Pertanyaan untuk Calon Murid

Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat, bahwa mereka mengikut Dia lalu berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu cari?” Kata mereka kepada-Nya: “Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?” Ia berkata kepada mereka: “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Merekapun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia; waktu itu kira-kira pukul empat. — Yohanes 1:38-39
Satu lagi keunikan perspektif Yohanes tentang pemuridan selain tidak langsung melainkan melalui proses, adalah Tuhan Yesus bukan memanggil tetapi bertanya. “Apakah yang kamu cari?”
Bayangkan apa dampak pertanyaan tersebut pada kedua calon murid tersebut/ Pertanyaan ini membuat mereka harus jujur dengan diri sendiri apa yang menjadi motivasi, penggerak, maksud dan tujuan mereka ingin menjadi murid Yesus. Apa kira-kira yang kita temukan merupakan motivasi dan tujuan mereka mengikut Yesus dengan memerhatikan konteks dekat nas ini? Mungkin sesudah menyadari bahwa Yohanes Pembaptis hanya mewartakan pertobatan sementara yang membereskan dosa isi dunia adalah Yesus ini, mereka tertarik pada Ia yang menyelesaikan keruwetan dunia ini. Mungkin sesudah mendengar bahwa Yesus ini mampu melebihi Yohanes Pembaptis, membaptiskan dengan Roh dan api, mereka ingin mendapatkan
pengalaman tersebut? Atau dengan mengingat konteks luas zaman itu tentang maraknya kelompok-kelompok spiritual-politis/anti-politis, dua calon murid ini ingin tahu jangan-jangan Yesus ini tokoh spiritual yang melebihi orang Eseni yang hanya mengasingkan diri di padang gurun, sekaligus merupakan Mesias pembebas yang diharap-harapkan seluruh bangsa? Ya, dengan mengambil semua informasi dari konteks teks dan konteks zaman, kita melihat banyak kemungkinan alasan dan dorongan yang menari-nari di dalam benak kedua calon murid itu.
Heran sekali, jawaban mereka seakan menghindari pertanyaan Yesus. Kesan kita, tidak ada hubungan antara “Apakah yang engkau cari” dengan “Di manakah Engkau tinggal?” bukan? Atau malah justru ini jawaban terhubung? Bukankah ada hubungan erat antara siapa seseorang dengan bagaimana ia di tempat tinggalnya? Bukankah teroris menyembunyikan
dokumen, instrumen terornya di tempat tinggal sembunyiannya! Bukankah dengan melihat, mengalami langsung Yesus di “sarang”-Nya (Ingat ujaran Yesus bahwa serigala punya lubang, burung punya sarang, Anak Manusia tidak punya tempat untuk membaringkan kepala-Nya”?) mereka justru akan mulai mengenali siapa Dia yang akan Ia jadikan rabbi ini.
Sejak diajak Yesus jam empat sore itu dan semalaman sampai keesokan paginya mereka diberi kesempatan untuk memastikan siapa dan apa Yesus sejatinya, dan itu justru menjadi kesempatan hebat untuk mereka memeriksa dan menyepadankan motivasi, alasan, maksud dan tujuan mereka menjadi murid Yesus. Yohanes murid memang tidak memberitahu kemana
mereka diajak Yesus. Kita hanya bisa menduga bahwa sepanjang jalan dan semalaman itu mereka ngobrol banyak hal dengan Yesus, mereka melihat bagaimana Ia bersikap, bagaimana Ia berdoa, bagaimana Ia menjelaskan cicilan pertama tentang Kemesiasan, Anak Domba Allah, baptisan Roh dan api, dlsb., yaitu pokok-pokok penggelitik mereka waktu mendengar itu
dari Yohanes Pembaptis.
Bagaimana bila pertanyaan yang sama ditujukan kepada teman yang ingin jadi Kristen sesudah diinjili, peserta katekisasi, calon baptis, dlsb? Bagaimana supaya perjumpaan dengan Yesus itu boleh difasilitasi oleh gereja masa kini supaya terjadi pemurnian  hasrat, motivasi dan iman mereka. Lalu, perlu atau tidakkah pertanyaan yang sama kita dengarkan kembali kepada diri kita yang sudah puluhan tahun Kristen, atau bahkan yang adalah pelayan Tuhan? Apa motivasi kita? Apa alasan kita? Apa
pengerak iman dan karya-karya pelayanan kita? Terhubungkah itu dengan “dimana Ia ada?” Atau sudah bergeser ke fokus lainnya?
Doa: Tuhan, kiranya Roh-Mu memimpin kami ke pengenalan lebih dalam akan Yesus Kristus, dan kiranya api-Mu memurnikan motivasi dan hasrat kami sepanjang proses pemuridan kami mengikut dan melayani-Mu. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply