KORBAN SYUKUR DAN SUKARELA

TUHAN berfirman kepada Musa:

“Berbicaralah kepada Harun serta anak-anaknya dan kepada semua orang Israel dan katakan kepada mereka: Siapapun dari umat Israel dan dari orang asing di antara orang Israel yang mempersembahkan persembahannya, baik berupa sesuatu persembahan nazar maupun berupa sesuatu persembahan sukarela, yang hendak dipersembahkan mereka kepada TUHAN sebagai korban bakaran, maka supaya TUHAN berkenan akan kamu, haruslah persembahan itu tidak bercela dari lembu jantan, domba atau kambing. Segala yang bercacat badannya janganlah kamu persembahkan, karena dengan itu TUHAN tidak berkenan akan kamu. Juga apabila seseorang mempersembahkan kepada TUHAN korban keselamatan sebagai pembayar nazar khusus atau sebagai korban sukarela dari lembu atau kambing domba, maka korban itu haruslah yang tidak bercela, supaya TUHAN berkenan akan dia, janganlah badannya bercacat sedikitpun. Binatang yang buta atau yang patah tulang, yang luka atau yang berbisul, yang berkedal atau yang berkurap, semuanya itu janganlah kamu persembahkan kepada TUHAN dan binatang yang demikian janganlah kamu taruh sebagai korban api-apian bagi TUHAN ke atas mezbah. Tetapi seekor lembu atau domba yang terlalu panjang atau terlalu pendek anggotanya bolehlah kaupersembahkan sebagai korban sukarela, tetapi sebagai korban nazar TUHAN tidak akan berkenan akan binatang itu. Tetapi binatang yang buah pelirnya terjepit, ditumbuk, direnggut atau dikerat, janganlah kamu persembahkan kepada TUHAN; janganlah kamu berbuat demikian di negerimu. Juga dari tangan orang asing janganlah kamu persembahkan sesuatu dari semuanya itu sebagai santapan Allahmu, karena semuanya itu telah rusak dan bercacat badannya; TUHAN tidak akan berkenan akan kamu karena persembahan-persembahan itu.”

TUHAN berfirman kepada Musa:

“Apabila seekor anak lembu atau anak domba atau anak kambing dilahirkan, maka haruslah itu tinggal tujuh hari lamanya dengan induknya, tetapi sejak hari kedelapan dan seterusnya TUHAN berkenan akan binatang itu kalau dipersembahkan berupa korban api-apian bagi-Nya. Seekor lembu atau kambing atau domba janganlah kamu sembelih bersama dengan anaknya pada satu hari juga. Dan apabila kamu menyembelih korban syukur bagi TUHAN, kamu harus menyembelihnya sedemikian, hingga TUHAN berkenan akan kamu. Pada hari itu juga korban itu harus dimakan; janganlah kamu tinggalkan apa-apa dari padanya sampai pagi; Akulah TUHAN. Dengan demikian kamu harus berpegang pada perintah-Ku dan melakukannya; Akulah TUHAN. Janganlah melanggar kekudusan nama-Ku yang kudus, supaya Aku dikuduskan di tengah-tengah orang Israel, sebab Akulah TUHAN, yang menguduskan kamu, yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, supaya Aku menjadi Allahmu; Akulah TUHAN.” – Imamat 22:17-33

Ketika aku memberikan persembahan untuk Tuhan – untuk berbagai kepentingan Tuhan Allah dalam umat-Nya dan dunia ini, sebab Allah sendiri tidak membutuhkan apa pun dari kita untuk kebutuhan makan, pakai, tempat tinggal, atau kemuliaan diri-Nya – apakah aku / kita sadari benar-benar bahwa Ia Mahakasih, Mahakudus, Mahamulia? Dan kita memberikan persembahan itu sebagai ungkapan syukur dan hormat secara sukarela?

Itulah sebenarnya yang menjadi intisari dari peraturan yang TUHAN Allah berikan kepada umat Israel melalui Musa. Yang dibicarakan di sini bukan korban penutup dosa, korban pendamaian, dlsb. melainkan persembahan nazar dan persembahan sukarela. Keduanya bukan dimaksudkan untuk menyelesaikan soal dosa dan gangguan relasi umat dengan Allah, melainkan pemberian dalam kaitan dengan suatu janji tertentu kepada Tuhan (nazar; ISH: kurban bakaran untuk membayar kaul) dan ungkapan syukur atas sesuatu yang umat alami dari Tuhan (persembahan sukarela). Meski bukan korban-korban untuk mengurus dosa dan memulihkan relasi dengan Tuhan Allah, tetap saja dua persembahan kaul dan syukur sukarela ini harus memenuhi syarat, “binatang yang tidak bercela.” Yaitu, “binatang yang buta atau yang patah tulang, yang luka atau yang berbisul, yang berkedal atau yang berkurap, … binatang yang buah pelirnya terjepit, ditumbuk, direnggut atau dikerat” tidak boleh dipersembahkan sebagai persembahan nazar atau sukarela. Perkecualian, apabila binatang korban itu beranggota tubuh kepanjangan atau kependekan, boleh untuk persembahan sukarela tetapi tidak untuk persembahan nazar. Korban persembahan juga harus binatang usia delapan hari dan seterusnya, dan anak binatang itu tidak boleh dikorbankan bersamaan dengan induknya.

Sekali lagi kita ingat bahwa Tuhan Allah tidak butuh apa pun dari kita untuk kebutuhan diri-Nya yang sempurna dan sumber dari segala yang baik, sempurna, bermanfaat. Persembahan apa pun sifat dan tujuannya kepada Tuhan Allah harus dengan sadar menghargai kemuliaan, kekudusan dan kasih-setia Tuhan kepada kita. Jika tidak, teguran yang sejajar nas ini perlu kita simak: “Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?” Kamu membawa roti cemar ke atas mezbah-Ku, tetapi berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?” Dengan cara menyangka: “Meja TUHAN boleh dihinakan!” Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman TUHAN semesta alam. (Maleakhi 1:6-8).

Pada masa kini kebanyakannya kita memberikan persembahan untuk berbagai “urusan” Tuhan, dalam bentuk uang. Maka perlu kita renungkan, 1) uang yang kita masukkan ke kantong persembahan di gereja dalam kondisi baikkah? 2) jumlah uang yang kita persembahkan untuk berbagai kepentingan pekerjaan Tuhan itu setimpalkah dengan kuantitas dan kualitas pemeliharaan Tuhan atas kehidupan kita? 3) apakah motif dan gerakan di hati kita untuk memberikan persembahan itu murni karena kasih kepada Tuhan, pekerjaan-Nya dan sesama, dan dalam pertimbangan iman, bukan karena duka dan paksa atau khawatir?

DOA: Oh Tuhan Mahakasih, kiranya motif dan cara kami mempersembahkan apa pun dan untuk kepentingan apa pun, sungguh sepadan dengan kasih-setia-Mu yang mulia dan kudus. Demi Yesus Kristus, yang adalah pemberian Allah untuk penyelamatan kami. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply