TENTANG TEBUSAN NAZAR (2)

Jikalau itu termasuk hewan yang boleh dipersembahkan sebagai persembahan kepada TUHAN, maka apapun dari pada hewan itu yang dipersembahkan orang itu kepada TUHAN haruslah kudus. Janganlah ia menggantinya dan janganlah ia menukarnya, yang baik dengan yang buruk atau yang buruk dengan yang baik. Tetapi jikalau ia menukar juga seekor hewan dengan seekor hewan lain, maka baik hewan itu maupun tukarnya haruslah kudus. Jikalau itu barang seekor dari antara hewan haram yang tidak boleh dipersembahkan sebagai persembahan kepada TUHAN, maka hewan itu harus dihadapkannya kepada imam, dan imam harus menetapkan nilainya menurut baik atau buruknya, dan seperti penilaian imam demikianlah jadinya. Dan jikalau orang itu mau menebusnya juga, ia harus menambahkan seperlima kepada nilai itu. Apabila seorang menguduskan rumahnya sebagai persembahan kudus bagi TUHAN, maka imam harus menetapkan nilainya menurut baik atau buruknya, dan seperti nilai yang ditetapkan imam demikianlah harus dipegang teguh. Tetapi jikalau orang yang menguduskan itu mau menebus rumahnya, maka ia harus menambah harganya dengan seperlima dari uang nilainya dan rumah itu menjadi kepunyaannya pula. Jikalau seseorang menguduskan sebagian dari ladang miliknya bagi TUHAN, maka nilainya haruslah sesuai dengan taburannya, yakni sehomer taburan benih jelai berharga lima puluh syikal perak. Jikalau ia menguduskan ladangnya mulai dari tahun Yobel, maka nilainya haruslah dipegang teguh. Tetapi jikalau ia menguduskan ladangnya sesudah tahun Yobel, maka imam harus menghitung harganya bagi orang itu sesuai dengan tahun-tahun yang masih tinggal sampai kepada tahun Yobel, dan harga itu harus dikurangkan dari nilainya. Dan jikalau orang yang menguduskannya benar-benar mau menebus ladang itu, maka ia harus menambah harganya dengan seperlima dari uang nilainya dan ladang itu tetap dimilikinya. Tetapi jikalau ia tidak menebus ladang itu, malahan ladang itu telah dijualnya kepada orang lain, maka tidak dapat ditebus lagi. Tetapi pada waktu bebas dalam tahun Yobel, ladang itu haruslah kudus bagi TUHAN, sama seperti ladang yang dikhususkan bagi TUHAN. Imamlah yang harus memilikinya. Dan jikalau ia menguduskan bagi TUHAN ladang yang telah dibelinya dan yang tidak termasuk ladang miliknya dahulu, maka imam harus menghitung baginya harga nilainya sampai kepada tahun Yobel dan orang itu haruslah mempersembahkan nilai itu pada hari itu juga sebagai persembahan kudus bagi TUHAN. Dalam tahun Yobel ladang itu harus dipulangkan kepada orang yang menjualnya kepadanya, yakni kepada orang yang mula-mula memiliki tanah itu. Dan segala nilai harus menurut syikal kudus, syikal itu harus dua puluh gera beratnya. – Imamat 27:9-25

Nazar seringkali juga merupakan janji pemberian dalam bentuk binatang atau tanah atau rumah, seperti yang diatur dalam perikop ini.

Apabila yang bernazar memberikan persembahan hewan yang layak untuk dipersembahkan kepada Tuhan ingin menarik kembali hewan itu, semisal karena binatang itu ia butuhkan untuk pencarian nafkah kesehariannya, maka ia harus mengganti hewan tersebut dengan hewan lain yang juga layak dipersembahkan kepada Tuhan.

Apabila itu menyangkut binatang haram maka nilainya harus ditentukan oleh imam, dan tebusan untuk binatang tersebut harus sesuai yang ditetapkan imam plus 20% nilai tersebut.

Apabila itu menyangkut rumah juga nilai tebusannya harus ditambah 20% nilai rumah itu sendiri.

Apabila menyangkut ladang maka penetapan harga ladang itu dikaitkan dengan tiga aspek, yaitu 1) tanah tersebut tanah miliknya karena warisan atau tanah yang dibeli dari orang lain, 2) nilai benih yang dapat ditaburkan dan dituai darinya, dan 3) lama penebusan ladang itu dari Tahun Yobel – produktivitas tanah tersebut diukur dari jangka waktu dari Tahun Yobel.

Pertanyaan yang muncul tentang nazar adalah apakah hal ini masih berlaku dalam kehidupan Kristen masakini? Dari Ulangan 23:22-23 yang telah dirujuk kemarin dan dari bagaimana aturan ini bukan tentang kewajiban memberikan nazar melainkan tentang bagaimana menarik balik nazar yang pernah diutarakan kepada Tuhan, dapat disimpulkan bahwa ini mengatur nazar yang rupanya sudah menjadi kebiasaan yang berlaku di tengah umat waktu itu. Yaitu berjanji atau bersyukur atau mengungkapkan kasih kepada Tuhan dalam situasi dan kondisi tertentu. Jadi nazar tidak diwajibkan tidak juga dilarang. Yang lebih penting prinsip dalam aturan ini ialah jangan tergesa-gesa mengambil putusan atau mengeluarkan janji tertentu kepada Tuhan tanpa lebih dulu menyadari dan meniati konsekuensi pernyataan itu. Pada masakini banyak gereja memberlakukan berbagai cara untuk meningkatkan pendanaan gereja, antara lain dengan melakukan gerakan “janji iman.” Dalam perspektif Alkitab tentang persembahan, maka yang lebih dapat dipertanggungjawabkan adalah pengajaran dan pembinaan kepada jemaat tentang 1) Tuhan sumber segala berkat, 2) orang percaya adalah penatalayan dari semua berkat Tuhan, 3) bersyukur, berkorban, berbagi dan pengendalian diri adalah panggilan untuk dihidupi oleh semua orang Kristen, 4) hati untuk mendukung berbagai kebutuhan misi luas dan misi khusus penginjilan, serta kebutuhan gereja lain yang berkebutuhan lintas denominasi. Apabila pembinaan prinsip-prinsip ini dijalankan maka gereja tidak perlu mengadakan kiat pencarian dana yang seperti halnya nazar di atas kemudian hari ditimbang perlu ditarik kembali.

Be the first to comment

Leave a Reply