Mesias yang Disalibkan — Perspektif Injil Matius

Di awal Injil yang ditulis oleh Matius, Yesus Kristus diproklamirkan melalui catatan silsilah-Nya sebagai pewujud Kerajaan dan penggenap perjanjian. Ia anak Daud, Ia anak Abraham. Tetapi sejak dari awal kehidupan-Nya penolakan, penghinaan, bayang-bayang salib, curahan darah senantiasa mengikuti Dia. Penyambutan dan penolakan dialamiNya bersamaan – orang majus datang menyembah bayi Yesus, sebaliknya Herodes yang menerima info kelahiran sang raja baru berusaha membunuh bayi itu bahkan sampai menumpahkan darah banyak bayi di Betlehem. Sebagai penggenap Perjanjian Ia harus mengalami pergi dan keluar dari Mesir, akibat penolakan Herodes itu. Ia mengawali panggilan-Nya dengan menerima baptisan yang seharusnya hanya diterima oleh mereka yang bertobat, yang memperbarui keumatan mereka, dan yang ingin masuk menjadi umat Allah. Bukan saja Ia dikandung dari Roh Kudus, semasa kecilnya tumbuh penuh hikmat dan Roh (Lukas 2), di saat pembaptisan terdengar pengakuan Bapa akan Ke-Anak-an-Nya dan urapan Roh ke atas Dia, dan itu membuat Ia sah dan sanggup melakukan karya-karya mesianis, penggenap Perjanjian dan Pewujud Kerajaan Allah.

Sebagai penggenap Perjanjian Baru dan pewujud Kerajaan Kekal, Ia harus lebih dulu dicobai oleh si pencoba sebagaimana yang pernah dialami kepala generasi manusia – Adam dan Hawa, dan membalikkan sungutan dan pencobaan yang dilakukan umat Israel di padang gurun. Dalam Pencobaan, Yesus terbukti taat kepada Allah, membalikkan jalur perjalanan umat Adam yang menyimpang, dan mengubah sungutan Israel menjadi pengendalian diri dan penundukan hidup penuh kepada kehendak Allah. Matius tidak saja mengisahkan perbuatan Kerajaan, Injil Matius lebih dari itu mencatat banyak sekali pengajaran Yesus yang menjabarkan apa sejatinya Perjanjian dan bagaimana wujud-nyata dari Kerajaan Allah itu di dalam peri kehidupan para warganya.

Perbuatan dan pengajaran Yesus langsung dan senantiasa menuju ke tujuan bahwa Ia harus ditolak, menderita, dihukum mati, disalib. Tiga kali Yesus mencanangkan hal tersebut, bahwa Ia harus mengalami semua itu – Matius 16:21-27; 17:22-23; 26:17-28. Bahkan ketika Ia dipermuliakan di atas gunung dan tampak oleh para murid-Nya Ia bersama perwakilan Perjanjian – Musa, dan nabi penting masa Kerajaan – Elia, sesudah itu Ia menjelaskan kepada para murid-Nya tentang salib-Nya (Matius 17:1-13).

Seluruh hidup dan salib-Nya adalah penggenapan nubuatan. Perbuatan ajaib-Nya, pengajaran-Nya bahkan sampai seluruh prosesi derita-salib-Nya adalah penggenapan atas firman Allah dalam nubuatan para nabi. Bahkan dalam mukjizat penyembuhan di Matius 8:17 Matius menyimpulkan bahwa Ia yang mengusir roh-roh jahat, menyembuhkan orang-orang yang sakit, adalah Ia yang menggenapi firman nabi Yesaya, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.” Perumpamaan tentang penyewa kebun anggur yang membunuhi para utusan pemilik bahkan anak sang pemilik sendiri (21:33-44), untuk para pendengarnya kebun anggur dan pemilik kebun anggur itu jelas bicara tentang Israel dan Allah serta bagaimana nenek-moyang mereka telah menolak bahkan menganiaya para nabi. Di puncak penolakan mereka atas-Nya, Ia tegas menyatakan “semua ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi” (26:56). Sebelum ucapan itu Yesus mengutip Zakharia 13:7, “Bunuhlah gembala, sehingga domba-domba tercerai-berai!” juga tentang pengkhianatan Yudas, Matius 27:6-10, mengutip Zakharia 11:12-13. Inti pesan Matius jelas, tidak ada satu pun yang dihidupi oleh Yesus bahkan sampai ke rentang derita dahsyat dan salib-Nya yang hanya kebetulan saja. Semua dalam rangka menggenapi nubuatan, dalam rangka menggenapi dan mewujudkan Perjanjian dan Kerajaan.

Yesus, Darah Korban Penebusan. Matius banyak mencatat tentang darah. Dari darah anak-anak yang dibantai oleh raja gila kuasa, Herodes; ke ucapan Yesus di Perjamuan Paskah, “Inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (26:28). Dalam pengkhianatan Yudas, ia mengakui bahwa darah Yesus “darah orang yang tak bersalah” (27:4), uang yang diterimanya sebagai “uang darah” (27:6), dan tanah yang dibeli dengan uang itu disebut “Tanah Darah” (27:8). Di persidangan yang menjatuhkan hukuman mati atas Yesus, para pemimpin dan orang banyak berteriak, “biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami.”

Lebih jauh Matius bicara tentang “darah orang tidak bersalah” dalam rentetan para pelaku dan saksi kebenaran dari Habil sampai Zakharia” (23:35). Digunakannya ungkapan “darah Perjanjian” dalam ucapan Yesus secara jelas merujuk kepada Paskah di Keluaran, Hamba yang menderita di Yesaya 53:12 yang bicara tentang “menyerahkan nyawa, terhitung di antara para pemberontak, dan menanggung dosa banyak orang.”

Matius pasti juga ingat bahwa dalam Perjanjian Lama, khususnya Keluaran dan Imamat, darah korban berfungsi untuk mentahirkan orang sakit, menutupi dosa, menguduskan peralatan ibadah, menguduskan orang berdosa dan para pelayan di Bait.

Derita sebagai Raja Wibawa. Dalam seluruh proses sejak penangkapan di Getsemani sampai ke beberapa kali persidangan di hadapan Kayafas dan Mahkamah para Imam, dan Pilatus, Yesus konsisten menunjukkan kewibawaan rajawi-Nya. bahkan di semua persidangan itu, terkesan ironi kuat bahwa Yang Diadili itu justru sedang mengadili para hakim agamawi, penguasa politik duniawi, pengadilan manusia dan seluruh jalannya sidang. Di Getsemani Ia menyatakan bahwa Ia berkuasa mendatangkan dua belas legion (72,000) malaikat. Di hadapan para Imam, mereka kehabisan akal untuk menunjukkan kesalahan Yesus, sampai menampilkan para saksi palsu. Dan Yesus bicara tentang Pengadilan-Nya atas mereka kelak ketika Ia datang dalam kemuliaan. Di hadapan Pilatus, dengan wibawa Ia membuat Pilatus menyadari bahwa ia sedang menghakimi orang yang bukan saja tidak bersalah, tetapi juga yang memiliki wibawa jauh melampaui kuasanya.

Misteri Kematian yang Dahsyat. Dalam sengsara dan derita pedih di salib Yesus berseru, “Ya Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku.” Beda dari cara Yesus menyapa Allah sebagai Bapa di taman Getsemani, di salib Ia menyerukan teriakan agoni itu sebagai “Allahku, Allahku.” Tersirat bahwa itu bukan teriakan Ia sebagai Anak, dan bukan bahwa Bapa meninggalkan, berkonflik dengan sang Anak. Melainkan “Allahku, ya Allahku.” Manusia Yesus, sebagai yang mewakili dan menanggung semua orang berdosa yang akan menjadi pemercaya, pengikut dan bersatu dengan-Nya yang berseru teriakan dibuang, ditinggal, dimurkai itu – kendati penting untuk dicatat bahwa Injil Matius tidak memakai kata murka Allah sebagai yang ditanggung oleh Yesus. Juga dengan takjub kita dengar jelas bahwa teriakan tersebut sekaligus juga adalah teriakan iman, teriakan pengakuan percaya – “Allah ku, Allah ku” dan bukan, “Ya Allah, ya Allah” – panggilan atau seruan yang tidak jelas baik iman maupun relasi dengan Allah. Juga penting membaca teriakan ini sebagai bagian dari Mazmur 22 (ada baiknya membaca seluruh Mazmur 22 ini), dimana teriakan tersebut diakhiri dengan keyakinan bahwa Allah akan membela bahkan membuat si penderita itu menjadi pemimpin kawanan para penyembah Allah yang memberitakan keadilan-Nya (Mazmur 22:24-32). Dan ini terbukti dari beberapa peristiwa yang menyiratkan tindakan pembelaan Allah itu: tabir Bait Suci yang memisahkan ruang mahakudus dari ruang-ruang Bait lainnya, tercabik sehingga akses mendekat ke hadirat Allah kini terbuka lebar, gempa bumi fn bukit-bukit batu terbelah dua – gejala yang menegaskan telah terjadi intervensi adikodrati atas jalannya peristiwa-peristiwa kodrati, dan kubur-kubur terbuka karena orang-orang kudus bangkit dan keluar dan menampakkan diri kepada banyak orang, bahkan sampai pelaku penyaliban keji itu yaitu kepala pasukan dan prajurit-prajurit Romawi mengakui, “Sungguh, Ia adalah Anak Allah.” Ini semua “jawaban Allah” bukan dalam bentuk suara tetapi dalam bentuk berbagai peristiwa teramat sakral, dahsyat, menakjubkan, sambil meneguhkan Ke-Anak-an-Nya, Ke-Mesias-an-Nya sebagai penggenap Perjanjian dan pewujud Kerajaan.

Namun, Matius juga mencatat ucapan pemuridan dari Yesus bahwa salib tidak berakhir hanya sebagai fakta historis-objektif. “Barang siapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiku” (10”38), dan “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (16:24). Dan dengan menyatu segenap hati dan hidup dengan-Nya, dengan ambil bagian dalam “memakan tubh-Nya dan meminum darah-Nya, yaitu darah perjanjian” kita dimasukkan ke dalam hidup-Nya, seluruh karya Perjanjian dan Kerajan oleh Dia.

Selamat Hari Jumat Agung. Kiranya Takjub, Syukur, Gentar, Niat Kuat pikul salib, mengerjakan bersama Dia keselamatan dalam perspektif Perjanjian dan Kerajaan, bergelora sepanjang hidup kita. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply