Pemaknaan Perjamuan Tuhan

Bagaimanakah agar unsur peringatan, perayaan, penghayatan dan pengharapan benar-benar dialami secara bernas dalam perjamuan kudus? Bagaimanakah agar suasana sukaita dan khusyuk boleh dirasakan benar oleh semua yang ambil bagian dalam perjamuan Tuhan? Jawabnya ada pada kesatuan pewartaan firman yang mendahului, penuturan arti dan prasyarat perjamuan serta beberapa unsur berikutnya.

Izinkan saya berbagi beberapa pengalaman mengikuti Ekaristi atau Perjamuan Tuhan di berbagai kesempatan berikut ini.

Sesudah penuturan dasar alkitabiah dan syarat, rohaniwan berkata: “Angkatlah hatimu.” Jemaat spontan menjawab: “Kami mengangkat hati kami kepada-Mu, ya Tuhan,” Atau, “Datanglah kepada-Ku hai kamu yang berlelah dan berbeban berat, pikullah kuk-Ku dan belajarlah kepada-Ku, maka kamu akan mendapatkan kelegaan sebab kuk-Ku itu enak dan beban-Ku itu ringan.” Atau, “seperti halnya dari banyak gandum dikumpulkan menjadi roti dan dari banyak buah anggur disatukan menjadi air anggur, demikian juga kita dari banyak suku dan bangsa dipersatukan dalam Tubuh Kristus.”

Kemudian bersama jemaat menaikkan doa yang sering membuat mata berlinang air mata: “Aku tidak layak menyambut-Mu, berfirmankah saja dan aku pun akan sembuh.” Atau, “Kami tidak layak datang ke meja-Mu Tuhan, O Tuhan yang penuh rahmat, kami hanya layak menerima remah-remah yang jatuh dari meja-Mu.” Atau, “Kami bersyukur atas korban-Mu yang menyelamatkan, mempersatukan kami dengan Engkau dan dengan sesama orang percaya, sambil memberdaya kami bagi Hari kami akan makan bersama-Mu di kekekalan kelak.”

Lalu pelayan memberikan ketul roti dan cawan anggur sambil berkata: “Inilah tubuh Tuhan yang dipecah-pecahkan bagimu, makanlah. Inilah darah Tuhan yang dicurahkan bagimu, minumlah.” Ini dilakukan entah dengan jemaat maju ke muka bergiliran dalam kelompok dan menerima itu dari beberapa pelayan yang siap melaksanakan tata cara itu, atau roti dan cawan anggur diberikan secara bergiliran dengan mengucapkan kalimat tersebut, dari seorang jemaat ke jemaat di sebelahnya.

Tidak bisa dilupakan bahwa Perjamuan yang Tuhan Yesus adakan bersama para murid-Nya dan yang diperintahkan-Nya menjadi sakramen untuk Kristen, diambil dari Perjamuan orang Yahudi. Pemimpin perjamuan itu biasanya mengucapkan “barakah” (berkat): “Terpujilah Engkau, ya Tuhan Allah Raja alam semesta, Engkau mengaruniakan roti ini dari bumi.” Lalu memecah-mecah dan membagikan roti. Kemudian mengucapkan barakah lagi: “Terpujilah Engkau, ya Tuhan Allah Raja alam semesta, Engkau mengaruniakan anggur dari bumi.” Lalu mereka makan dan minum dengan penuh syukur dan sukacita.

Sesungguhnya ada banyak makna dan beragam cara yang boleh dijadikan bingkai untuk pelaksanaan Perjamuan Tuhan dalam ibadah gerejawi kita masing-masing. Semoga dengan pemaknaan dan pengaturan yang lebih menampung artian teologis-spiritualnya ketimbang pertimbangan praktisnya, perjamuan kudus boleh sungguh menjadi makanan-minuman yang menyatukan kita dengan Tuhan yang dalam kemuliaan, mempersegar realisasi kesatuan umat sebagai Tubuh-Nya dan beroleh energi baru untuk perjalanan kesementaraan kita di bumi ini.

Mari dukung pelayanan Yayasan Simpul Berkat lewat kegiatan pelayanan
literasi yang dilakukan untuk setiap Kristen di Indonesia.
Kirim dukungan Anda ke Yay. Simpul Berkat: BCA 0953882377 a/n Philip hs.

Be the first to comment

Leave a Reply