Paskah dan Prinsip Ekonomi

Tetapi jika rumah tangga itu terlalu kecil jumlahnya untuk mengambil seekor anak domba, maka ia bersama-sama dengan tetangganya yang terdekat ke rumahnya haruslah mengambil seekor, menurut jumlah jiwa; tentang anak domba itu, kamu buatlah perkiraan menurut keperluan tiap-tiap orang. — Keluaran 12:4

Paskah orang Israel bersifat ganda. Paskah sekaligus adalah perayaan, perjamuan dan juga adalah korban yang mendatangkan penyelamatan. Selain menetapkan penghitungan waktu secara baru — bulan Abib atau Nisan menjadi awal penanggalan orang Israel, Paskah juga merupakan perayaan atau peringatan pertama yang ditetapkan Tuhan untuk dilakukan oleh umat tersebut. Maka Paskah adalah perayaan yang memberi identitas, yang memberi perspektif tentang bagaimana asal mulanya Jemaah itu. Dan keumatan mereka itu diperintahkan TUHAN Allah untuk diadakan di dalam keluarga-keluarga. Perayaan, peringatan, ibadah dan korban penyelamatan dilakukan, diingat-ingat, dirayakan di dalam unit-unit rumahtangga mereka.

TUHAN memberikan perintah yang juga mempertimbangkan aspek ekonomi. Keluarga kecil akan terbebani dan sukar menghabiskan daging domba Paskah. Maka keluarga kecil diminta untuk bergabung dengan keluarga terdekat mereka, sesuai ukuran jumlah anggota keluarga yang bergabung itu dengan ukuran domba Paskah yang akan dikorbankan dan dimakan. Dengan cara ini perayaan tersebut bukan saja tidak membebani, juga tidak menyebabkan orang makan berlebihan atau daging terbuang percuma melainkan terjadi pemerataan atau penyeimbangan. Sambil di pihak lain terjadi praktik saling berbagi antara keluarga-keluarga itu sehingga itu menjadi tindakan nyata bahwa mereka satu keluarga besar, umat Israel, bangsa baru yang lahir dari kandungan rahmat TUHAN Allah. 

Kenyataan menyedihkan di dalam praktik kegerejaan kita masa kini ialah sifat adil dan kudus Allah tidak tampak di dalam penyelenggaraan sumber-sumber daya antar keluarga-keluarga dalam gereja intern, gereja dan masyarakat sekitar, dan gereja satu dan gereja lainnya. Perayaan gerejawi kita sering menjadi beban ketimbang berbagi sumber daya dan berkat. Sebab, perayaan dan ibadah dan peringatan rohani kita sering menjadi ajang pamer kekayaan yang menyebabkan yang kaya beda mencolok ketimbang yang miskin. Perayaan gerejawi kita juga sering hanya untuk kepentingan kenikmatan kalangan sendiri dan bukan kesempatan untuk pemerataan berkat Tuhan ke masyarakat sekitar. Lebih menyedihkan lagi koinonia antar gereja lokal atau pun denominasional sering juga nihil, hanya mencerminkan kesenjangan tajam antara gereja mega dan gereja mengap-mengap.  

Sepertinya dengan sikon wabah yang tengah kita tanggung ini salah satu kairos / momentum yang perlu kita tangkap dan kerjakan adalah menjadi gereja yang berakar dalam keluarga-keluarga yang berbagi kesukaan karya penyelamatan Allah, berbagi berkat dan sumber daya alami maupun adikodrati yang Ia karuniakan kepada masing-masing keluarga. Sedemikian rupa sehingga penyelamatan, jatidiri umat, ibadah, perayaan berjalan senafas dengan berbagi kapasitas ekonomi. Bukankah itu yang dipraktikkan oleh gereja mula-mula ketika yang kaya berbagi dengan yang miskin, yang berkarunia melayani yang butuh karunia, sehingga orang percaya disukai oleh orang banyak? Bukankah itu juga rahasia percepatan pertumbuhan kekristenan di abad-abad awal menurut para sejarahwan, yaitu ketika orang Kristen ber-aksi di tengah masyarakat yang terjangkit sampar dlsb?

Mari memberkati sesama melalui pelayanan literasi Yay. Simpul Berkat. Kirim dukungan Anda ke: BCA 0953882377

Be the first to comment

Leave a Reply