Membangun Ulang Jembatan yang Hancur

Tanah Lot, Bali

Kebersyukuran sanggup untuk menghubungkan orang kepada Allah dan kepada sesama. Sesungguhnya, ia memiliki kuasa untuk membangun jembatan baru dan memperbaiki hubungan pecah, bahkan yang terkesan tidak dapat lagi diperbaiki.

Dosa merusakkan semua hal, menyebabkan perpisahan dari Allah dan sesama. Dosa lahir dari keinginan dan keserakahan kita, yang akhirnya melahirkan maut (Yakobus 1:15). Definisi alkitabiah tentang kematian adalah perpisahan. Karena dosa Adam, manusia terpisah dari Allah. Karena ketidakterhubungan kita, kita jatuh ke dalam keputusasaan, penuduhan dan penghukuman. Dosa tidak hanya memutus jembatan; ia juga membakarnya.

Yesus datang ke bumi untuk memperbaiki hubungan rusak manusia dengan Allah. Salib adalah titik hubungan itu, tempat dimana jembatan yang rusak dibangun kembali dan diperbaiki. Melalui salib kita menerima kehidupan berkelimpahan yang hanya bisa terjadi melalui hubungan benar dengan Allah (Yohanes 10:10).

Dalam Perjanjian Lama, Allah mengurapi para imam untuk menjembatani jurang antara umat dan diri-Nya. Dalam Worship His Majesty (Sembah Kemuliaan-Nya), Jack Hayford menjelaskan ini dengan baik: Pontifex adalah istilah Latin untuk imam. Keindahan kata itu ialah dilihat dari asal sejarahnya, menjadi jelas bahwa imam adalah ide yang aktif, positif dengan maksud yang kuat. Arti sejatinya terletak dalam definisi asalnya “pontifex”: “pembangun jembatan.” Etimologi kata ini mendasari beberapa kata dalam bahasa Inggris seperti “pons” (jembatan), “pontage” (jalan untuk melintasi jembatan) dan “pontoon”
(jembatan apung)…. Keimamatan selalu diartikan sebagai sesuatu yang praktis — menolong kita menyeberang, atau untuk tiba dari sini ke sana.

Para imam bersyafaat untuk umat supaya mereka dapat berhubungan dengan Allah. Mereka membangun jembatan antara Allah dan umat melalui persembahan untuk dosa dan ucapan syukur. Para umam Perjanjian Lama adalah prototip Yesus. Yesus adalah Imam menurut imamat Melkisedek; Yesus adalah sang pembangun jembatan.

Kita tahu apa yang menghancurkan dan memutuskan hubungan-hubungan kita: hal seperti kemarahan, kekecewaan, kritik, permusuhan, hati yang dendam atau menolak untuk mengampuni. Ini semua adalah yang membakar jembatan karena sekali jembatan dibakar, tidak ada lagi kemungkinan untuk kembali. Karena sifat manusia kita, kita akan mengalami konflik. Tetapi kita tidak boleh kehilangan harapan untuk pemulihan dan pengampunan, maka kita selalu harus berusaha menyisakan ruang dalam diri kita untuk kembali.

Kebersyukuran memiliki kuasa pemulihan karena ia mulai dengan pengampunan yang kita terima dari Allah. Pengampunan itu didapatkan dalam kasih yang dinyatakan di salib,

Melalui pengucapan syukur yang berakar dalam, kita dapat mengampuni orang lain. Ketika kita mengucapkan terima kasih, hati dan mata kita dicelikkan untuk melihat kebaikan dalam diri orang lain. Kita mulai melihat potensi tidak terbatas dalam mereka, dan kita mulai menghargai mereka. Ketika hubungan kita dengan orang lain diperbaiki melalui kebersyukuran, aliran kehidupan menjadi melimpah.

Hakikat kehidupan Allah adalah kasih. Karena alasan itu, semakin melimpah kehidupan, semakin melimpah juga kasih. Kita adalah imamat yang rajani, maka misi kita adalah membangun jembatan. Jembatan tersebut didirikan melalui pengucapan syukur. Kita dapat membuat dunia ini tempat di mana kehidupan kekal Allah melimpah ruah melalui kebersyukuran.

(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas Kebersyukuran, psl. 27)

Be the first to comment

Leave a Reply