Pentahiran Unsur Reproduksi Lelaki

TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun:

“Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila aurat seorang laki-laki mengeluarkan lelehan, maka najislah ia karena lelehannya itu. Beginilah kenajisannya berhubung dengan lelehannya itu: bila auratnya membiarkan lelehan itu mengalir, atau bila auratnya menahannya, sehingga tidak mengeluarkan lelehan, maka itulah kenajisannya. Setiap tempat tidur, yang ditiduri orang yang mengeluarkan lelehan itu menjadi najis, dan setiap barang yang didudukinya menjadi najis juga. Setiap orang yang kena kepada tempat tidurnya haruslah mencuci pakaiannya, membasuh tubuhnya dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. Siapa yang duduk di atas barang yang telah diduduki oleh orang yang demikian haruslah mencuci pakaiannya, membasuh tubuhnya dengan air, dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. Siapa yang kena kepada tubuh orang yang demikian, haruslah mencuci pakaiannya, membasuh tubuhnya dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam… Apabila orang yang demikian sudah bersih dari lelehannya, ia harus menghitung tujuh hari lagi untuk dapat dinyatakan tahir, lalu mencuci pakaiannya, membasuh tubuhnya dengan air mengalir, maka ia menjadi tahir. Pada hari yang kedelapan ia harus mengambil dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, dan datang ke hadapan TUHAN, ke pintu Kemah Pertemuan, dan menyerahkan burung-burung itu kepada imam. Lalu imam harus mempersembahkannya, yang seekor sebagai korban penghapus dosa dan yang seekor lagi sebagai korban bakaran. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu di hadapan TUHAN karena lelehannya. Apabila seorang laki-laki tertumpah maninya, ia harus membasuh seluruh tubuhnya dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. Setiap pakaian dan setiap kulit, yang kena tumpahan mani itu, haruslah dicuci dengan air dan menjadi najis sampai matahari terbenam. Juga seorang perempuan, kalau seorang laki-laki tidur dengan dia dengan ada tumpahan mani, maka keduanya harus membasuh tubuhnya dengan air dan mereka menjadi najis sampai matahari terbenam. – Imamat 15:1-7, 13-18

Perikop ini, khususnya tiga ayat pertamanya diterjemahkan berbeda-beda dalam beberapa versi Indonesia maupun Inggris. Ada yang menerjemahkan cairan itu keluar dari “aurat” (ITB) atau “penis” (GNB), dan cairan itu dijelaskan sebagai “lelehan karena sakit kelamin” (BIS) atau “infected penis” (CEV). Terjemahan tersebut mungkin mengambil kesimpulan tafsiran karena di ayat 16 disebutkan tentang “air mani” atau “air mani persetubuhan” (IMB) seperti juga dalam terjemahan harfiah Inggris, “seed of copulation” (LITV, KJV) atau “semen” (ESV). Padahal di beberapa ayat awal perikop ini sebenarnya hanya bicara tentang lelehan yang keluar dari tubuh lelaki. Terjemahan yang lebih harfiah adalah “pria mengeluarkan lelehan dari tubuhnya” atau “an issue out of te flesh of any man” (YLT), “when any man has a discharge from his body” (ESV). Mengingat ada penyebutan tentang air mani atau “semen” di ayat 16, maka lelehan yang dimaksud memang adalah “air mani” tetapi tidak mesti merupakan gejala penyakit kelamin.

Dengan kata lain perikop ini bicara tentang kenajisan pria mana saja yang mengeluarkan air mani. Kesimpulan ini dikuatkan oleh perikop selanjutnya tentang kaum wanita yang sedang menstruasi pun diperlakukan sebagai dalam keadaan najis. Bila pertimbangan ini kita terima, maka lelehan dari tubuh pria di sini adalah keluarnya mani dari lelaki baik dalam kondisi bukan persetubuhan (seperti dalam pria dewasa mengalami mimpi basah) atau dalam kondisi persetubuhan seperti di ayat 16-17.

Penting juga untuk dipertimbangkan bahwa lawan kata dari kata najis di sini adalah tahir. Kata yang dipakai untuk tahir beda dari kata yang dipakai untuk kudus. Maka najis dan tahir di sini bukan utamanya berkenaan dengan kecemaran versus kekudusan dalam artian moral, melainkan bicara seperti tentang yang sebagian konteks Indonesia kini bicara tentang haram versus halal, yaitu keadaan jasmaniah yang diisi dengan muatan atau kaitan moral-spiritual. Petunjuk lain adalah sesudah membasuh diri dan semua yang terkena lelehan itu – tempat tidur, pakaian, pelana, belanga, dlsb.) orang tersebut boleh langsung masuk ke kemah pertemuan di hadapan Tuhan untuk memberikan persembahan pentahiran dirinya. Baik korban pentahirannya maupun fase pentahiran dari masalah lelehan itu dibedakan dari yang untuk pentahiran orang kusta, sebab sakit kusta lebih merupakan gambaran dari dosa dan akibatnya yaitu maut. Jadi ini adalah aturan tentang fungsi biologis lelaki yang sebenarnya wajar karena Tuhan Allah menciptakan manusia untuk beranak-cucu dan itu melibatkan berbagai fungsi biologis reproduksi kaum lelaki maupun kaum perempuan. Jadi bila menyangkut hal-hal yang wajar, mengapa dianggap najis dan perlu pentahiran?

Untuk menjawab pertanyaan ini baik untuk kita kembali ke pasal 12 tentang pentahiran perempuan sesudah persalinan. Ini semua menegaskan kutuk akibat Kejatuhan Adam-Hawa di Kejadian 3. Apa yang baik yang Tuhan ciptakan dan maksudkan, ikut jatuh, tercemar, masuk ke dalam proses degeneratif kuasa dosa. Termasuk fungsi biologis reproduksi manusia baik lelaki maupun perempuan. Dosa bukan saja tindakan atau perbuatan melainkan lebih dalam dari itu juga adalah keberadaan. Maka akibat dari Kejatuhan dalam dosa bukan saja perbuatan-perbuatan dosa lanjutan oleh para generasi manusia anak-cucu Adam-Hawa seterusnya, melainkan lebih dahsyat lagi adalah keberadaan dosa atau yang disebut sebagai keberdosaan semua manusia. Dosa bukan saja soal wrong doing tetapi akarnya adalah corrupted being. Sedikit pengetahuan medis / biologis seperti tentang DNA dll. menyadarkan kita bahwa sifat dan kecenderungan dosa (keberdosaan) memang diturunkan dari kakek-nenek buyut, ke kakek-nenek, ke ayah-ibu, ke anak-cucu-buyut, dst., meski akan menjadi bagaimana / siapa orang juga melibatkan faktor lingkungan sosial dan pilihan pribadinya. Karena itulah dalam perikop ini Tuhan memberikan aturan pentahiran, diiringi dengan pemberian korban-korban penghapus dosa, korban bakaran untuk pendamaian orang bersangkutan.

DOA: Tolong kami ya Roh Kudus untuk menjaga agar fungsi-fungsi biologis reproduksi kami dikuduskan, dikendalikan sesuai sifat dan tujuan kudus dari Tuhan Allah untuk perilaku seksual yang memuliakan Tuhan, dan demi regenerasi keturunan yang diselamatkan dan dikuduskan. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply