TANAH MUNTAH?

Negeri itu telah menjadi najis dan Aku telah membalaskan kesalahannya kepadanya, sehingga negeri itu memuntahkan penduduknya. Tetapi kamu ini haruslah tetap berpegang pada ketetapan-Ku dan peraturan-Ku dan jangan melakukan sesuatupun dari segala kekejian itu, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, –karena segala kekejian itu telah dilakukan oleh penghuni negeri yang sebelum kamu, sehingga negeri itu sudah menjadi najis– supaya kamu jangan dimuntahkan oleh negeri itu, apabila kamu menajiskannya, seperti telah dimuntahkannya bangsa yang sebelum kamu. Karena setiap orang yang melakukan sesuatupun dari segala kekejian itu, orang itu harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya. Dengan demikian kamu harus tetap berpegang pada kewajibanmu terhadap Aku, dan jangan kamu melakukan sesuatu dari kebiasaan yang keji itu, yang dilakukan sebelum kamu, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan semuanya itu; Akulah TUHAN, Allahmu.” – Imamat 18:25-30

Ancaman atau tepatnya peringatan keras Tuhan terhadap perilaku incest dan berbagai penyimpangan seksualitas dan gender ini membangkitkan pertanyaan teologis penting. melakukan berbagai dosa yang mencemari Nama Tuhan, najis dan bahkan keji itu? Peringatan itu jelas serius, bukan kosong! Sebab diulang tiga kali. Dan disertai bukti bahwa itu memang terjadi pada bangsa-bangsa lain bukan Israel yang mempraktikkannya.

Apakah yang ingin disampaikan firman Tuhan ini melalui ungkapan metaforis “muntah” ini? Apakah itu berarti bahwa berbagai bencana dan malapetaka dalam alam – seperti, hutan menggurun, udara dan sungai serta laut mengalami polusi hebat, gunung meletus, gempa bumi, paceklik, meteor menghantam bumi, banjir, tsunami, pandemi, dlsb. – dapat diartikan sebagai wujud dari apa yang Tuhan firmankan ini sebagai “tanah muntah”? Apakah bila memang demikian berarti berbagai bencana dan malapetaka adalah hukuman Tuhan? Apakah hukuman Tuhan tersebut semata proses alami atau di dalamnya memang Tuhan sedang beraksi? Untuk menjawab beberapa pertanyaan ini, kita harus mengkaji beberapa contoh narasi alkitabiah, juga berbagai ajaran alkitabiah sebagaimana yang disarikan dalam teologi Kristen.

Kita ambil dua contoh tentang “bumi memuntahkan penduduknya yang berdosa keji” ini. Pertama sepuluh tulah di Mesir. Sepuluh tulah yang Tuhan Allah kirimkan atas bangsa Mesir memang bertujuan utama agar umat Tuhan boleh dibebaskan dari perbudakan dan dijadikan umat Tuhan yang merdeka, punya nama, tanah, dan bebas mengatur hidup sesuai yang difirmankan Tuhan. Dalam pengkajian lebih dalam kita temukan bahwa tulah-tulah itu bersisi sejajar dengan tujuan pembebasan yaitu penghukuman Tuhan atas beragam dosa berhala kafir yang dianut orang Mesir, juga penghukuman Tuhan atas kepemimpinan dan pemerintahan Firaun yang tidak manusiawi.

Contoh kedua adalah air bah Nuh. Air bah Nuh jelas dikirimkan Tuhan untuk menyelamatkan suatu keturunan baru yang seturut maksud semula penciptaan. Nuh yang takut akan Allah dipilih untuk menjadi generasi yang diselamatkan dan diharapkan menjadi kemanusiaan yang baru. Sejajar dengan maksud penyelamatan itu, air bah juga adalah hukuman Tuhan atas generasi manusia yang berdosa dan yang juga berskala luas sampai meliputi seluruh bumi dan segenap isinya.

Dari kedua contoh tadi, kita dapat menyimpulkan beberapa prinsip teologis tentang “bumi muntah” sebagai bentuk penolakan alami-ilahi terhadap dosa-dosa yang berlaku di dunia manusia. Pertama, Tuhan mengendalikan segala sesuatu. Tidak ada peristiwa apa pun yang luput dari kendali, pengetahuan atau izin Tuhan. Kedua, Tuhan mengendali segala sesuatu dalam alam dari sifat-sifat-Nya yang kasih, adil, kudus, benar, setia, dan untuk menegakkan sambil mewujudkan sifat-sifat-Nya itu di ciptaan milik-Nya ini. Maka semua yang Tuhan kendalikan ini tidak terjadi secara acak, kebetulan, semena-mena, atau secara tidak adil / benar / kasih menurut semua sifat Allah. Ketiga, seluruh alam ciptaan Allah selain dikendalikan dan dihadiri penuh oleh sang Pencipta, juga dicipta Allah dengan berbagai hukum yang kita sebut alami. Contoh paling nyata, penebangan pohon secara liar menghasilkan penggurunan, peningkatan suhu, pencairan es di wilayah-wilayah ber-es abadi dan menghasilkan penaikan permukaan laut. Bukan saja masing-masing tatanan alami mengandung hukum alami-moral secara interaktif, tatanan yang satu dengan yang lain pun bersifat interaktif. Karenanya, apa yang merupakan perbuatan immoral di lingkup dunia manusia saja (incest, zina, korupsi, bestialitas, LGBT, dlsb.) bukan hanya berisiko buruk ke diri pelaku sendiri dan lingkup komunalnya, tetapi juga mengingat adanya kontrol ilahi dan interaksi berbagai tatanan alami dalam ciptaan Allah, berpotensi menyebabkan pengalaman “muntahnya bumi” sebagaimana peringatan keras dari Tuhan ini.

Sebaliknya, apabila umat Tuhan menolak berbagai dosa pencemaran Nama Tuhan, keji dan najis itu, maka shalom dari Tuhan boleh merebak, mewujud nyata memberkati dunia manusia, binatang, sungai, laut, udara, dst. Berhubung kedatangan Kerajaan Allah masih berproses, maka kenyataan yang kita alami di bumi kini adalah silih ganti, atau gumulan nyata proses langit-bumi baru kontra proses langit-bumi lama yang akan binasa. Maka dengan bersumber pada kuat kebenaran Firman dan kuasa karya pembaruan Kristus oleh penyertaan Roh, marilah kita berproses dalam sifat dan maksud shalom Tuhan itu.

DOA: Datanglah Kerajaan-Mu di bumi seperti di surga, ya Bapa. Dan, tolong kami untuk berperan aktif dalam proses pewujudan Kerajaan-Mu dalam dunia sosial maupun dunia alami. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply