Prinsip dan Model Bermedia dari Inkarnasi Yesus

Ketiga, penulis Ibrani menunjuk ragam media Allah Bicara itu sebagai “Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara BERBICARA…” (1:1). Allah memakai berbagai ragam media ber-Bicara, tidak terpisah tetapi hadir di dalam semua ragam media itu sambil menunjuk kepada Bicara-Nya yang asali yang ber-Inkarnasi dalam Yesus Kristus. Puncak Bicara Allah itu adalah Presensi Kepenuhan Kemuliaan Allah dalam Inkarnasi Satu-satunya Media(-tor) Sempurna, Puncak dan Final, yaitu Yesus Kristus. Yesus Kristus yang praInkarnasi adalah Media primer dalam Tritunggal berinkarnasi menjadi Manusia sejati yang adalah Media sekunder Allah. Kepenuhan Kemuliaan Allah hadir penuh di dalam Manusia yang adalah media sekunder Allah hanya tanpa distorsi dan disfungsi karena dosa. Yesus Kristus adalah Sang Bicara Alfa-Omega – Awal-Akhir yaitu Yesus Kristus Mediator kita.

Di dalam diri Yesus Kristus, ada, hadir, beroperasi, berinteraksi serasi Media primer Allah dan media sekunder Allah – Allah sejati dan manusia sejati, Alfa dan Omega. Karena itu inkarnasi-Nya menjadi sumber, model dan pembaruan-pemulihan-pemberdayaan ulang potensi dan kapasitas kemediaan manusia kita yang lemah, disorientasi / disfungsi karena dosa. Apa yang dapat kita simpulkan tentang model dan prinsip media dari kehidupan dan karya Yesus Kristus? Pertama Ia sang Bicara Allah itu (Logos menurut penunjukan oleh Yohanes) datang dan menjadi media-tor demi memulihkan kemediaan kita sebagai gambar dan rupa Allah. Diri-Nya seutuhnya menjadi Media dari kebenaran, kehendak, rencana, presensi – semua dan seluruh isi hati Allah terhadap manusia supaya manusia boleh diperbarui kembali untuk berbagian dalam komunitas-relasi-komunikasi yang riil dan substansial dengan Allah. Ia tidak pernah bicara hoax. Ia selalu merujuk ke “Ada tertulis – yaitu Bicara Allah Tritunggal.” Ia juga mengingatkan para murid bahwa apa dan bagaimana bicara (media) kita akan dihakimi kelak. Ia menegur, meluruskan berbagai bicara yang memelintir Bicara Allah dalam kebiasaan dan tradisi demi kepentingan religi, sosial, politik tertentu. Kunjungan-Nya, nada bicara-Nya, makan-minum-tidur-Nya, tatap mata-Nya, langkah tujuan-Nya, hardikan-Nya, hiburan-Nya, sambutan persahabatan-Nya, sentuhan-Nya, ajaran-Nya, perumpamaan-Nya – coba kita lihat semua itu dari perspektif arti, cara dan realitas kemediaan. Bicara-Nya sarat makna dan kuasa. Dan segala sesuatu yang dipakai, disentuh, dimanfaatkan oleh Dia menjadi “sakramental,” dengan kata lain me-media-si perjumpaan Allah dan manusia, mencipta relasi dan komunitas. Untuk kita orang percaya, Inkarnasi Yesus Kristus menjadi prinsip bagi bagaimana diri kita menjadi media sekunder Allah dan bagaimana kita bermedia seharusnya. Dengan mengikut, mengimani, meniru Yesus Kristus kita sedang memberi diri kita untuk diperbarui dalam potensi dan kapasitas ke-media-an kita yang dilemahkan dan dirusak dosa untuk kembali menjadi media primer yang sanggup memenuhi panggilan relasional vertikal-horisontal-natural-kultural dengan benar.

Dari Inkarnasi Yesus Kristus kita tarik beberapa prinsip ini: 1) Jadikan Yesus Penyelamat dalam kita ber-media; 2) Minta Roh Yesus beri kearifan tentang apa dan bagaimana media dan bermedia yang benar, baik, bermanfaat dan membangun sesama; 3) Ingat baik-baik bahwa pengikut Yesus dipanggil untuk presensi penuh seluruh potensi dan kapasitas batin-badan kita secara bertanggungjawab dalam bermedia. 4) Media bukan untuk bersembunyi (withdrawal) atau mengintip (voyeurism) atau pamer (exhibitionism) tetapi untuk kita terlibat seriil dan sepenuh mungkin berbagi hidup.

Be the first to comment

Leave a Reply