Kekuatan-kekuatan

Foto: idntimes
Jadi di mana tempat “kekuatan-kekuatan” itu? Paulus menyebutkan tiga hal tentang mereka dalam surat ini.
Pertama, dalam puisi agung yang tadi saya kutip (1:15-20), kita menemukan titik tolak penting. Segala sesuatu diciptakan dalam Kristus, melalui Kristus dan untuk Kristus. Segala sesuatu – temasuk “kekuatan-kekuatan”! Dunia ini pada hakikatnya tidak terbagi ke dalam unsur-unsur yang intinya baik dan unsur-unsur yang intinya jahat.
Segala sesuatu – yang tidak tampak juga yang tampak – dicipta oleh sang pencipta, melalui perantaraan Anak-Nya yang kekal, yang kita kenal sebagai manusia Yesus. Allah bermaksud agar dunia-Nya teratur, bukan acak; terstruktur, bukan kacau. Ia bermaksud bahwa yang kita sebut kuasa dan kekuatan, menjadi bagian dari cara dunia ini bekerja. Dari situlah kita harus mulai.
Jadi, apa yang salah? Mengapa kekuatan-kekuatan itu begitu mengancam? Yang salah ialah manusia melepas tanggungjawab untuk dunia Allah, dan menyerahkan kuasa mereka kepada kuasa-kuasa tersebut. Ketika manusia
menolak untuk memakai karunia seksualitas dari Allah dengan tanggungjawab, mereka menyerahkan kuasa mereka ke tangan Aphrodit, dan Aphrodit akan menguasai. Ketika manusia menolak memakai karunia uang
dari Allah dengan tanggungjawab, mereka menyerahkan kuasa mereka kepada Mammon, dan Mammon akan menguasai. Demikian seterusnya. Dan ketika kuasa-kuasa itu ambil alih, umat manusia mengalami kehancuran.
(Sebaliknya, ketika Anda melihat manusia mengalami kehancuran, biasanya itu disebabkan karena adanya kuasa-kuasa yang bekerja yang manusia tidak berdaya menghentikannya.)
Maka hal kedua yang Paulus buat dalam alur yang logis ialah hal yang muncul di tengah-tengah pasal dua. Dalam sebagian besar pasal 2 ia mendorong orang Kolose bahwa, karena mereka ada dalam Kristus, mereka tidak perlu lagi untuk tunduk kepada “kuasa-kuasa.” Yang ia maksudkan khususnya adalah “kuasa-kuasa” atau kekuatan-kekuatan yang mengendali berbagai bangsa dan ras dunia ini, dan yang akan berusaha untuk memeras anggota Gereja yang masih muda ini ke dalam kategori dan filsafat mereka. Sekarang lihatlah apa yang Paulus lakukan. Ia pergi ke peristiwa salib. Mengapa Yesus disalibkan? Apa “arti,” “inti terdalam,” dari peristiwa itu? Untuk siapa pun dalam dunia purba, pertanyaan itu memberikan jawabannya sendiri, sebagaimana juga terjadi masa kini. Mengapa begitu banyak orang mati di Sarajevo? Mengapa orang mati di Tiananmen Square? Mengapa, mengapa begitu banyak orang mati di Rwanda? Mengapa begitu banyak penumpahan darah di negeri ini? Jawabannya sama: mereka ada dalam jalan kekuatan-kekuatan, kuasa-kuasa.
Yesus mengambil pemerintah-pemerintah dan kuasa-kuasa. Ia menghidupi, mengajarkan, jalan hidup sebagai Israel, jalan hidup menjadi manusia, yang menantang kuasa-kuasa dalam seluruh seginya. Kuasa-kuasa berkata
kamu harus hidup untuk uang. Yesus berkata kamu tidak dapat hidup untuk Allah dan Mammon. Kuasa-kuasa berkata bahwa jalan Israel ke kebebasan akan terjadi melalui pedang. Yesus berkata bahwa mereka yang
menghunus pedang akan binasa oleh pedang. Kuasa-kuasa berkata bahwa Kaisar adalah Tuhan dunia ini. Yesus memproklamasikan kerajaan Allah.
Apa yang terjadi dengan orang yang dengan berani menantang kuasa-kuasa? Kelihatannya baik untuk sementara; lalu tank-tank berdatangan. Siapa pun yang melihat Yesus tersalib akan menyimpulkan bahwa itulah yang terjadi. Kuasa-kuasa telah membunuh-Nya; itulah yang mereka lakukan terhadap orang yang menantang mereka. kuasa-kuasa memakukan tuduhan kesalahan terhadap-Nya di atas kepala-Nya; Ia adalah seorang pemberontak. Mereka melucuti-Nya sampai telanjang dan mempermalukan-Nya di hadapan umum. Mereka merayakan kemenangan mereka atas Dia. Tidak ada seorang pun boleh menantang kami seperti itu, ujar mereka, singkirkan. Anda tidak bisa mengalahkan sistem.
Kini dengarkanlah Kolose 2:13-15, dan lihat bagaimana Paulus menegakkan semua ini dalam kepalanya:
Ketika kamu dulu mati dalam dosa-dosamu, dan dalam sunat jasmanimu, Allah membuatmu hidup bersama dengan Kristus. Ia mengampuni semua dosa kita, sebab Ia telah menghapuskan catatan hukum atas pelanggaran kita: sesungguhnya, Ia memakukan itu di salib. Ia melucuti kuasa-kuasa dan pemerintah-pemerintah sampai telanjang; Ia membuat mereka menjadi tontonan publik; Ia merayakan kemenangan-Nya atas mereka!
Inilah ironi besar yang berdiri tegak di inti surat Kolose. Inilah alasan mengapa Gereja harus belajar bersyukur. Salib bukan kekalahan Kristus di tangan kuasa-kuasa; salib adalah kekalahan kuasa-kuasa di tangan-Nya – ya, di tangan Kristus yang penuh darah. Ini adalah tema agung masa Sengsara: “panji-panji raja majulah.”
Anda ingat adegan dalam Jesus Christ Superstar, ketika Yesus dan para murid mendekat Yerusalem? Simon Zelotes mendesak Yesus untuk tampil dan menjadi raja dalam pengertian duniawi. Yesus, ujarnya, akan mendapat semua kuasa dan kemuliaan. Yesus, menjawab dengan tenang dan sedih, memberitahu Simon bahwa bukan Ia, atau pemain lain dalam permainan itu yang mengerti apa sejatinya kuasa dan kemuliaan. Dan Ia melanjutkan perjalanan-Nya, jalan salib, jalan yang sepenuhnya menumbangkan semua kuasa-kuasa dunia. Kuasa penumpahan darah Allah adalah lebih kuat daripada kuasa Kaisar, hukum, Mars, Mammon, Aphrodit dan lainnya. Pokok itulah yang Paulus pegang. Dan itu adalah alasan untuk jemaat Kolose bersyukur. Perang telah dimenangi.
Maka pokok ketiga yang Paulus buat tentang kuasa-kuasa, herannya, ialah bahwa mereka telah diperdamaikan kepada Kristus. Sesudah dikalahkan, mereka tidak dilenyapkan. Allah dalam Kristus, sedang membuat suatu dunia baru; bahkan kini ini, Ia membuat suatu tatanan baru di bawah kuasa Kristus. Kolose 1:20 (sejajar dengan 1:16) berkata bahwa melalui Dia Allah memperdamaikan kepada diri-Nya segala sesuatu, semua yang di bumi dan semua yang di surga, menciptakan damai melalui darah-Nya yang dicurahkan di salib. Mengatakan bahwa Anda tidak boleh menyembah Aphrodit bukan berarti bahwa Anda harus menjadi makhluk tanpa seks. Mengatakan bahwa Anda tidak dapat menyembah Allah dan Mammon tidak berarti bahwa Anda harus berhenti menggunakan uang.
Mengatakan bahwa kecurigaan ras salah tidak berarti kita tidak dapat merayakan perbedaan antara kita. Allah menginginkan kuasa-kuasa melayani Dia, dan melayani serta menopang manusia makhluk-Nya.
(M. T. Wright, Mengikut Yesus, psl. 2.2)

Be the first to comment

Leave a Reply