Paulus memperingatkan bahwa hidup Allah tidak dapat bekerja di dalam hati yang keras (Efesus 4:18), tetapi kebersyukuran memiliki kuasa untuk melembutkan hati. Apabila hati kita dikeraskan, kita menjadi tidak peka (Efesus 4:19) dan tidak tunduk (Keluaran 9:7). Hati yang dikeraskan tidak bersedia mendengarkan. Bisa jadi ia mendengar Firman Allah, tetapi Firman itu tidak menimbulkan kesan.
Hati kita kerap menjadi keras karena luka-luka yang menimbulkan parut. Sambil hati kita mengeras, ia juga menyempit. Akal budi yang sempit tidak memiliki banyak kemampuan. Di pihak lain, sambil hati kita melembut, ia menjadi terbuka. Orang yang berakal budi luas dapat menerima orang lain dengan baik. Kebersyukuran membuat hati kita lembut dan terbuka. Itulah mengapa Paulus meminta kita “membuka hati selebar-lebarnya” (2 Korintus 6:13).
Sukacita adalah buah yang lahir ketika sesuatu menyentuh hati kita, tetapi hati yang keras tidak dapat menghasilkan buah. Kyung-Chul Jang, profesor teologi di Seoul Women’s University (Universitas Perempuan Seoul), berkata bahwa lawan dari sukacita adalah ketidakpekaan. Hati yang mengeras tidak dapat merasakan sukacita apa pun. Yesus membandingkan generasi tidak peka ini dengan anak-anak yang duduk di pasar. “Kami meniup seruling bagimu tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka tetapi kamu tidak berkabung” (Matius 11:17).
Bersyukur berarti menjadi peka secara spiritual, dan ini memiliki dampak pelembutan pada hati kita. Orang yang peka memperlihatkan ketertarikan akan hal-hal kecil, mereka mensyukuri hal-hal kecil, terkesan oleh perkara-perkara kecil. Mereka menangis atas hal kecil dan bersukacita akan hal kecil.
Ketika sesuatu menyentuh kita, terjadilah kesan. Ketika ada kesan, hati kita tergerak, dan itu membuka pintu untuk sukacita. Sukacita memancar dari dalam.
Jadi kebersyukuran mulai dengan mengakui apa yang diberikan. Sesungguhnya, banyak dari yang kita butuhkan dalam keseharian kita adalah pemberian cuma-cuma. Kita menerima hidup kita secara cuma-cuma. Udara yang kita hirup pun cuma-cuma. Tidak ada hal lebih berharga ketimbang kasih. Kita tidak dapat membeli kasih dengan uang. Kasih adalah karunia yang datang tiba-tiba kepada kita. Ia merupakan anugerah dan keajaiban. Apabila kita mengucapkan syukur, kita akan sanggup membuka mata kita kepada karunia-karunia yang kita terima dengan cuma-cuma ini.
Pengucapan syukur dapat menyebabkan lembab air mata menjadi hujan di tanah hati kita. Air mata pertobatan dan air mata syukur adalah pelembab kudus yang dapat melembutkan bahkan hati-hati yang paling keras. Ketika hati kita menjadi lembut, penyembuhan dapat mulai. Apabila kita mengucapkan syukur, hati keras kita menjadi lembut. Kita menjadi peka dan berserah. Akal budi kita yang sempit melebar. Dan kita mengalami sukacita sementara kita mengucapkan syukur. Tetapi, seperti yang kita ketahui dari pengalaman, mengucapkan syukur bukan sekadar akibat dari usaha kita. Itu adalah buah dari Roh. Karena alasan itu, kita perlu merindukan Roh Kudus. Kita harus berupaya sungguh-sungguh untuk membuka diri kepada anugerah Allah. Itulah sebabnya saya merindukan anugerah Allah setiap hari dan mencari perkenan-Nya.
(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas Kebersyukuran, psl 15)
Leave a Reply
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.