MANIFESTASI KEKUDUSAN (4)

Apabila seorang laki-laki bersetubuh dengan seorang perempuan, yakni seorang budak perempuan yang ada di bawah kuasa laki-laki lain, tetapi yang tidak pernah ditebus dan tidak juga diberi surat tanda merdeka, maka perbuatan itu haruslah dihukum; tetapi janganlah keduanya dihukum mati, karena perempuan itu belum dimerdekakan. Laki-laki itu harus membawa tebusan salahnya kepada TUHAN ke pintu Kemah Pertemuan, yakni seekor domba jantan sebagai korban penebus salah. Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu dengan domba jantan korban penebus salah di hadapan TUHAN, karena dosa yang telah diperbuatnya, sehingga ia beroleh pengampunan dari dosanya itu. – Imamat 19:20-22

Apabila kita mengingat berbagai narasi dari zaman sebelum Keluaran, semisal dari era Abraham, kita tahu bahwa pada zaman itu tuan memelihara budak, tuan menjadikan budak semacam gundik, tuan berhubungan seks dengan budak dan menghasilkan keturunan seperti dalam kisah Abraham dan Yakub, adalah hal yang lumrah. Meskipun prinsip monogami tersirat dalam kisah penciptaan (Kejadian 1 dan 2), namun pada kenyataannya poligami dan pergundikan berlangsung juga bahkan ke antara orang-orang pilihan Tuhan.

Peraturan ini diberikan Tuhan untuk konteks semacam itu. Dalam situasi seorang tuan memelihara budak dan berjanji akan menikahinya atau menjadikannya gundik tetapi belum mewujudkan janji itu, lalu perempuan budak itu berhubungan seks dengan lelaki lain, maka Tuhan menghitung itu sebagai dosa. Tetapi karena perempuan itu budak, bukan perempuan merdeka hukuman mati yang harusnya dikenakan atas orang yang berzinah, dalam kasus ini tidak diberlakukan. Tetapi itu tetap dosa, dan Tuhan dalam kasih dan kepedulian-Nya terhadap status sosial perempuan itu menuntut lelaki yang menyetubuhi untuk memberikan korban penebus dosa. Dengan demikian keduanya diluputkan dari hukuman, dan sesudahnya lelaki itu bisa mengawini budak tersebut.

Peraturan ini boleh dibilang merupakan aturan etika interim, seperti halnya sikap firman di Perjanjian Bsru terhadap perbudakan. Firman tidak menganjurkan penghapusan perbudakan, tetapi firman mengatur agar hak azasi budak dihargai kendati perbudakan belum dihapus. Butuh waktu panjang untuk prinsip monogami dan prinsip anti perbudakan secara bertahap oleh pertolongan Roh di dalam para pemimpin Kristen menyadari bahwa perbudakan, pergundikan, dlsb. itu adalah hal yang buruk dan harus ditiadakan dari dalam masyarakat yang sedang mengalami pembaruan Tuhan. Sayangnya masa kini kita melihat arus pembalikan ke era primitif dan purba kembali. Terutama dalam sikap seksual longgar dan bebas yang dilarang firman Tuhan, kini dianggap merupakan hak azasi manusia. Semoga Gereja Tuhan diberikan kepekaan dan kearifan untuk menunjukkan sikap yang benar, peka, mengasihi, memulihkan,

DOA: Apakah isu-isu hak azasi manusia, hubungan seksual dan semacamnya yang perlu kita doakan dengan sungguh-sungguh untuk belas kasihan Tuhan mengatasinya?

Be the first to comment

Leave a Reply