Tubuh

Foto: idntimes
Karena itu matikanlah dalam dirimu [tubuhmu] segala sesuatu yang duniawi. Kolose 3:5
Tubuh kita cerdas sekali. Melalui kebiasaan yang kita kembangkan sepanjang waktu, sesungguhnya tubuh menjalani kehidupan kita tanpa perlu usaha kita secara sadar. Meski ini baik, ini bisa juga buruk. Jika tubuh kita belajar kebiasaan yang merusak, kebiasaan tersebut akan sukar dihancurkan. Untungnya, tubuh kita memiliki kapasitas luar biasa untuk belajar informasi baru.
Ingat ketika Anda pertama belajar bagaimana mengemudi? Tangan, kaki dan mata kewalahan: sekuat apa saya harus injak, kapan saya injak dan kapan angkat, yang mana pedal rem dan yang mana gas? Tubuh Anda belum mengetahui bagaimana mengoperasikan sinyal belok sambil pada saat yang sama tetap mengemudi. Jari-jari Anda mencengkeram kemudi, kebanyakannya karena takut, sambil jantung berlomba dan mata berpindah pandangan dari jendela ke cermin ke pedal dan kembali lagi. Tetapi sesudah beberapa bulan tubuh Anda mulai belajar bagaimana melakukan semua hal tersebut bahkan tanpa berpikir. Tubuh Anda cerdas; kini ia tahu bagaimana mengemudi sendiri, dengan sangat sedikit usaha sadar di pihak Anda. Sama halnya dengan menyikat gigi atau membuat tandatangan.
Para ahli teori modern setuju: “Petunjuk biologis mengusulkan bahwa ingatan hadir dalam seluruh tubuh, seperti dalam koneksi-koneksi syaraf dan dalam sel-sel sistem kekebalan tubuh,” tulis Meredith B. McGuire. Tetapi sebagai tambahan kepada semua hal berguna yang tubuh kita pelajari, tubuh kita juga menyimpan dosa dalam ingatannya. Kita harus menolong tubuh melupakan ingatan akan dosa lama ini dan menumbuhkan yang baru. Sebagai orang yang di dalamnya Kristus diam, kita perlu melatih tubuh kita, yang sangat lentur dan lunak.
Satu kali Dallas Willard ditanya oleh seorang mahasiswa, “Bagaimana kita mengurus nafsu yang di dalam hati kita?” Ia menjawab, “Dosa tidak saja diam dalam hati kita, tetapi dalam tubuh, khususnya mata kita. Kita telah melatih mata untuk melihat dengan maksud memuaskan hawa nafsu.” Saya tidak pernah mendengar ide ini. Waktu rehat saya tanyai
Dallas, “Maksudmu dosa sungguh ada dalam… mata saya, bola mata saya ini?” Ia menjawab, “Ya.” Kita kerap menganggap dosa adalah tindakan rohani, tetapi menurut Dallas, dosa melibatkan kebiasaan-kebiasaan jasmani. Saya mulai menyetujui ia benar. Ketika kita bergosip atau berdusta, kita melatih lidah kita bicara salah tentang orang lain atau tidak mengatakan kebenaran. Semakin sering kita lakukan itu, semakin wajar lidah kita mulai bergosip atau berdusta, dengan sedikit usaha kita untuk menghambatnya. Sama seperti halnya mengemudi, kita terlatih melakukan dosa tanpa berpikir lagi.
Namun demikian ada kabar baik. Kita dapat melatih ulang tubuh kita dan kebiasaan alaminya. Dalam Kolose 3:5, Paulus memberitahu agar kita mematikan dosa dalam anggota tubuh kita, atau dalam bagian-bagian tubuh kita. Ini mungkin terkesan aneh, tetapi dengan apa yang telah disebutkan tadi tentang tubuh dan pengetahuan, ini masuk akal. Tubuh kita telah belajar bagaimana berdosa. Tubuh juga bisa belajar bagaimana untuk saleh.
Ketika saya berusia lima belas tahun, tulang kecil lengan kiri saya patah dan harus digips dalam balutan ketat. Masalahnya ialah waktu itu hanya enam minggu sebelum latihan bola basket mulai. Dan yang lebih buruk ialah saya seorang kidal. Saya bukan orang yang pandai menggunakan kedua tangan tetapi saya benar-benar kidal. Dalam keadaan kidal, saya selalu mendribel dan menembak dengan tangan kiri saja (seperti juga waktu menulis, makan dan menyikat gigi dengan tangan
kiri). Saya sangat ingin bermain sampai saya ke ruang olah raga hanya sanggup memakai tangan kanan.
Tiap hari, dengan usaha sendiri, saya berlatih mendribel. Mulanya sengsara sekali. Saya membuat bola melambung lepas dari kaki dan bergumul menemukan irama yang tepat. Saya mendribel entah terlalu kuat atau lemah dan tidak sanggup bermanuver dengan baik sebab saya tidak dapat mengendali bola dengan mudah, sewajar yang biasa saya lakukan dengan tangan kiri. Tiap hari saya berlatih mendribel masuk keluar area kerucut kuning, mundur dan maju, cepat dan lambat, kiri dan kanan. Barangkali saya telah mendribel bola dengan tangan kanan itu sebanyak lima ribu kali. Lima minggu kemudian x-ray memperlihatkan tulang tangan kiri saya telah sembuh, dan saya siap untuk bermain lagi kini dengan menggunakan kedua tangan.  Seminggu kemudian latihan mulai. Di akhir latihan kami berlatih rebutan. Semua rekan tim saya tahu bahwa saya kidal dan selalu mendribel di kiri saya, yang mereka potong dengan berdiri menghalangi dari sebelah kiri saya. Pada
permainan pertama saya tangkap bola, pura-pura ke kiri dan pindah ke sebelah kanan saya, mendribel dengan tangan kanan, dan melepas tembakan melompat dan masuk. Lalu pelatih meniup peluitnya. “Smith,” teriaknya, “ke sini.” Saya mendekat, dan ia berkata kepada saya secara pribadi, “Kapan kamu belajar pindah ke kanan?” Jawab saya, “Oh, waktu tangan kiri saya patah sebulan yang lalu dan selama tiga puluh hari saya hanya memakai tangan kanan ketika berlatih. Sekarang saya bisa memakai keduanya.”
Tubuh Bisa Menjadi Sekutu dalam Kehidupan Rohani Kita
Sebagaimana saya melatih tangan kanan yang sebelumnya tidak biasa saya pakai, demikian juga kita dapat melatih anggota tubuh kita untuk berkelakuan sebagaimana yang seharusnya merupakan kelakuan para pengikut Kristus. Kita dapat melatih mata kita untuk melihat keindahan dan berpaling dari nafsu. Kita dapat melatih lidah kita untuk menceritakan kebenaran, memberkati orang dengan perkataan kita dan menghindar dari bicara buruk tentang orang lain. Kita dapat melatih tangan kita untuk melayani orang lain, kita dapat melatih kaki kita untuk mengunjungi yang terpinggir dan tersesat. Tubuh kita tidak akan
secara alami cenderung ke hal-hal ini, seperti halnya tangan kanan saya mendribel bola mengenai kaki pada minggu pertama. Tetapi akhirnya ia mulai mengendali bola bahkan tanpa usaha sadar saya. Itulah yang ingin kita capai: melakukan perkara benar berulang-ulang, di bawah pimpinan Roh, sampai tubuh kita secara alami melakukan apa yang benar.
Maka saya mendorong Anda mengucapkan syukur untuk tubuh Anda. Tubuh Anda baik adanya. Lalu saya ingin mendorong Anda memikirkan berbagai cara tubuh Anda telah dilatih di bawah ide dan ideal kerajaan dunia ini, dan mempertimbangkan dalam doa bagaimana dapat melatihnya kembali menjadi sekutu pada perjalanan hidup Anda dalam Roh.
Menghidupi Kebenaran Ini
Pikirkan satu cara Anda dapat mengubah kebiasaan tubuh dan mulai melatih tubuh Anda dalam cara sebagaimana seharusnya ia dipakai.
Peneguhan
Tubuh saya adalah pemberian mulia dari Allah, dan saya menolak memakainya untuk dosa. Sebaliknya saya akan merayakan tiap hari dan melatihnya sampai ia menjadi sekutu dalam saya mengikut Yesus.
Doa
Abba, ampuni saya karena tidak menghargai peran tubuh saya dalam kehidupan bersama-Mu. Terimakasih untuk bait Roh-Mu yang indah ini dan hidup yang Kau karuniakan kepadaku. Tolong saya membersihkan kebiasaan berbahaya dan mulai mengembangkan kebiasaan sehat hari ini. Amin.
Renungan
Bagaimana Anda tadinya berpikir tentang tubuh Anda, apakah sebagai musuh atau sekutu dalam kehidupan Anda bersama Allah?
(James Bryan Smith, Tersembunyi dalam Kristus, psl. 10)

Be the first to comment

Leave a Reply