Arti Sakramen

Mengambil contoh dari pohon kehidupan dan pelangi di Kejadian, Calvin menulis: “Adam dan Nuh menganggap ini sebagai sakramen. Bukan karena pohon itu memberi mereka keabadian sebab untuk dirinya sendiri pun pohon itu tidak dapat memberikan itu, bukan juga bahwa pelangi dapat menahan air, tetapi karena mereka memiliki tanda yang ditorehkan Allah kepadanya sehingga mereka menjadi bukti dan tanda perjanjian. Dan memang pohon itu sebelumnya sudah pohon, dan pelangi itu pun memang pelangi. Ketika  firman Allah dikatakan kepada mereka, bentuk dan fungsi baru dikenakan kepada mereka, sehingga mereka mulai menjadi apa yang tadinya bukan fungsi mereka… Jadi jika ada para filsuf mengejek kesederhanaan iman kita, mengatakan bahwa warna-warni alami itu terjadi karena sorotan cahaya yang dipantulkan di awan-awan semata, silakan kita akui itu, tetapi  tertawai mereka karena tidak sanggup mengenali Allah sebagai Tuhan dan penguasa alam semesta yang seturut kehendak-Nya memakai semua unsur untuk melayani kemuliaan-Nya. (John Calvin Institutes 4.14.18.)

Jadi bagaimana beda sakramental dari sakramen?

Sakramen melayani tujuan lebih besar. Ia bukan saja menyingkapkan Allah sebagai Pencipta tetapi juga sebagai Penyelamat, dan bukan saja sebagai Penyelamat umat-Nya secara umum tetapi sebagai Penyelamat saya. Bahkan, sakramen tidak hanya menyingkapkan, ia juga menghadirkan. Melalui Firman dan sakramen, Allah sungguh memberi apa yang Ia janjikan dalam injil-Nya… Sakramen adalah alat dari anugerah yang menyelamatkan ketimbang hanya anugerah umum… Ia tidak hanya memberikan keajaiban keterlibatan Allah dalam ciptaan, tetapi mewartakan dan memeteraikan pengampunan ilahi, pendamaian, pengangkatan anak, pembenaran, dam pengudusan. Tidak beda dari Firman, baptisan, dan Perjamuan Kudus diberikan posisi ini oleh Allah sebagai alat-alat anugerah khusus-Nya. (Michael Horton, In the Face of God (Dallas: Word, 1996), hlm. 119)

Mengapa kita butuh sakramen?

Karena firman semata hanya menohok ke satu indera, sementara sakramen-sakramen melibatkan juga penglihatan dan berbagai indera tubuh lainnya, dan juga dibagikan dalam perayaan yang bermakna dan khusus, menjadi mudah untuk kita sadari betapa untuk kita memelihara iman kita perlu pertolongan sakramen, sebab secara nyata mereka menyebabkan kita menyentuh dengan jari dan melihat dengan mata, dan sungguh kita cicip dan rasakan dampak yang kita nanti-nantikan, seakan itu sungguh sudah kita dapatkan. Karena alasan ini, bukannya kita merendahkan sakramen-sakramen kudus itu, kita justrsu mengakui bahwa kita tidak dapat cukup menjunjung kemuliaan dan keabsahan penggunaannya. (Theodore Beza, dikutip dalam Christopher Elwood, The Body Broken (New York: Oxford University Press, 1999), hlm. 101.)

Apa panduan para bapak gereja tentang bagaimana kita mengerti sakramen?

Agustinus: Sakramen adalah bentuk yang tampak dari anugerah yang tak tampak.

Hugh St Victor: Tanda dari hal yang sakral, Sebab oleh realitas yang tampak secara eksternal, realitas lain yang bersifat interior dan tidak tampak ditandai. Sakramen adalah penanda yang efektif berdampak nyata lebih dari hanya menunjuk dan menandai. (Dikutip dalam Michael G. Lawler, Symbol and Sacrament: A Contemporary Sacramental Theology

(Mahwah, N.J.: Paulist, 1987), hlm. 33.

Calvin mengutip dan menambahkan definisi Agustinus: sakramen adalah tanda luar yang olehnya Tuhan memeteraikan kepada hati nurani kita.janji-janji kehendak baik-Nya kepada kita untuk menopang kelemahan kita dan berikutnya kita membuktikan kesalehan kita di hadirat Tuhan dan para malaikat-Nya dan manusia. (John Calvin Institutes 4.14.1.)

Mari dukung pelayanan Yayasan Simpul Berkat lewat kegiatan pelayanan
literasi yang dilakukan untuk setiap Kristen di Indonesia.
Kirim dukungan Anda ke Yay. Simpul Berkat: BCA 0953882377 a/n Philip hs.

Be the first to comment

Leave a Reply