Kesendirian

Saya tidak suka kesendirian, tetapi saya bersyukur untuk itu. Kesendirian kadang dapat menjadi sumber kepedihan berat. Barangkali kesendirian merupakan alasan utama banyak dari kita takut usia lanjut: kita tidak ingin ditinggalkan sendirian di akhirnya. Tetapi kesendirian tidak dapat dihindari, dan ada banyak yang mesti dipelajari darinya, jadi kita juga perlu akrab dengannya agar tidak harus tidak siap menanggungnya ketika ia datang mendadak dan tidak terduga suatu hari kelak. Akrab dengan kesendirian berarti menjadi akrab dengan diri sendiri. Keberkatanlah mereka yang merasa nyaman dengan diri sendiri.

Ketika saya mulai memeditasikan tentang perawatan jiwa, waktu menyendiri adalah hal sangat sukar. Menghadapi diri saya sendiri dengan jujur dalam kesendirian adalah hal yang sangat janggal dan tidak nyaman. Saya terperangkap dalam diri palsu saya, dan meski saya menyadari itu saya sungguh tidak menyukainya, saya tidak ingin berjumpa dengan diri sejati saya. Butuh keberanian untuk menghadapi diri saya sendiri dalam masa kesendirian itu.

Kita tidak boleh menghindari kesendirian tetapi belajar untuk merangkulnya, sebab ia dapat memberikan kedalaman wawasan dan hikmat sebagai akibatnya. Ia menolong kita menyelami kedalaman dunia batiniah kita, menghindari kedangkalan dan tumbuh dalam kedewasaan.

Semasa kesendirian, jiwa kita menjadi miskin. Kesendirian membawa kita ke keheningan, dan ketika kita hening, kita mendapatkan bahwa dunia kesendirian itu dalam adanya. Memang, banyak masalah terjadi ketika
keheningan pecah. Bahasa dan emosi yang tidak dewasa yang tidak dapat menanggung keheningan dapat menyebabkan banyak masalah. Tetapi menanggung keheningan menolong kita memelihara nyala batin kita. Ia
menolong bahasa kita menjadi bernas. Ia juga membawa kita kepada Allah, menolong kita mengembangkan hati untuk Dia.

Kita merindukan Allah dalam kesendirian, sebab ia membawa kita masuk lebih dalam ke tempat kudus batiniah dimana kita berjumpa Dia. Keheningan memandu kita ke dalam dunia keajaiban Allah. Kesendirianlah
yang menolong kita masuk lebih dalam ke tempat perhentian batiniah. Dalam kesendirianlah kita dapat mengalami pelukan Allah secara penuh.

Terlepas dari milik atau pencapaian kita, kesendirian membawa kita ke posisi dimana kita dapat cukup hanya dengan keberadaan. Buku Erich Fromm, To Have or To Be (Punya atau Ada)? Membagi kehidupan ke dalam
dua kategori: “punya” (to have) dan “ada” (to be). Yang membuat kita melimpah dan berkemurahan adalah “ada,” maka kita harus melatih diri kita untuk merasa cukup dengan “ada.” Kecukupan itu datang ketika kita
menjadi akrab dengan kesendirian.

Anak-anak yang tahu bagaimana main sendiri belajar untuk tidak takut sendirian sewaktu dewasa. Orang dewasa yang tidak takut dengan kesendirian tahu bagaimana berbagi ruang dan waktunya dengan orang lain, untuk tidak mendesakkan tekanan dalam keadaan atau hubungan. Mereka sanggup mengasihi orang lain tidak saja dengan apa yang mereka miliki tetapi dengan siapa ada-nya mereka, sebab kasih bukan menyangkut mempunyai tetapi menyangkut keberadaan. Ketika Anda ada dalam kesendirian, janganlah menjadi terlalu kesepian. Apabila anda merasa kesepian, masuklah lebih dalam ke perjumpaan dengan Allah. Allah yang kita jumpai dalam keheningan dan ketenangan akan menenangkan dan menghiburkan kita.

Ini bukan menyangkut kekayaan lahiriah; ini sepenuhnya mengenai kekayaan batiniah. Allah sepatutnya menjadi kediaman kekal hati kita. Inilah mengapa saya bersyukur kepada Allah yang memberi saya kesendirian sebagai karunia.

(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas Kebersyukuran, psl. 25)

Be the first to comment

Leave a Reply