Ketakutan: Terkadang Adalah Kebajikan

Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. (1Yoh. 4:18)
Meskipun ketakutan adalah suatu sumber potensial untuk berdosa, ia tidak tampak dalam daftar-daftar tradisional yang ada tentang dosa-dosa akar, yang darinya terpancar dosa-dosa lainnya. Sepengetahuan saya ketakutan tidak pernah didaftar sebagai subkategori dari dosa-dosa lain. Aquinas menganggap harapan dan takut sebagai dua hasrat yang tidak pas masuk ke dalam daftar klasik tujuh dosa maut.
Harapan utamanya adalah suatu kebajikan tetapi terkadang ia adalah dosa. Takut utamanya adalah dosa tetapi terkadang Ia adalah kebajikan. Sebelum ini kita telah melihat tentang kelancangan, yaitu sebentuk dosa dari harapan, sejenis kesombongan. Kepengecutan dimasukkan sebagai bentuk kemalasan. Kesedihan atau keputusasaan, sejenis ketakutan, juga adalah kemalasan. Tetapi ketakutan sendiri tidak jelas masuk di mana di daftar dosa-dosa itu.
Aquinas memecah masalah ini dengan mengkategorikan ketakutan menurut bagaimana dosa-dosa lain terpapar sumbernya atau objeknya dalam kaitan dengan ketakutan. Sebagai contoh, ketakutan bahwa Allah tidak akan menyediakan kebutuhan kita dapat memimpin ke dosa ketamakan.
Ketakutan membuat kita menyangkali penderitaan Yesus dan membuat kita ingin melewati penderitaan kita atau orang lain juga. Ketakutan hidup dengan bersembunyi dari kebenaran.
Barangkali Anda kenal seseorang yang menyerah saja ketika dikonfrontasi ketimbang mengambil sikap bertahan yang tepat. Orang yang dikendalikan oleh ketakutan berharap untuk mendapatkan restu dengan menjadi apa saja yang orang lain ingin  atasnya. Mereka yang dikendalikan oleh ketakutan tidak ingin memeriksa kehidupan mereka tentang dosa karena mereka ngeri tentang apa yang akan mereka temukan. Ketidaktahuan adalah kebahagiaan, ujar mereka; apa yang tidak saya ketahui tidak dapat menyakiti saya. Hasrat mereka adalah menghindar ke surga, tanpa harus mengurus kekacauan bumi.
Ketakutan membingungkan sebab ia dapat juga merupakan kebajikan. Kita diperintah untuk takut akan Tuhan. Aquinas mengenali beberapa tingkat kedewasaan dalam yang ia sebut karunia takut, yang diberikan Roh Kudus kepada kita.
Ketakutan seperti budak adalah yang paling tidak dewasa; ia bukan dosa bukan juga kebajikan. Ketakutan seperti budak memaparkan adanya kegentaran fana dari mengalami penghukuman. Anak yang boros akhirnya pulang ke rumah bapaknya karena ketakutan seperti budak ini; ia akan mati kelaparan jika tidak kembali. Ketaatan yang keluar dari ketakutan seperti budak pada dasarnya baik tetapi tidak sangat menghormati Allah.
Ketakutan awal adalah tingkat kedewasaan berikut dari karunia ketakutan dari Roh Kudus. Seperti kakak dari anak yang hilang, ketakutan awal membuatnya taat sebab taat adalah benar. Di dalamnya ada ketakutan akan penghukuman tetapi juga ada hasrat untuk taat.
Akhirnya, ketakutan kasih yang dianggap sebagai tingkat karunia ketakutan paling dewasa dari Roh. Ini disebut juga ketakutan hormat, yang dimotivasi oleh kasih sejati akan Allah. Ketakutan kasih mengelak dari dosa sebab dosa tidak menyukakan Allah. Ayah dari anak yang boros itu menggambarkan tingkat kedewasaan ini. Kasihnya murni dan tidak mementingkan diri.
Semua ketakutan lain yang tidak cocok ke dalam ketakutan akan Tuhan, oleh Aquinas dan para penulis awal disebut ketakutan biasa. Hal ini bukan dosa bukan juga kebajikan. Ia hanya suatu reaksi rasional kepada bahaya. Ia tidak memiliki implikasi moral kecuali ia menjadi tidak benar dan mulai mengendali orang.
Entah dosa, kebajikan atau biasa, ketakutan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Ketakutan sedemikian sentral terlibat dalam semua dosa sehingga saya percaya ia layak pembahasan tersendiri. Saya telah mengenal orang-orang yang menyebut ketakutan sebagai dosa ciri diri mereka.
Terkadang seseorang bergumul dengan sejenis ketakutan tertentu yang paling baik diperhitungkan oleh suatu dosa lain. Jika pada intinya saya takut bahwa saya akan jatuh miskin, saya pasti bergumul dengan dosa ketamakan.
Tetapi bagaimana jika seorang bergumul dengan ketakutan itu sendiri, dengan banyak jenis ketakutan dalam situasi yang sangat beragam? Bagaimana jika ketakutan sungguh memerintah kehidupan mereka?
Ketakutan telah mewabahi kemanusiaan sejak Kejatuhan. Sesudah Adam dan Hawa berdosa mereka bersembunyi dari Allah di dalam Taman. Ketika Allah memanggil Adam, ia menjawab, “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi” (Kej. 3:10). Respons Adam pertama sesudah berdosa ialah ketakutan awal akan Allah. Mata Adam dan Hawa telah terbuka kepada baik dan jahat, namun demikian mereka tidak siap menangani kesadaran mereka itu.
Saya belum pernah menghitung, tetapi saya pernah dengar bahwa arahan paling umum dalam Alkitab adalah, “Jangan takut.” Seringkali penguatan itu diberikan kepada orang-orang yang mengalami kepedihan dan keadaan bahaya. Bagaimana kita dapat diminta untuk tidak takut bahaya? Jawaban Aquinas ialah, seperti halnya hasrat lainnya, ketakutan yang tidak
benar adalah dosa, sementara ketakutan yang benar bukan dosa. Takut pada beruang yang sedang mendekat adalah benar. Takut bahwa Allah tidak akan menyatakan kasih-Nya untuk saya tidak benar.
Ketakutan adalah dosa ketika ia harusnya telah terusir oleh pengalaman kita akan Allah. Sesudah keluaran dari Mesir, ketika umat Israel datang ke perbatasan tanah perjanjian, mereka tidak memasukinya sebab mereka takut akan penduduk setempat. Sesudah segala yang Allah lakukan untuk mereka, mereka masih juga tidak memercayai firman-Nya ketika ia memberitahu mereka Ia akan memberikan tanah itu ke tangan mereka. Ketakutan mereka yang adalah dosa itu mengirim mereka balik ke padang gurun untuk empat puluh tahun.
Saya telah bekerja dengan beberapa pasangan yang pernikahan mereka terluka oleh ketidaksetiaan. Seringkali pasangan yang dikhianati menderita ketakutan dari pengulangan ketidaksetiaan. Biasanya itu adalah ketakutan yang masuk akal. Namun demikian, dalam kasus lain, pasangan yang melukai telah melakukan semua hal yang mungkin untuk bertobat dan membuktikan dirinya layak menerima kepercayaan baru. Bertahun-tahun telah lewat pasangan yang melukai masih dihukum karena kesalahan itu. Dalam suatu kasus sang istri masih menyimpan kemarahan atas suaminya karena perselingkuhan emosional yang terjadi dua puluh lima tahun sebelumnya.
Kepercayaan kita akan Allah tidak selalu menuntut bukti terus menerus. Dengan sabar Allah menunjukkan diri-Nya sebagai Bapa kita yang mengasihi. Pada titik tertentu iman kita harus cukup bangkit untuk kurang mengharapkan bukti kesetiaan-Nya.
Kreativitas manusia, suatu bagian dari imago Dei (peta Allah) diungkapkan dalam tak terhitung banyaknya cara kita melindungi diri kita dan menolak kehendak Allah. Kita telah mengeksploitasi kategori besar tentang dosa dengan beberapa variasi di dalam tiap kategori. Siapa pun yang sedang di perjalanan pembentukan rohani lebih dalam
harus maju lebih jauh dari hanya membicarakan tentang definisi-definisi dosa. Kita harus memeriksa hati kita sendiri dan
menamai pola-pola unik yang telah diukirkan oleh dosa ke dalam jiwa kita. Karena alasan ini mari kita pindah ke diskusi tentang proses menamai dosa-dosa ciri diri kita.
MENJINAKKAN KECENDERUNGAN LIAR HATI ANDA
Dari banyak variasi dosa hawa nafsu, yang mana paling siap mencobai keliaran hati Anda? Bagaimanakah gumulan pribadi Anda dengan hawa nafsu telah dipengaruhi oleh pengalaman dan relasi pedih dalam kehidupan Anda?
Bawalah jurnal bersama Anda selama beberapa hari. Catat saat-saat Anda bergumul dengan pikran, hasrat atau fantasi nafsu.
Apakah Anda menemukan adanya pola-pola yang konsisten?
Apakah ada saat-saat di mana Anda lebih dicobai dari pada saat lainnya?
Apakah gambaran tertentu lenyap lebih mudah dibanding lainnya?
Pertimbangkanlah dalam doa bagaimana membuat perubahan konkrit dalam kehidupan Anda untuk membuang pencobaan-pencobaan kepada hawa nafsu atau untuk mengurangi dampak pencobaan-pencobaan itu.
Ketika hati telah mengembara terlalu lama dalam hawa nafsu, kita membutuhkan pertolongan seorang lain untuk luput darinya. Pertimbangkanlah dalam doa apakah Anda memerlukan teman akuntabilitas dan/atau pertolongan profesional dalam melawan dosa ini atau mencari penyembuhan untuk luka-luka lama.
Apakah pertanyaan tentang uang membuat Anda menjadi defensif?
Apakah Anda merasa lebih atau kurang kaya daripada tetangga Anda?
Daripada kebanyakan orang lain di dunia?
Dalam doa tundukkan kepada Tuhan sikap hati Anda terhadap uang.
Apakah Anda bergumul dengan bentuk ketamakan tertentu?
Bagaimana Anda merasa Allah meminta Anda menghadapinya?
Tuliskan riwayat hidup Anda tentang keuangan. Bagaimana orangtua Anda menangani uang? Bagaimana diskusi tentang uang ditangani atau dihindari?
Jika Anda telah menikah, bagaimanakah sikap Anda tentang uang berbeda dari pasangan Anda? Bagaimana Anda merasa Allah ingin agar pandangan Anda tentang uang berubah selang beberapa waktu?
Jika Anda membaca buku ini dan menjawab pertanyaan berikut, Anda tengah melawan kemalasan!
Hal apa yang sangat mudah mencobai Anda ke kemalasan?
Apa alasan Anda paling umum untuk tidak melakukan hal-hal penting yang
harus dilakukan?
Ibadah adalah lawan dari kemalasan. Apa yang menghindari kemampuan Anda beribadah?
Mengikuti kebaktian yang Anda hadiri minggu yang akan datang, jurnalkan tentang pengalaman itu. Bagaimana suasana hati Anda memengaruhi?
Faktor apa saja yang mengganggu Anda?
Faktor apa saja menarik Anda masuk dan membuat ibadah teralami lebih wajar?
Apakah Anda lebih memperhatikan apa yang Anda inginkan dari pengalaman ibadah atau dengan apa yang Allah inginkan dari ibadah Anda? Bagaimanakah hal ini berkait dengan dosa kemalasan?
Bagaimanakah cara-cara ketakutan mencegah Anda dari menjadi pribadi yang Allah inginkan? Jika Allah menyembuhkan Anda dari dosa ketakutan, apa yang akan berubah secara dramatis?
Sebagaimana dalam pasal-pasal terdahulu, ketika Anda mengkontemplasikan masing-masing dosa dalam pasal ini dan akibatnya dalam hidup Anda, bagaimana Anda merespons kepada hati Anda sendiri yang liar? Apakah Anda keras dan kritis, atau lembut dan sabar?
(Michael Mangis, Dosa Ciri Diri. psl. 3.4)

Be the first to comment

Leave a Reply