Salib sebagai Korban Unggul

Kembali penulis Surat Ibrani membuat beberapa perbandingan antara korban-korban yang diselenggarakan di bawah keimamatan Perjanjian Lama dengan korban yang Yesus Kristus persembahkan sebagai Imam Besar Agung.

Pertama, ia menyebut bahwa korban-korban keimamatan lama adalah bayang-bayang semata (10:1) dari yang akan digenapi di dalam Yesus Kristus. Korban Perjanjian Lama bukan korban yang sejati dan tidak dapat menghasilkan keselamatan. Demikian juga kemah sembahyang hanyalah bayang-bayang dari apa yang ada di surga (8:5). Kita tahu bahwa bayang-bayang pohon hanya gambaran gelap yang terlihat di tanah dan bukan pohon itu sendiri; bayang-bayang orang bukan orang itu sendiri; bayang-bayang keselamatan bukan keselamatan itu sendiri. Tidak ada substansi dari realitas yang dibayangkan.

Kedua, korban-korban keimamatan lama harus diulang-ulang penyelenggaraannya (10:1). Bahkan korban-korban berulang-juga ulang harus dipersembahkan untuk diri imam sendiri sebelum untuk umat (7:27). Puncak dari korban untuk pendamaian yaitu di Hari Raya Pendamaian korban hanya dapat menutupi dosa-dosa umat setahun sebelumnya dan di tahun berikut kembali harus diadakan untuk menutupi dosa-dosa berikutnya lagi. Maka seluruh penyelenggaraan korban-korban keimamatan lama tidak pernah selesai, tidak tuntas menyelesaikan masalah dosa.

Ketiga, korban-korban Perjanjian Lama juga bukan menghasilkan keselamatan secara riil tetapi lebih menyebabkan munculnya kesadaran akan dosa yang telah dibuat. Penyelesaiannya atas dosa hanya bersifat sementara, bayang-bayang, sekadar menutupi. Tetapi berbarengan dengan pemberian korban penghapus dosa justru orang disadarkan akan dosa dan keberdosaannya (10:2-3).

Keempat, permasalahan dari semua kekurangan di atas dikemukakan dalam pernyataan penulis Ibrani berikut ini: “tidak mungkin darah kembu jantanh atau darah domba jantan menghapuskan dosa” (10:5).

Semua kelemahan, kekosongan, kekurangan dan kemustahilan dalam korban-korban keimamatan lama justru di dalam korban Yesus Kristus di salib diselesaikan masalahnya.

Pertama, karena seluruh kehidupan Yesus Kristus adalah ketaatan sempurna yang memenuhi kehendak dan menyukakan hati Bapa. Maka kelebihan dari korban Yesus Kristus jelas sekali: 1) bukan dilayankan oleh orang yang pernah tidak taat (imam Lewi) melainkan oleh Yesus Kristus yang sepenuhnya taat memenuhi kehendak Allah, 2) bukan berbentuk binatang yang darahnya tidak mungkin menghapus dosa, melainkan seluruh kehidupan Yesus sendiri yang tanpa cacat moral-spiritual dan berpuncak di persembahan hidup di salib-Nya, dan 3) korban hidup dan salib Kristus adalah pengganti korban-korban keimamatan lama. Semua ini penekanan yang dipaparkan di Ibrani 10:1-5.

Kedua, dengan Kristus menyingkirkan keimamatan dan korban-korban Perjanjian Lama, Ia membawa penggantinya yaitu keimamatan dan satu korban diri-Nya yang membentuk Perjanjian Baru Allah dengan seluruh umat baru. Ini suatu peringatan dan penghiburan kuat bagi jemaat Ibrani yang sedang terombang-ambing untuk balik ke keyakinan lama. Keimamatan Lama bukan saja tidak menghasilkan substansi dari realitas keselamatan surgawi, Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus telah membuatnya usang dan batal. Maka kembali ke keyakinan lama adalah kemunduran dari realitas ke bayang-bayang hampa yang tanpa pengampunan dosa dan keselamatan riil.

Ketiga, “karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus” (10:10). Demikian pernyataan telak penulis Ibrani mengapa korban Kristus di salib unggul mengatasi semua korban keimamatan lama. Korban Kristus bukan saja memberikan penghapusan dosa, pendamaian dengan Allah, tetapi lebih lagi korban-Nya cukup menghasilkan kehidupan kudus dalam diri para pemercaya.

Keempat, dan kesimpulannya keunggulan korban Salib Kristus adalah karena Ia tidak perlu berulang-ulang melakukan itu melainkan “Satu kali untuk selama-lamanya” (10:10). Semua yang kita butuhkan untuk alami kini dan di sini telah dikerjakan dan digenapi sejati-sepenuh dulu di Golgota sana oleh Yesus Kristus yang disalibkan itu. Itulah inti pengakuan iman rasuli yang kita ikrarkan tiap ibadah: “Yesus Kristus… yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam alam maut, bangkit pula pada hari yang ketiga dari antara orang mati…” Itu adalah peristiwa sejarah yang tidak perlu diulang-ulang lagi dalam “misa” oleh “imam” masa kini. Itulah dasar, sumber, substansi dan realitas untuk kini kita alami prosesnya dalam iman kita yang hidup bersama-Nya. Bukan pertobatan atau iman kita, bukan pengalaman rohani dari Roh, bukan pelayanan manusia yang diurapi, bukan apa pun lainnya kecuali hanya karya penyelamatan dalam hidup dan Salib Kristus yang meng-ada-kan itu semua.

Be the first to comment

Leave a Reply