Kemarahan Yunus

Foto: portaljember.pikiran-rakyat.com

Dalam pasal 4 kita baca bagaimana Yunus bersekutu dengan Allah dalam kemarahan besar sebab Allah, seperti yang ia kenal, “adalah Allah yang lambat marah dan melimpah dengan kasih, Allah yang tidak sampai hati
mengirimkan bencana.” Allah telah bertindak dalam karakter penuh anugerah dalam mengurus orang Niniwe. Ironi dan kekejaman acungan tinju Yunus dalam kemarahan kepada Allah sebab Allah tidak mengungkapkan kemarahan dengan hal-hal yang membuat Yunus marah, tak perlu lagi digarisbawahi. Kini kita akan mengamati Allah menanyai Yunus, memasuki baik kepala maupun hatinya.

Yunus 4:4 memberitahu kita bahwa Allah menjawab Yunus, “Berhakkah kamu untuk marah?” – marah seperti kemarahanmu ini? Dalam hati nuraninya Yunus tahu, atau setengah tahu bahwa dengan pertanyaan ini Allah menegurnya, teetapi ia belum mau menerimanya. Ini pun sesuatu yang teramat sering terjadi dalam kehidupan kita. Kita setengah tahu bahwa Allah meneropong hati nurani kita tentang sesuatu.

Tetapi pada mulanya kita tidak bersedia menghadapinya, maka dengan sengaja kita tidak memikirkannya. Kita berpikir tentang hal lain, atau kita pergi dan melakukan sesuatu yang lain. Mungkin untuk sesaat kita akan tetap mempertahankan kebiasaan berdoa dan membaca Alkitab setiap hari, tetapi kita tidak mengatakan apa pun kepada-Nya tentang hal yang membuat kita merasa serba salah. Tetapi Allah, sang “pemburu dari surga,” akhirnya akan menangkap kita. Cepat atau lambat kita harus menghadapi isu yang Dia desakkan kepada kita. Adalah rahmat-Nya bahwa Allah tidak membiarkan kita akhirnya mengabaikan usikan hati nurani kita. Untuk sesaat ini, Yunus berusaha mengabaikannya – dan Allah menanti saatnya Dia.

Apa yang Yunus buat? Ia pergi keluar kota dan membuat sebuah tempat bernaung, semacam pondok. Ia duduk di dalam naungannya dan menanti, mengamati dan terus menerus berharap, meski telah terjadi kebangunan,
meski telah terjadi pertobatan, meski ketakutannya bahwa Allah akan bertindak dalam kemurahan, bahwa akhirnya Allah akan menghancurkan juga Niniwe. Maka ia duduk di sana dan menatap ke arah Niniwe dari jam
ke jam, berharap akan melihat kota itu dimakan api. Ingat, ia adalah seorang patriot; ia seorang rasis; ia seorang sombong dan menyimpan kepahitan. Ya, ia memiliki iman sejati, dimatangkan oleh pengalamannnya dengan kapal dan ikan, tetapi karakternya sayangnya salah, dan masih belum berubah. Ia telah belajar ketaatan, tetapi
belum tentang belas kasihan.

Kegigihan Allah

Kini Allah maju lebih dalam untuk mengajar dia pelajaran kedua. Yunus 4:6 berkata, “Atas penentuan Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak.”

Sesungguhnya tak seorang pun tahu apa persisnya pohon itu. Ada penerjemah yang menerjemahkannya sebagai sejenis pohon labu air, dan penafsir lain menganggap ini semacam pohon bunga matahari besar dengan cabang besar yang memberikan bayangan luas. Pohon jarak – atau pohon apa pun itu – tumbuh dengan cepat di samping tempat Yunus berada.

Pohon itu menaungi Yunus “agar ia terhibur dari pada kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu. Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu.

Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati, katanya: “Lebih
baiklah aku mati dari pada hidup” (6-8).

Lalu firman Allah datang kepadanya dalam cara yang tidak dapat disangkali. berfirmanlah Allah kepada Yunus: “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” (4:9).

“Selayaknyalah aku marah sampai mati,” jawab Yunus. “Aku perlu pohon itu, tetapi kini Engkau mematikannya.”

Kemudian Allah menjawab (saya perluas teks dalam ay. 10-11), “Engkau begitu memerhatikan pohon jarak yang tidak kau tanam atau tumbuhkan itu. Ia tumbuh semalaman dan mati semalaman. Tetapi kini pikirkanlah
tentang Niniwe. Selain memiliki penduduk lebih dari seengah juta orang dewasa, di dalam Niniwe ada lebih dari 120,000 anak kecil dan sekian banyak ternak, dan semua itu milik-Ku. Dan jika sekarang ini Aku peduli akan anak kecil dan ternak, patutkah engkau heran atau tersinggung bahwa Aku peduli akan penduduk dewasa Niniwe? Tidakkah sepatutnya engkau memerhatikan apa yang merupakan milik-Ku? Pohon ini sama sekali bukan punyamu, tetapi engkau begitu sayang kepadanya. Yunus, pohon itu sebetulnya punya-Ku dan bukan punyamu, tetapi engkau marah ketika kehilangan dia. Sadarlah, tidakkah kamu harusnya berpikir bahwa Aku benar memperlihatkan kemurahan kepada penduduk Niniwe yang bertobat? Apakah kamu merasa bahwa Aku dapat bersimpati terhadap
kemarahanmu tentang kemurahan-Ku, Yunus? Tentu saja Aku marah kepada para pendosa dan dosa-dosa mereka, dan ada murka menantikan mereka jika mereka tidak meninggalkan perbuatan salah mereka. Tetapi Niniwe
telah meninggalkan dosa-dosanya. Bukankah tepat Aku gembira akan pertobatan Niniwe dan bahagia mengakui itu dengan mengampuni mereka?”

Pelajaran Allah untuk Kita

Demikianlah Allah memberikan dua pelajaran penting untuk Yunus: pelajaran tentang ketaatan dan pelajaran tentang belas kasihan. Ini juga pelajaran yang Tuhan ingin kita belajar dan setiap kita yang melayani Tuhan harus belajar. Sementara Anda dan saya hidup karena diampuni, sebagaimana orang Niniwe hidup karena diampuni, dan seperti Yunus sendiri pun hidup karena diampuni, mari kita menghargai kemurahan Allah yang menyelamatkan itu, yang menjadi landasan untuk kedua pelajaran tersebut. Seperti Allah mengajar Yunus tentang keharusan ketaatan dalam pelayanannya, maka mari kita mengizinkan Ia membuat peka hati nurani kita kepada pentingnya kesediaan untuk selalu melakukan apa yang Ia perintahkan. Sementara Allah sendiri berketetapan hati untuk mengubah Yunus menjadi seorang yang berbelas kasihan, maka mari kita izinkan Ia untuk mengajar kita menjadi orang-orang yang berbelas kasihan, yang mengasihi sesama kita dalam arti sepenuh-penuhnya. Dengan demikian ktia akan sungguh menjadi umat yang menyukakan Dia dengan terus menerus menaati firman-Nya, tidak
berhenti memberi telinga kepada penugasan apa pun yang tidak kita sukai. Mari kita belajar menyukakan Allah dengan memercayai hikmat-Nya sementara Ia menaruh kita ke dalam disiplin perbaikan untuk mengajar kita semua pelajaran ini. Dimakan oleh ikan adalah disiplin Tuhan untuk Yunus; demikian juga ketika ia mengalami pohon kesayangannya mati dan roboh di kakinya. Melalui semua pengalaman ini Allah mengajar
Yunus. Anda dan saya pun harus bersedia diajar dan memercayai hikmat Allah ketika Ia mengurus kita, terkadang dalam cara yang menghajar, untuk menolong kita belajar hal yang Ia ingin kita ketahui.

Akhirnya, semua ini harus ditempatkan dan dilihat daam kerangka penghayatan bersifat tritunggal yang Kristus-sentris, dan Roh-sentris. Karenanya, marilah kita belajar mengasihi sesama kita, termasuk sesama kita yang bermusuhan dan menindas, dengan dimatangkan di jalan kasih Allah untuk kita sebagaimana Ia bertindak untuk keselamatan kita – Anda dan saya. “Sedemikian besar kasih Allah atas dunia ini sehingga Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16). Anda ingat, Yesus pernah bicara tentang tanda Yunus, ketika Ia menatap ke depan ke
kematian-Nya untuk dosa-dosa kita dan kebangkitan-Nya kembali untuk menjadi Juruselamat yang memberikan hidup baru. Yunus hidup kembali, dari dalam perut ikan, dan melayani Niniwe sebagai bukti hidup tentang tekad bulat Allah untuk menyampaikan pesan hukuman dan rahmat kepada mereka. Demikian juga Anak Manusia hidup kembali dalam kuasa penyelamatan untuk “mewartakan damai” melalui perkataan para hamba-Nya
kepada dunia ini (Efs. 2:1-17) dan menjadi Pengantara yang hidup dan Tuan atas semua yang memercayai-Nya. Kiranya dampak Allah, seperti yang nyata dalam pelayanan Yesus, yaitu Ia yang jauh lebih besar daripada Yunus, membentuk kita ulang menjadi umat yang bermurah hati, mengasihi, menjangkau orang lain sesuai panggilan-Nya untuk semua orang Kristen.

Mari kita belajar bergembira bahwa Allah kita, Allahnya Yunus, adalah “Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya” (Yun. 4:2). Ia tidak saja Allah yang Mahakuasa, pemerintah atas angin, gelombang dan ikan raksasa, juga tanaman dan ulat kecil, tetapi Ia juga Allah yang penuh kemurahan, tenang dan menahan diri dalam mengajar kebenaran, hikmat, dan kehendak baik kepada orang aneh yang fanatik, tidak berbelas kasihan seperti Yunus untuk membawa mereka keluar dari kemarahan mereka kepada-Nya dan kekerasan hati mereka kepada orang lain. Kesombongan, kemarahan dan ketiadaan harapan berjalan beriringan: kesombongan berkata kepada Allah, “kehendakku jadilah”; kemarahan berkata, “keterlaluan bahwa Engkau tidak melakukan itu, tetapi melakukan yang berlawanan”; lalu
kesimpulan yang ditarik ialah “kini segalanya jadi kacau” – yang tidak lain adalah ketiadaan harapan, dan motivasi Yunus terdalam yang membuatnya dua kali menginginkan dirinya mati (3, 8). Kesombongan dan kemarahan entah bagaimana harus diperas keluar dari kita sebelum kita dapat sesungguhnya berharap akan Allah, mempraktikkan ketaatan sebagai cara hidup yang benar bagi kita dan mempercayakan politik dan sejarah global ke dalam tangan-Nya yang berhikmat, murah hati dan penuh rahmat – dan ini memang Ia lakukan. Dalam kitab Yunus kita melihat Ia melakukan itu untuk Yunus, dan dalam narasi itu terletak jaminan bahwa ia akan melakukan itu juga untuk kita. Jadi marilah kita para Yunus ini memuji Dia dan menaruh hidup kita dalam tangan-Nya untuk diperbaiki dan diurus-Nya.

O Allah, Bapa surgawi kami, kami takjub akan cara hikmat dan kesabaran-Mu dengan seorang manusia berkarakter sulit yang kami temukan dalam kitab Yunus. Kami tahu bahwa seperti dia kami pun dipangil untuk menjadi para pewarta rahmat-Mu kepada jiwa-jiwa yang terhilang, dan seperti dia, kami membangun perintang dalam hati kami terhadap pemenuhan misi kami. Kami sadar bahwa di masa lalu kami telah merusak pelayanan kami kepada-Mu dengan sikap negatif kami terhadap hal-hal dan kekakuan serta kebodohan kami kepada orang lain, dan kami telah menutup mata dan telinga kami kepada kebutuhan riil yang ada dalam orang-orang riil yang kepadanya Engkau telah menggerakkan kami untuk pergi dan berusaha untuk menolong. Demi Yesus, Anak-Mu,
Juruselamat dan teladan kami, ampuni kami para Yunus dari kegagalan buruk kami ini, dan ajar kami mengasihi yang terhilang sebagaimana yang Kau lakukan, supaya terang dan kasih Kristus boleh memancar dalam kami sementara kami melakukan urusan-Mu. Lebur kami, bentuk kami, hancurkan kami, ubah kami, pakai kami, milik-Mulah segala kemuliaan. Amin.

Pelajaran

Bacalah Kitab Yunus. Tindakan apa menyingkapkan karakter Yunus? Diri Anda yang bagaimana
yang Anda lihat dalam Yunus? Teladan apa yang Anda lihat tentang anugerah Allah dalam kisah Yunus?
Pelajari dua deskripsi Yunus tentang Allah dalam 1:9 dan 4:2. Dalam hal apa saja tindakan Yunus itu mengungkapkan kepercayaannya? Dalam hal apa tindakannya gagal memenuhi kepercayaannya?
Baca ulang setiap deskripsi tentang Allah dengan mengingat kedaan Anda sendiri saat ini. Tindakan apa saja dapat Anda ambil untuk menghidupi kepercayaan ini?
Apakah nilai ikan itu untuk Yunus?
Kapan Anda mengambil jedah dalam rutin Anda untuk mengizinkan Allah memberikan Anda wawasan berharga untuk hidup Anda?
Kendati pun ada cacat dalam Yunus, kebaikan apa yang Allah capai melaluinya?
Yunus perlu belajar dua hal: pelajaran tentang ketaatan dan pelajaran tentang kemurahan hati. Ukuran apa Allah pakai untuk mengajarkan pelajaran tersebut?
Bagaimana harus Anda tempatkan pelajaran Yunus itu agar berlangung
dalam konteks Anda sendiri?

Doa

Pakai beberapa saat dalam hening, renungkan kehidupan Yunus. Minta Allah menyatakan kepada Anda apa yang Ia ingin Anda ambil dari pengalaman Yunus?
Baca ulang bagian “Kemurahan Allah.” Sembah Allah, puji Dia untuk kemurahan- Nya. Lalu ingatlah tindakan kemurahan Allah secara spesifik untuk hidup Anda dan ucapkan terima kasih kepada-Nya untuk semua itu. Yunus mengeluh dalam 4:2. “Aku tahu Engkau adalah Allah yang penuh anugerah dan kasih sayang, lambat untuk murka dan berlimpah dalam kasih, Allah yang tidak tega mengirimkan bencana.” Bicaralah kepada Allah tentang respons Anda terhadap karakter-Nya. Baca ulang paragraf terakhir pasal ini. Pakai itu sebagai dasar untuk
doa Anda sendiri.

Tulis

Saat Yunus dalam perut ikan memberinya kesempatan untuk membendung segala gangguan dan jujur dengan Allah. Ciptakan “ikan” Anda sendiri dengan secara sengaja mencari waktu dan tempat untuk berkomunikasi
secara pribadi dengan Allah. Minta Ia menyelidik hati Anda tentang arah hidup Anda saat ini. (Apakah Anda cukup menaati-Nya? Bermurah hati kepada orang lain – bahkan mereka yang tidak Anda sukai?)
Tuliskan doa dan perenungan Anda.

(James I. Packer, Selalu Ada Harapan, psl. 4.3.)

Be the first to comment

Leave a Reply