Kebersyukuran dan Masalah

Saya dipenuhi dengan kebersyukuran karena masalah-masalah saya. Dengan mempelajari Alkitab, saya menyadari bahwa dimana ada masalah, di sana ada mukjizat Allah juga. Bahkan, masalah dan kesulitan merupakan fondasi yang perlu untuk mukjizat Allah. Tidak ada orang yang menikmati kesukaran, sebab satu masalah laimnya membawa masalah lain. Kita menginginkan ketenangan dan keamanan; masalah mengguncang fondasi kita dan membuat kita tidak aman. Tetapi jika tidak ada masalah, tidak ada mukjizat. Kita butuh sudut pandang tepat untuk mendekati dan merespons masalah, atau terutama kita butuh sudut pandang Allah tentang masalah yang kita hadapi. Itulah hikmat.

Pertumbuhan kita memikul sisa-sisa tantangan kita, maka masalah menjadi hakiki bagi kedewasaan kita. Sesungguhnya, kita kerap tumbuh dalam perbandingan langsung dengan banyaknya dan beratnya masalah kita. Cukup lama saya takut menghadapi masalah, dan berusaha menghindarinya sehingga saya justru lebih sering tersandung. Tetapi ketika saya memutuskan untuk menghadapi mereka saya menyadari bahwa masalah-masalah adalah kesempatan untuk Allah melakukan karya besar-Nya.

Semua kita menghadapi masalah dalam kehidupan. Ketika Yesus dihadapkan dengan masalah, Ia mulai dengan bersyukur. Sebelum memberi makan ribuan orang lapar dengan lima ketul roti dan dua potong ikan, Ia menaikkan doa syukur. Sebelum memanggil Lazarus keluar dari kuburannya, Yesus menaikkan ucapan syukur. Di hadapan pengucapan syukur, masalah-masalah kita kehilangan kuasanya karena mereka dikonfrontasi oleh Yesus. Ia menanggung salib untuk menyelesaikan masalah ngeri dosa dalam kehidupan kita. Dengan cara ini, kebersyukuran menghasilkan kesempatan untuk mengubah masalah menjadi harta karun. Jadi kita tidak perlu takut tentang masalah ketika mereka mendatangi kita, sebab Allah sering membungkus berkat-Nya dalam masalah. Apabila kita menolak untuk menghadapi masalah, kita boleh jadi hanya sedang menolak pemberian dari Allah.

Maka kita dapat memperlakukan masalah dengan hati-hati, seperti orang mengurai gulungan benang. Lalu kita dapat membawa masalah itu kepada Bapa kita dalam doa, sambil mengucapkan syukur dalam segala keadaan (1 Tesalonika 5;18). Apabila kita sanggup memiliki sudut pandang Allah tentang masalah dan kesukaran dalam kehidupan kita, maka kita sanggup mengalami berkat-Nya dan bahkan mukjizat-Nya, sambil meraih hikmat dan pertumbuhan dalam kedewasaan.

Apa pun masalah yang sedang kita hadapi, mari kita ucapkan syukur kepada Tuhan karenanya, dengan percaya bahwa setiap masalah akan merupakan kesempatan untuk lebih mengenal Dia dan makin menikmati berkat-Nya.

(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas Kebersyukuran, psl. 7)

Be the first to comment

Leave a Reply