Selalu Ada Harapan (3)

Tanah Lot, Bali
Apakah kita memerlukan harapan? Ya. Bolehkah orang Kristen berharap? Ya. Apakah ada kemungkinan kita berada di luar harapan? Tidak. Apakah besarnya harapan kita ukuran dari anugerah Allah? Ya. Apakah harapan kita akan keselamatan memberikan kesukaan, energi, kesetiaan dan hasrat untuk berguna bagi Allah? Ya, ya, ya, ya. Bolehkah kita berharap bahwa Allah akan memakai kita setiap hari untuk kemuliaan-Nya, meski kita masih belum mengalami pengudusan sempurna?
Ya. Apakah ini kabar baik yang mulia? Ya.
Baik adanya harapan untuk Anda! – atau seperti sementara orang berkata, inilah berharap itu! – berharap sebagai suatu gaya hidup, berharap sebagai sumber kekuatan dan berharap sebagai sumber kesukaan dalam hati dari mana pujian dan doa akan memancar-mengalir terus menerus.
Itukah hal terakhir yang harus saya katakan? Belum lagi.
Saya pikir Anda tahu bahwa kejahatan berkeliaran dalam dunia milik Allah ini: kelicikan, kedengkian, kejahatan destruktif, kepala batu, dikomandani oleh malaikat rusak yang Alkitab sebut Iblis (Ibrani: Satan, berarti “musuh” atau “lawan”). Saya pikir Anda tahu bahwa Iblis ada di sini dan kini mengejar Anda secara pribadi, sebab dengan mengabdikan diri Anda kepada Yesus Kristus Anda menempatkan diri melawannya. Dengan masuk ke arena konflik antara pencipta dan perusak, yang Anda buat ketika Anda menerima masuk ke pihak Tuhan, Anda telah memastikan bahwa mau tidak mau, sepanjang hidup Anda yang sisa Anda akan ada dalam keadaan perang rohani. Saya pikir Anda tahu bahwa dengan tidak berhasil menahan Anda dari beriman, Iblis akan melakukan yang paling terkutuk (saya gunakan ungkapan ini untuk menekankan bagaimana hal itu membangkitkan penghukuman dari Allah) untuk menahan Anda dari pertumbuhan sehat dalam Kristus, dan kegunaan untuk-Nya
dalam pekerjaan dan kesaksian. Ini berarti bahwa Iblis akan berjuang untuk menyimpangkan Anda dari jalan-jalan kekudusan dan pengharapan.
Dan saya pikir Anda tahu bahwa sebagian dari Anda yang membaca kata-kata ini telah terperangkap dalam hati oleh Iblis dalam wilayah harapan, sehingga kuasa harapan yang memberi kesukaan, meluaskan hidup, dan membangkitkan energi yang dibicarakan oleh Paulus dan Petrus hanya sedikit Anda kenal. Mari bersama saya memikirkan sesaat bagaimana hal itu boleh diubahkan.
Untuk memadamkan harapan sebagai kebiasaan akal budi dan hati, Iblis mengeksploitasi baik kelemahan karakter dalam diri kita maupun sikap dan perilaku cemar yang kita kembangkan yang menyaksikan adanya relasi buruk dan salah di masa lalu kita. Bahwa sebagian kita memiliki temperamen yang murung dan melankolis (ungkapan lama untuk depresi), sehingga secara alami kita terserap diri sendiri dan mengasihani diri, merasa terdampar dan tertolak, serta mengangankan yang terburuk,
sebagaimana Eeyore dalam dongeng Winnie-the-Pooh. Sebagian kita tertekan oleh perasaan malu dan tidak berdaya (canggung, lamban; kurang cantik, cerdas, kuat, cemerlang) yang menghancurkan, sampai kita merasa tidak percaya diri, rendah diri dan menyingkir ketakutan, takut ketahuan tentang kebodohan yang gagal kita perhatikan. Sebagian kita menanggung bekas luka pedih yang tak dapat kita lupakan dan yang merusak yang tak dapat kita perbaiki (dari asuhan buruk orangtua, perundungan, relasi pecah, pelecehan seksual, penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya). Kenangan rasa bersalah menyimpan aib dan penghinaan diri tetap hidup dalam hati kita. Perasaan terpenjara dalam tubuh yang
sakit dan makin merosot, atau rumahtangga tanpa kasih, atau rutin yang menghancurkan jiwa, mendorong kita untuk menyesali keberadaan kita sendiri sebagai suatu kesengsaraan yang sempurna. Kelelahan emosional
dalam jangka waktu lama, membuat kita merasa, seperti pernah dikatakan oleh seorang kepada saya, bahwa iman kita serapuh kertas tisu, dan berharap secara positif untuk apa pun terasa di luar jangkauan kita.
Iblis adalah jagonya dalam memakai semua ini dan berbagai keadaan serupa lainnya untuk menghalangi kita dari mempraktikkan pengharapan.
Kita tidak senantiasa berdamai dengan diri kita sendiri – yaitu, dengan perasaan, dorongan dan sikap kita – sebagaimana yang kita anggap atau perlukan. Mungkin Anda menemukan diri Anda ingin mengabaikan apa yang telah saya uraikan tentang harapan Kristen dalam Allah sebagai ocehan sia-sia. Ini mungkin disebabkan saya mengacu ke kelemahan dan kerentanan yang Anda sendiri memiliki andil untuk menyangkali bahwa demikianlah Anda. Jika demikian halnya, saya jamin Anda hanya mengenal sedikit kesukaan yang datang dari memiliki harapan daripada yang Anda inginkan, dan jujur, dari yang saya ingin agar Anda ketahui. Saya mohon Anda bersedia memeriksa diri Anda tentang hal ini. Bagaimana? Melalui beberapa perenungan jujur, saya dorong Anda mendengarkan suara dari masa lalu. Dapatkanlah Pilgrim’s Progress karangan John Bunyan (versi lengkap); tulisan itu adalah sebuah alegori pastoral klasik yang terus menerus telah diterbitkan ulang sepanjang tiga abad. Ia merujuk ke hikmat Puritan tentang kehidupan rohani, dan penggalan kedua dari bagian kedua buku itu banyak
berbicara tentang Pak Patah-semangat dan putrinya Dik Banyak-takut, yang telah diluputkan dari cengkeraman Raksasa Putus-asa, tentang Mas Lemah-pikiran dan pamannya Pak Takut-melulu, yang sepanjang perjalanan mereka membuat cuaca makin terasa berat, dan tentang Bung Siap-berhenti, yang sama sekali tidak sanggup untuk maju tanpa kruk.
Bacalah seluruh buku itu, kedua bagiannya, lalu fokuslah pada apa yang dikatakan tentang tokoh-tokoh tersebut dan bagaimana mereka dilayani. Saya pikir Anda akan tertolong olehnya untuk berharap. Sementara itu,
izinkan saya beritahukan sesuatu yang saya sendiri haru belajar mengatakan kepada diri saya sendiri dalam hari-hari ketika saya dalam keadaan sinis, bukan karena meragukan iman alkitabiah melainkan sangat tidak menyukai himne-himne tentang surga dan cara orang menyanyikannya dengan entusias.
Pertama, inti dari harapan Kristen, baik di sini dan kelak, ialah persekutuan kasih antara orang berdosa yang telah diselamatkan dengan Bapa, Anak dan Roh Kudus, menyembah, menaati dan berusaha untuk menyukakan Ketiga yang Ilahi melalui pelayanan kita. Itulah hakikat dan realitas kekal kehidupan rohani; yaitu sifat dasar surga sesungguhnya, dan jika saya adalah seorang Kristen sejati, itulah sesungguhnya kehidupan saya masa kini yang sedang saya alami. Di sini dan kini, kehidupan rohani membawa kesukaan, bersama dengan damai dan pemenuhan yang tidak datang dari sumber lain, dan prospek bahwa hal itu akan berlangsung terus. Itu berarti bahwa setiap saat dalam surga akan seperti yang dikatakan dengan tepat oleh Robert Browning, “yang terbaik masih akan datang,” sama seperti halnya setiap orang beriman
dapat katakan juga tentang semua saat di bumi ini. Akan merupakan suatu dosa bodoh bila orang menghina atau tersinggung oleh prospek sedemikian menakjubkan.
Kedua, dunia pascamodern kita kini yang temaram, materialis, sesungguhnya adalah parade kedunguannya yang berdosa ketika ia mengejek pengharapan akan surga, dan akan sama dungu dan berdosa untuk seorang Kristen bergabung dengan dunia tentang hal itu. Beberapa kalimat yang ditulis oleh C. S. Lewis satu abad yang lalu, patut untuk
dikutip di sini:
Pengharapan adalah salah satu kebajikan teologis. Ini berarti bahwa menatap ke depan terus menerus ke dunia kekal, bukan (sebagaimana yang dipikirkan oleh orang modern) sebentuk pelarian atau angan-angan kosong, tetapi salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang Kristen.
Tidak perlu kita dikhawatirkan oleh segelintir orang jenaka yang berusaha menjadikan “surga” yang orang Kristen harapkan sebagai ejekan dengan mengatakan bahwa mereka tidak ingin “memakai waktu kekal dengan bermain harpa.” Jawab bagi orang semacam itu ialah bahwa jika mereka tidak dapat memahami buku-buku yang ditulis untuk orang dewasa, mereka
lebih baik tidak usah membicarakannya. Semua penggambaran dalam Alkitab (harpa, mahkota, emas, dlsb.) tentunya adalah sekadar usaha simbolis untuk mengungkapkan hal yang tak terungkapkan/ instrumen musik disebut sebab untuk banyak orang (tidak semua) musik adalah adalah hal dalam kehidupan masa kini yang paling mengandung kesan kesukaan dan keabadian. Mahkota disebut ntuk mengusulkan fakta bahwa mereka yang bersatu dengan Allah dalam kekekalan berbagi keagungan, kuasa, dan kesukaan-Nya. Emas disebut untuk mengusulkan keadaan surga yang tidak berbatas waktu (emas tidak berkarat) dan nilainya yang mulia. Orang yang menerima simbol-simbol ini secara harfiah boleh jadi juga berpikir bahwa ketika Kristus mengatakan kita harus seperti burung merpati, ia maksudkan bahwa kita harus meletakkan telur-telur
(Mere Christianity [London: Fontana, 1955], hlm. 116, 119).
Ketiga, Allah kita yang penuh anugerah telah meletakkan perkenan-Nya pada hal yang telah Ia sampaikan melalui Kristus, melalui para rasul dan melalui seluruh Alkitab tenang hidup yang akan datang, dan dalam janji-janji tentang masa depan yang telah Ia berikan kepada semua orang percaya (kruk dalam alegori Bunyan yang tanpa adanya kruk itu
Bung Siap-berhenti tidak sanggup berjalan. Janji-janji ini selalu mengandung tatapan ke surga. Akan menjadi bodoh dan berdosa serta menghina Allah bila kita menolak percaya pada pengajaran ini dan janji-janji ini sementara kita menerima hal-hal lain yang diajarkan oleh Kristus, para rasul dan Alkitab sebagai kebenaran ilahi. Dapatkah kita dibenarkan bila kita tidak menerima perkataan Allah tentang sesuatu? Bolehkah kita di sini dan kini dibenarkan untuk menunda kepercayaan dari premis-premis Allah tentang masa depan? Tidak, tentu tidak boleh. Sikap sombong untuk tidak memercayai apa yang dengan
jelas Allah deklarasikan adalah dosa Eden, dosa yang waktu itu tidak berdasar dan tentunya tidak berdasar juga untuk masa kini.
Dampak nyata dari depresi ialah hilangnya kuasa untuk percaya bahwa ada sesuatu yang baik menantikan Anda, dan salah satu penyebab depresi ialah merasa Anda adalah seorang yang tidak sesuai atau asing atau pecundang. Depresi rohani terjadi ketika perasaan-perasaan seperti itu melahap habis keyakinan Anda akan kasih Allah yang luas, tak terukur, tak terbatas, dan bebas untuk Anda. Saya curiga bahwa Anda kenal sebagian perasaan itu, banyak bahkan mungkin kebanyakan orang modern,
menjalani hidup dalam keadaan depresi rohani tanpa diagnosis sebab perasaan mereka secara teratur menguasai mereka. Tetapi jawab akhir untuk semua perasaan inferior ialah mengingatkan diri Anda bahwa Allahmu mengasihi, membebaskan, mengampuni, memulihkan, melindungi, memelihara dan memakai orang bermasalah, pinggiran dan gagal, tidak
kurang dari Ia memakai orang-orang baik yang melintas perjalanan hidup Anda yang sering ingin Anda tiru. Hal ini akan Anda lihat dalam bagian penelaahan Alkitab di bagian akhir tiap pasal, di mana Carolyn dan saya persembahkan untuk Allah dan untuk Anda, sambil berdoa bahwa Allah boleh memakai mereka untuk membalikkan banyak orang kembali menjadi para pengharap yang berbahagia sebagaimana maksud panggilan Allah untuk semua orang Kristen.
(James I. Packer, Selalu Ada Harapan, Pendahuluan 3)

Be the first to comment

Leave a Reply