Masalah Jemaat-jemaat Ibrani

Dalam jemaat yang sebagian besar asal anggotanya dan konteks budayanya dipengaruhi oleh budaya yang tidak alkitabiah seperti di Kolose dan Efesus, dapat dimengerti bahwa dibutuhkan bimbingan pastoral-doktrinal. Rasanya agak sukar dipahami bahwa bahkan akar-akar keyahudian bisa membuat jemaat tergoda untuk undur iman bahkan menyimpang dari arah iman kepada Yesus Kristus, seperti yang terlihat dari banyak penjelasan, peringatan dan teguran dalam surat Ibrani ini, Bahaya yang mengancam jemaat Ibrani adalah “terbawa arus” (2:1), menyia-nyiakan keselamatan (2:3), murtad / berbalik ke keyakinan atau cara hidup yang lama (6:6), lebih menyukai hawa nafsu ketimbang harta kekal (12:16), dan berpaling dari Kristus (12:25). Kemunduran, kehanyutan, penyimpangan, kemurtadan yang mengancam jemaat Ibrani itu sifatnya terutama adalah dalam hal doktrinal dan juga diikuti oleh perilaku menyimpang atau immoralitas.

Beberapa masalah ajaran yang dihadapi orang Kristen akar Ibrani ini dapat kita simpulkan dari berbagai petunjuk, sebagai berikut. Pertama, tentang keimamatan Yesus Kristus, untuk umat Perjanjian Lama, keimamatan hanya diemban oleh suku Lewi. Di luar suku Lewi tidak ada yang boleh ikut bagian dalam pelayanan di Bait Allah. Masalah dengan kepercayaan Kristen adalah mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat, atau dengan kata lain fungsi-Nya sebagai pengantara manusia dan Allah adalah fungsi keimamatan. Bagaimana bisa Yesus yang dari suku Yehuda menjadi Imam Besar, Agung pula? Penulis Ibrani menjawab masalah teologis ini dengan mengajukan argumen bahwa keimamatan Kristus bukan menurut imamat Lewi, melainkan menurut Melkisedek (ps. 5). Nenek moyang orang Lewi, Abraham memberikan persembahan persepuluhan kepada Melkisedek, berarti Abrahan, asal dari para penyandang keimamatan Perjanjian Lama ada di bawah keimamatan Melkisedek. Maka keimamatan Kristus bukan saja sah, juga melampaui keimamatan Perjanjian Lama.

Ada kemungkinan bahwa ajaran Yesus pun diragukan jemaat Ibrani, karena untuk mereka yang berhak menyampaikan firman Allah adalah para nabi. Dan, para nabi sejati dan benar harus serasi dengan ajaran Musa. Ibrani menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah puncak dari penyataan firman oleh Allah (1:1-3), dan melebihi Musa yang adalah pelayan dari rumah Allah sebab Ia sebagai Anak adalah kepala dari rumah Allah (3:1-5).

Kemungkinan besar jemaat Ibrani ini juga meragukan otoritas Yesus Kristus. Argumentasi penulis Ibrani tentang pe-raja-an Yesus Kristus bukan dengan membandingkan Dia dengan Daud, melainkan dengan para malaikat. Kita tidak tahu persis apakah ini petunjuk adanya pengaruh ajaran semacam yang masuk di tengah jemaat Kolose, yang menganggap para malaikat dengan peringkat otoritas masing-masing, semuanya menjadi rangkaian perantara untuk manusia boleh mendekati dan mengalami hadirat Allah. Bisa jadi pola pikir seperti di Kolose diberikan muatan kepercayaan akan malaikat-malaikat dalam yudaisme yang membuat jemaat meragukan keutamaan Kristus. Ini dengan telak ditepis penulis Ibrani, sebab hanya kepada Yesus Kristus, demikian tegasnya, Allah pernah memberikan kehormatan, mahkota dan kemuliaan; bukan kepada malaikat mana pun (2:5 dst.).

Selain menyangkut konsep tentang jatidiri dan peran Yesus Kristus, tampaknya jemaat Ibrani tersebut juga mengalami stamina iman mereka mengendor, semangat bakti dan perjuangan moral mereka melemah, akibat gagal fokus tentang keutamaan Kristus tadi. Ini sebuah pelajaran bagi kita masing-masing untuk selalu menyadari kelekatan tak terpisahkan antara doktrin dan etika dan ibadah; pribadi Kristus, karya Kristus, pengalaman Kristen – semua aspek itu meski beda namun terkait dan saling berimplikasi satu sama lain. Selain bahaya menyimpang dari Kristus, penulis juga memberi peringatan tentang bahay menyimpang dalam kehidupan moral. Di samping melemah dalam keyakinan iman akan pribadi dan karya Kristus, jemaat Ibrani itu juga terancam menjauh dari kegiatan ibadah (10:25), menurun ketahanan mereka terhadap tekanan dari luar (10:32-33), tidak sepenuh hati dalam perlombaan iman (12:1-2) dan menjadi lelah (12:3-13), tergoda oleh para pengajar palsu (13:7-9), yang akhirnya bukan mustahil ada dari antara mereka yang akhirnya tidak sampai ke tujuan iman. Surat Ibrani juga memberikan penghiburan yang seiring dengan peringatan, terutama tentang dosa-dosa yang dibuat sesudah orang masuk ke dalam iman (10:25 dst.). Supaya terhindar dari kemunduran, penyimpangan dan kegagalan itu, Ibrani menegaskan bahwa sang pemula dan penyempurna iman, yaitu Yesus Kristus harus terus menjadi fokus iman, pemimpin iman, sampai orang percaya sungguh berjumpa Dia dalam kemuliaan (12:1-2)

Be the first to comment

Leave a Reply