daya alam (tanah dan rumah) kini Tuhan Allah mengatur tentang sikap dan perlakuan terhadap sesama. Perikop ini terbagi dua, yaitu sikap dan perlakuan terhadap saudara seumat yang jatuh miskin, dan sikap serta perlakuan terhadap bangsa lain yang karena miskin menjadi budak dari umat Tuhan.

Prinsip bagi keduanya adalah menyadari bahwa TUHAN Allah adalah Pembebas Maharahmani yang telah membawa umat Israel keluar dari Mesir, untuk mengaruniakan kepada mereka dua hal istimewa, yaitu 1) memberi mereka tanah Kanaan, dan 2) Allah menjadikan diri-Nya Allah mereka, mereka menjadi umat kepunyaan Allah. Kemilikan tanah sangat penting untuk umat Tuhan sebab itu adalah bukti Allah menggenapi janji-Nya. Tanah juga penting bagi kehidupan suatu bangsa sebab itu adalah unsur hakiki bagi kedaulatan dan kebangsaan. Dengan memiliki tanah mereka punya teritorial yang di dalamnya mereka boleh berkembang secara religius, budaya, ekonomi, sosial, politik, dst. Karunia yang kedua lebih penting lagi yaitu mereka menjadi bangsa yang memiliki Allah yang hidup, Tuhan sejati, yang benar-benar adalah Pencipta, Pemelihara, Pembebas, Pemimpin dan Pengendali segala sesuatu yang ada.

Nah, menyadari prinsip-prinsip ini kini Tuhan meminta umat-Nya untuk memperlakukan sesama saudaranya yang jatuh miskin sebagaimana mereka pernah diperlakukan oleh Tuhan Allah secara limpah kasih-setia, anugerah serta rahmat. Semua pertolongan yang diberikan kepada sesama saudara seumat tidak boleh dengan perhitungan untung rugi, mengenakan bunga, dlsb., melainkan dengan perlakuan persaudaraan. Semua pertolongan tidak boleh dikenakan riba, meski yang ditolong boleh dipekerjakan sebagai bagian dari anggota keluarga yang tahu berterima kasih dan bertanggungjawab. Mereka juga adalah hamba-hamba Tuhan, milik Tuhan seperti halnya yang menolong. Dan di Tahun Yobel saudara yang ditolong itu harus diizinkan kembali ke tanah asalnya, baik dirinya maupun seluruh keluarganya.

Lain halnya dengan bangsa-bangsa lain sekitar Israel. Sampai di sini kita langsung peka dan bertanya mengapa kok Tuhan mengizinkan umat-Nya memperbudak bangsa-bangsa lain yang tinggal di teritorial mereka? Apalagi ada ungkapan bahwa bangsa lain itu diizinkan diperbudak oleh Israel sebagai milik. Sungguh terdengar tidak manusiawi bukan? Tetapi jika kita pikirkan lebih dalam sambil mencoba membayangkan situasi zaman dulu, maka kita akan mendapatkan kesan kebalikan. Bangsa-bangsa asal dari para budak itu pasti akan memiliki sistem perbudakan dan perlakuan terhadap budak yang kejam, berat, tidak manusiawi. Contohnya adalah pengalaman Israel sebelum Tuhan membebaskan mereka dari Mesir. Padahal di sini Tuhan berulang kali memperingatkan Israel untuk takut akan Tuhan, untuk ingat kebaikan dan rahmat-Nya, dan untuk tidak memperlakukan para budak itu dengan kejam. Lagi pula ada kemungkinan bangsa-bangsa yang masih tinggal di Kanaan adalah bagian dari bangsa yang ditaklukkan dan diusir dari Kanaan karena tindakan penghakiman Allah atas dosa-dosa keji mereka. Maka mengizinkan sebagian dari mereka untuk tetap tinggal di antara Israel, bekerja, mengabdi sambil mendapatkan semua kebutuhan hidup mereka, bukankah itu adalah cara untuk mempertahankan hidup mereka juga? Di dalam era dimana kemiskinan meluas atau perekonomian belum terlalu kuat, maka memiliki budak dengan perlakuan manusiawi justru adalah tindakan kebaikan.

Dalam era kita kini, sudah pasti kita tidak lagi memiliki budak. Tetapi apakah juga pasti bahwa kita memperlakukan PRT / ART, pegawai, karyawan, OB, dlsb., tidak dengan cara dan sikap yang memperbudak mereka? Kiranya Tuhan sumber anugerah memberi kita kepekaan untuk bersikap dan memperlakukan siapa pun yang dalam naungan kita secara yang memanusiakan karena kita menghormati Tuhan Allah.

Be the first to comment

Leave a Reply