Mengikuti Yesus (Bag. 5)

Foto: komikalkitabanak.com
Injil Markus berfungsi sebagai suatu manual kecil untuk para pengikut Yesus. Ia dibangun hanya dalam dua bagian. Pertama delapan pasal memperkenalkan kita dengan rahasia pertama: Yesus dari Nazaret ini sebenarnya adalah Mesias. Delapan pasal berikutnya memperkenalkan kita kepada rahasia kedua: Mesias ini bukan pahlawan perang militer, tetapi Raja Hamba. Dan di setiap titik, Markus telah menceritakan kisah itu seolah berkata kepada kita, para pembacanya: Anda tangkap maksudnya?
Anda mengerti? Dan, jika Anda mengerti, apakah Anda siap mengikut Yesus? Apakah Anda sedia untuk hidup kemuridan? Apakah Anda siap menjadi agen-agen-Nya dalam mengimplementasi kemenangan yang telah Ia menangi?
Ironisnya, Gereja terbiasa meluncur di antara dua opsi yang justru Yesus tolak di Getsemani. Ada masa di mana Gereja telah terlibat Perang Salib, mengubah pedang injil menjadi injil pedang, menganggap bahwa untuk menyebarkan kasih kerajaan perlu senjata kebencian. Kiranya Allah mengampuni kita yang telah mengubah salib, simbol agung tentang kasih yang menderita menjadi simbol yang untuk sebagian orang di dunia menjadi sebab untuk takut. Lalu ada masa ketika Gereja
menarik diri, undur ke lingkup pribadi, dan menganggap bahwa agamanya murni merupakan urusan perseorangan dengan Allah, atau paling baik tentang Gereja dan Allah, tanpa ada apa pun yang dapat dikatakan kepada dunia. Hal ini terkadang merupakan koreksi yang perlu melawan kesombongan semangat perang salib  sebagai opsi pertama, tetapi itu juga bukan jalan sang Raja Hamba. Apa yang Markus ingin katakan?
Markus mengundang kita untuk berhenti memproyeksikan kesalahan dan ketakutan yang kita rasakan di dalam diri kita ke dunia di luar kita. Ia mengundang kita untuk mengambil salib kita dan mengikut Yesus. Ia melukis sebuah gambar komik tragis tentang para murid – membuat kekeliruan serius, mengalami kesalahan menyeluruh, salah mengerti apa yang Yesus maksud, dan sama sekali membuat Ia kecewa. Namun ia tetap memperlihatkan Yesus mengajar mereka, mengasihi mereka, memimpin
mereka, dan akhirnya mati untuk mereka. Dari situlah kita mulai. Jika ada dari para pembaca yang merasa telah membuat kekeliruan, salah, keliru mengerti Yesus dan telah sangat mengecewakan Dia, maka Markus memiliki kabar baik untuk mereka. Kabar baik ini mencakup suatu undangan ke meja Yesus, di mana Anda dapat menjatuhkan beban di balik kaki salib, dan menerima hidup baru, hidup Yesus, menjadi alasan baru Anda untuk hidup.
Tetapi ketika kita telah menjangkau ini, Markus tidak membiarkan kita di sana. Ia mungkin sedang menulis untuk sebuah gereja yang sedang mengalami penganiayaan; undangannya untuk kemuridan bukan semata menyangkut kesalehan pribadi, tetapi suatu panggilan untuk orang berdiri karena Allah sejati, dan sang Mesias hamba-Nya, di tengah arena publik berbahaya dalam dunia nyata. Dengan kata lain, ia mengundang kita, untuk menjadi bagian dari solusi dan bukan bagian dari masalah. Ia mengundang kita untuk berhenti menjadi penyebab kebakaran dan mulai menjadi pemadam kebakaran.
Markus memanggil Gereja untuk membuang impian imperialistiknya di satu pihak, dan ketidak-terlibatan pasif di lain pihak, dan untuk menjadi seperti yang Yesus pernah jadi untuk dunia ini. Itulah sejatinya arti kemuridan, arti mengikut Yesus. Inilah yang terjadi ketika seorang imam di Waisall mengalami pintu depannya ditendang oleh Fron Nasional sebab ia telah memihak hak-hak penduduk lokal kulit hitam. Itu yang terjadi ketika Desmond Tutu berdiri di depan segerombolan massa dengan
merisikokan nyawanya dan mengatakan bahwa kekerasan bukan jawaban. Itu yang terjadi ketika Gereja menerima fakta bahwa ia ikut menderita resesi seperti semua yang lain, dan menemukan alternatif lain untuk maju dalam misi dan penyembahan meski kehilangan sejumlah dana dari yang diwarisi secara tradisional. Itu yang terjadi ketika Gereja menyediakan suatu tempat, dan kehadiran manusia, di mana orang yang sedang dalam kesusahan dapat datang untuk menangis dan mungkin berdoa.
Dan itu yang terjadi ketika Gereja di negara tertentu berdiri dan mengatakan “tidak” kepada hal yang berlaku di masyarakat sekitarnya. Dan jika ada saat untuk semua pilihan sikap seperti itu, kinilah saatnya.
Apa arti merangkul visi mengikut Yesus ini pada Gereja Anglikan di Inggris? Saya rindu melihat orang Kristen di Inggris menunjukkan sikap kepada pemerintah tentang isu pendidikan, tentang industri senjata, tentang utang Dunia Ketiga. Saya rindu melihat Gereja menunjukkan sikap terhadap partai oposisi radikal tentang isu seperti aborsi. Saya rindu melihat Gereja dengan kasih namun tegas menentang para penguasa media yang menghancurkan kehidupan dan reputasi manusia demi
kepentingan kisah sensasional. Tetapi ini mesti dilakukan dalam cara yang benar. Kita hidup dalam dunia para Yakobus dan Yohanes, yang memproyeksikan kesalahan, ketakutan dan kemarahan. Tidak ada gunanya Gereja yang hanya membiarkan proyeksi terus beredar. Kita tidak perlu lebih banyak Yakobus dan Yohanes yang memproyeksikan ketidakamanan mereka sendiri ke dunia dan menyebut itu sebagai pewartaan injil. Kita butuh – dan ini suatu pemikiran langka – orang Kristen yang akan melakukan apa yang Yesus lakukan untuk dunia.
Gereja harus siap berdiri antara pihak-pihak yang bertikai, seperti wasit dalam arena tinju, berisiko terkena tinju oleh kedua pihak sekaligus. Gereja harus siap untuk bertindak secara simbolis, seperti Yesus, untuk memperlihatkan bahwa ada cara hidup berbeda. Gereja harus siap menjadi agen penyembuhan bahkan untuk mereka seperti para korban AIDS, yang menjadi seperti para penderita kusta untuk masyarakat modern. Memikul salib bukan sekadar operasi pasif. Itu akan muncul sementara Gereja dalam kuasa Roh berusaha, untuk menjadi seperti Yesus pernah menjadi untuk dunia ini – mencanangkan kerajaan, menyembuhkan luka-luka dunia, menantang kuasa struktur yang menyimpan kemarahan dan penderitaan dalam peredaran. Kita perlu berdoa bahwa kita memiliki keberanian, sebagai Gereja dan sebagai seorang Kristen, untuk mengikut Raja Hamba ke mana pun Ia memimpin. Itulah, intinya, mengapa kita datang ke meja-Nya. Dalam zaman kita kini kita telah melihat apa yang terjadi ketika orang memimpikan impian liar tentang dominasi dunia, dan menggunakan metode normal kekuatan dan kuasa untuk mengimplementasinya. Kita belum lagi melihat apa yang terjadi jika mereka yang menyembah Raja Hamba, yang kini bertakhta sebagai Tuhan atas dunia ini, memperlakukan Dia dengan cukup serius untuk memikul salib dan mengikut Dia. Tetapi seperti Markus mengingatkan kita, itulah justru panggilan sang Raja Hamba untuk kita lakukan.
(Tom Wright, Mengikut Yesus, psl. 5.3)

Be the first to comment

Leave a Reply