Sadar Diri

Kemudian berkatalah Musa kepada Harun dan kepada Eleazar dan Itamar, anak-anak Harun yang tinggal itu: “Ambillah korban sajian yang tinggal dari segala korban api-apian TUHAN, dan makanlah itu sebagai roti yang tidak beragi di samping mezbah, karena itulah bagian maha kudus. Haruslah kamu memakannya di suatu tempat yang kudus, karena itulah ketetapan bagimu dan anak-anakmu dari segala korban api-apian TUHAN, sebab demikianlah diperintahkan kepadaku. Dada persembahan unjukan dan paha persembahan khusus itu haruslah kamu makan di suatu tempat yang tahir, engkau ini serta anak-anakmu laki-laki dan perempuan, karena semuanya diberikan sebagai ketetapan bagimu dan anak-anakmu dari segala korban keselamatan orang Israel. Paha persembahan khusus dan dada persembahan unjukan itu haruslah dibawa mereka ke tempat segala korban api-apian yang dari lemak itu, supaya dipersembahkan sebagai persembahan unjukan di hadapan TUHAN. Itulah suatu ketetapan untuk selamanya bagimu serta bagi anak-anakmu seperti yang diperintahkan TUHAN.” Kemudian Musa mencari dengan teliti kambing jantan korban penghapus dosa itu, tetapi ternyata kambing itu sudah habis dibakar. Sebab itu dimarahinyalah Eleazar dan Itamar, anak-anak Harun yang tinggal itu, katanya: “Mengapa tidak kamu makan korban penghapus dosa itu di tempat yang kudus? Bukankah itu sesuatu bagian maha kudus dan TUHAN memberikannya kepadamu, supaya kamu mengangkut kesalahan umat itu dan mengadakan pendamaian bagi mereka di hadapan TUHAN? Lihat, darahnya itu tidak dibawa masuk ke dalam tempat kudus; bukankah seharusnya kamu memakannya di tempat kudus, seperti yang telah kuperintahkan?” Lalu berkatalah Harun kepada Musa: “Memang benar, pada hari ini mereka telah mempersembahkan korban penghapus dosa dan korban bakaran mereka ke hadapan TUHAN, tetapi hal-hal seperti tadilah yang kualami. Jikalau pada hari ini aku memakan juga korban penghapus dosa, mungkinkah hal itu disetujui oleh TUHAN?” Ketika Musa mendengar itu, ia menyetujuinya. — Imamat 10:12-20

Mengapa ketidaktaatan Nadab dan Abihu dihukum sedemikian keras oleh Tuhan, sedangkan tidak dilakukannya perintah Tuhan tentang para imam memakan sebagian dari korban-korban yang diuntukkan Tuhan untuk memelihara kebutuhan mereka, malah dimaklumi oleh Musa?

Di pasal-pasal sebelum ini kita telah membaca bahwa sebagian dari korban-korban tertentu tidak untuk dibakar habis melainkan untuk dimakan oleh para imam. Dalam nas ini Musa mengulang perintah Tuhan itu kepada Harun dan anak-anaknya. Perintah itu ia sampaikan sesudah kejadian ngeri turunnya api hukuman Tuhan yang mematikan Nadab dan Abihu.

Musa meneliti apakah perintah tersebut sungguh dilakukan. Tentu dampak dari kemarahan Tuhan terhadap kelancangan dua imam sebelum ini sangat membekas dalam hati Musa. Musa mengambil inisiatif memastikan bahwa tidak terjadi lagi pelanggaran atau ketidaktaatan. Maka ia menjadi marah kepada Harun dan anak-anaknya setelah memeriksa bahwa korban kambing domba jantan yang harusnya sebagian dimakan di tempat kudus ternyata mereka biarkan sampai terbakar habis. Dalam teguran kerasnya kepada Harun, Musa menyebut bahwa memakan korban kambing jantan penghapus dosa itu bukan sekadar tindakan menerima pemeliharaan Tuhan atas mereka. Tindakan makan itu juga ungkapan dari mereka “mengangkut kesalahan umat itu dan mengadakan pendamaian bagi mereka di hadapan TUHAN.” Dengan kalimat ini bukan berarti Musa menganggap para imam adalah pengangkut dosa dan menjadi jalan pendamaian, melainkan dengan memakan bagian dari korban penghapus dosa sebagaimana telah Tuhan atur, mereka dinyatakan melakukan fungsi penting dalam cara anugerah Tuhan bekerja mengampuni dosa umat. Artinya memakan bagian korban yang Tuhan atur itu menegaskan fungsi keimamatan mereka.

Apa yang membedakan sampai ketidaktaatan Nadab dan Abihu mendatangkan murka Allah sedangkan ketidaktaatan para imam terhadap perintah memakan korban mendapatkan perkecualian? Tindakan Nadab dan Abihu adalah tindakan lancang, tidak taat, semaunya sendiri, sementara tindakan tidak makan daging korban bagian mereka, menurut Harun adalah ungkapan kesadaran akan ketidaklayakan mereka menerima anugerah besar Tuhan sementara baru saja terjadi pelanggaran yang mendatangkan murka Allah. Jadi ini bukan tidak taat dalam artian lancang atau berontak melainkan tidak melakukan hal yang mulia disebabkan kesadaran akan ketidaklayakan diri. Harun diikuti oleh para imam lain yang adalah anak-anaknya menahan diri dari makan, atau tepatnya mereka berpuasa sebagai ungkapan penyesalan yang dalam bahwa di hari pertama pelayanan keimamatan mereka telah terjadi dosa besar yang membangkitkan murka Allah.

Penjelasan itu diterima Musa. Musa yang sejauh ini bertindak mewakili Tuhan dalam menyampaikan kehendak-Nya, firman-Nya dan aturan-aturan-Nya, menunjukkan penerimaan Tuhan juga atas ungkapan puasa penyesalan Harun dan anak-anaknya itu.

Sebelum ini Harun dilarang meratapi kematian Nadab dan Abihu. Tindakan meratapi dan berduka itu berarti memihak yang salah dan menyalahkan Tuhan. Harun taat. Kini Harun dan anak-anaknya bukan berduka atau meratap melainkan berpuasa sambil menyadari kesalahan yang telah terjadi. Di sini mereka bukan berduka dalam arti menyalahkan Tuhan melainkan menyesali bahwa dari antara mereka telah terjadi penodaan terhadap panggilan mulia dari Tuhan.

DOA: Ya Tuhan yang Empunya pelayanan kudus bagi umat-Mu dan dunia ini. Tolong kami untuk tahu memeriksa diri dan sadar kapan kami layak atau tidak layak ambil bagian dalam pekerjaan dan karunia-Mu yang mulia. Amin.

 

Dukung pelayanan literasi Yayasan Simpul Berkat | E-mail: simpulberkat@gmail.com |
Bank BCA – No. Rekening: 0953882377 – a.n. Philip H. S

Be the first to comment

Leave a Reply