Kamu

Karena itu matikanlah dalam diri kamu segala sesuatu yang duniawi,
Kolose 3:5

Beberapa tahun yang silam seorang teman saya, seorang pencinta gitar, memberi saya sebuah gitar mahal. Gitar itu edisi terbatas, ditandatangani oleh Eric Clapton. Waktu ia memberikan gitar itu kepada saya, dua puluh menit lamanya ia memaparkan seluruh rincian tentang tiap bagian gitar itu, menjelaskan mengapa gitar itu begitu spesial.
Kayunya berasal dari Brazil dan dari jenis yang langka. Konstruksinya buatan tangan piawai melebihi kebanyakan gitar lain, tunjuknya sambil memperlihatkan hal-hal kecil yang tidak pernah saya perhatikan. Ketika saya pulang ke rumah saya melakukan penelitian singkat tentang gitar itu untuk mengetahui berapa harganya. Saya terkejut bahwa nilai gitar
itu lebih mahal daripada harga mobil saya.

Berminggu-minggu lamanya saya takut menyentuh gitar itu. Saya hanya mengeluarkannya lalu melihatnya. Akhirnya saya mulai memainkannya, dan suaranya indah tidak seperti semua gitar lain yang pernah saya mainkan. Sesungguhnya saya bukan pemain gitar yang baik, tetapi gitar ini mengeluarkan suara sedemikian indah sampai terdengar seolah saya
pandai bermain gitar. Tiap kali saya selesai memainkannya, saya menyimpannya dengan hati-hati, memastikan bahwa saya tidak membuatnya cacat dan sering kali saya memolesnya dengan semir dan lap gitar khusus, lalu mengembalikannya ke dalam tas gitar yang terbuat dari beludru hijau halus. Seperti yang dianjurkan, saya menyimpannya dalam
ruang bersuhu sedang.

Saya punya dua gitar lain, sudah tua dan usang, total harga keduanya tidak lebih dari seratus dollar. Keduanya tidak memiliki tas tetapi saya hanya menyandarkannya di dinding ruang bermain putri saya. Jika gitar itu terbentur, saya tidak begitu peduli. Suatu hari putri saya, Hope, dikunjungi seorang temannya untuk bermain. Dan kebetulan saya dengar di dapur, mereka bicara tentang bermain gitar. Temannya baru mulai belajar main gitar, mereka ke ruang bawah dan sesaat saya lupa
tentang mereka karena asyik membaca surat kabar. Tiba-tiba terkilas di pikiran saya: gitar… anak gadis usia dua belas… mereka bisa membentur gitar istimewa saya! Cepat saya berlari ke ruang bawah dan merasa lega melihat mereka main dengan dua gitar tua usang itu.”Syukurlah,” cetus saya, dan Hope menjawab, “Pa, saya tidak akan pernah menyentuh gitar spesial itu — saya sudah berjanji tidak akan membuka tasnya kecuali ada papa.”

Saat itu saya menyadari betapa spesial gitar itu untuk saya. Saya merawatnya baik-baik, dan saya tidak akan pernah secara sengaja membuatnya terancam kerusakan. Gitar itu istimewa bagi saya, sebuah karya seni unggulan, maka wajar saya memperlakukannya dengan istimewa.
Anehnya, itulah justru pertimbangan Paulus tentang kehidupan para pengikut Kristus terhadap dosa. Awalnya sukar menangkapnya, tetapi jika Anda melihat dengan lebih teliti nasihatnya di Kolose 3, Anda dapat melihatnya. Itu terdapat dalam kata yang sering terlewatkan, karena itu.

Dalam empat ayat permulaan (Kolose 3:1-4), Paulus bicara tentang siapa adanya kita. Ia memaparkan tentang jatidiri kita. Kemudian ia memperkuat kepentingan hal itu dengan memberitahu kita untuk mengarahkan hati dan akal budi kita pada kebenaran ini. Ia berkata, “Engkau telah mati dan bangkit bersama Yesus. Ia kini tinggal di dalam kamu, dan hidupmu aman serta terjamin dalam Dia. Ingat itu baik-baik, dan simpan itu dalam ingatanmu terus menerus. Ingat siapa adanya kamu.
“Lalu datanglah kata karena itu.” Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi” (Kolose 3:5).
Dalam beberapa ayat berikutnya Paulus menyatakan apa saja “segala sesuatu yang duniawi” itu: percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, marah, geram, kejahatan, fitnah, kata-kata kotor dan dusta. Semua orang Kristen tahu kita tidak boleh melakukan semua hal ini, tetapi hanya sedikit yang tahu mengapa. Kebanyakan orang menganggap kita harus berhenti melakukan semua hal ini karena Allah akan marah pada kita. Maka dengan kekuatan kemauan mereka
berusaha melepaskan diri dari berbagai jenis kelakuan ini, yang ternyata membawa pada kegagalan dan frustrasi. Jelas bukan seperti itu pendekatan Paulus. Ia tidak pernah berkata, “Hei, berhenti melakukanhal-hal itu sebab Allah akan murka dan menghukum kamu.” Sebaliknya ia hanya berkata, “Ingat siapa adanya kamu, dan bertindaklah sesuai.”

Jadi, siapakah kita sesungguhnya? Kita ada dalam Yesus, dan Yesus adadalam kita. Kita telah dimasuki dengan hidup kekal yang tersembunyi bersama Kristus, dalam Allah, aman dan terjamin. Kita suci dan kudus, luar biasa berharga, dicipta dengan keahlian, dimurnikan oleh darah Domba Allah. Kita ditebus dengan harga yang mahal. Karena itu, kelakuan kita harus mencerminkan jatidiri kita.

Saya merasa sedih sekali bila mendengar orang Kristen menyatakan dirinya sebagai “orang berdosa.” Saya berkata kepada mereka, “Jika Anda seorang berdosa, maka dosa menjadi kelakuan normatif Anda, bukan?” Mereka angkat bahu dan berkata, “Ya, begitulah saya. Syukur untuk anugerah dan kemurahan Tuhan.” Lalu saya bertanya lagi, “Jika dosa adalah kelakuan normatif untuk Anda, lalu mengapa dosa sangat menyusahkan hatimu? Dan jika dosa normatif adanya, lalu mengapa
Alkitab memerintahkan kita untuk berhenti berdosa?”

Dalam surat-suratnya Paulus menulis kepada “orang kudus,” bukan “orang berdosa.” Ia tahu mereka bukan tanpa dosa, tetapi ia juga tahu kebenaran mendalam bahwa Kristus Yesus telah mengubah keberadaan mereka dan karena keberadaan sebagai manusia “yang didiami Kristus dan yang merupakan kesukaan-Nya” mereka adalah orang-orang kudus, suci dan
istimewa.

Kunci untuk kehidupan menyerupai Kristus dan mengasihi seperti Kristus adalah mengetahui nilai dan harga Anda yang kudus. Sama seperti saya tidak akan melempar gitar spesial saya ke dalam lumpur atau membuatnya cacat, demikian pun kita tidak boleh mengizinkan jiwa dan tubuh kita yang suci berkubang dalam dosa. Kemarahan dan percabulan, keserakahan
dan kebohongan, kemabukan dan perzinahan menajiskan diri kita yang sebenarnya adalah rumah Allah.

Imam Ortodoks abad ke sembilan belas, John dari Kronstadt tiap pagi pergi ke jalan-jalan dan membangunkan para pemabuk yang tertidur di selokan-selokan, sambil berkata kepada mereka, “Ini lebih rendah dari martabatmu. Kamu seharusnya menjadi rumah bagi kemuliaan Allah.” Ia tidak berkata, “Kamu pendosa bobrok, sadarlah!” Melainkan, ia
mengingatkan mereka tentang siapa adanya mereka. Mereka dirancang untuk diam dalam Allah. Dosa berada lebih rendah di bawah kita, tidak bernilai bagi kita, dan hanya dapat mencemari dan merusak jiwa kita.
Inilah cara yang benar memandang dosa. Kita bukan dimaksud untuk dosa. Seperti itulah tepatnya alasan Paulus menganjurkan kita berhenti berdosa.

Seperti saya sebutkan tadi, saya bukan pemain gitar yang baik. Belum berapa lama yang lalu, seorang teman yang adalah pemain gitar unggul, datang untuk melihat gitar bagus saya itu. Ia bertanya apakah boleh memainkannya, saya jawab boleh. Ketika ia mulai memainkannya, nada-nada yang kaya dan suara yang indah memenuhi ruang. Sesudah itu saya berpikir situasi kita pun seperti itu. Kita tidak saja dicipta bukan untuk dosa, kita dicipta untuk “dimainkan” oleh Tuhan kita, sang
pemusik piawai. Apabila saya berkata kepada Yesus, “Ambillah hidupku dan sucikanlah, Tuhan, untuk-Mu,” Ia mengambil hidup saya dan menghasilkan musik indah.

Menghidupi Kebenaran Ini

Hari ini, atau minggu ini, renungkan sifat Anda sebagai bejana yang suci, yang dicipta oleh Allah dan dirancang untuk dikhususkan bagi Allah. Salah satu latihan yang berguna bagi saya ialah menatap ke tangan dan kaki saya. Lihat selama beberapa menit, betapa ajaib anggota tubuh saya ini dirancang. Tubuh saya ini dirancang bukan untuk dosa, tetapi untuk dikhususkan bagi Allah dan ditempatkan di bawah pemeliharaan dan pengendalian-Nya.

Saya juga suka menyanyi (untuk diri saya) himne indah gubahan Francis Havergal, “Tuhan Ambil Hidupku.” Saya nyanyikan perlahan sambil merenungkan liriknya: Tuhan ambil waktuku … ambil lidahku… ambil suaraku… ambil kakiku. Arahkanlah akal budimu pada kebenaran ini.
Saya yakin Anda akan melihat dosa dalam terang baru, bukan sebagai sesuatu yang harus Anda hentikan dengan usaha keras tetapi sebagai sesuatu yang tidak pernah ingin Anda buat karena kenyataan siapa adanya Anda.

Penegasan

Saya suci dan istimewa, bejana yang kudus, bait untuk Yesus. Dosa tidak berkuasa atas saya, dan hanya bisa merusak saya. Karena itu, saya tidak tertarik kepadanya.

Doa

Abba penuh anugerah, saya butuh pertolongan-Mu untuk melihat diri saya sebagaimana Engkau melihat saya. Kadang saya lupa siapa saya dan kedapatan tertarik kepada dosa. Tetapi pada pemandangan-Mu, itu di bawah martabat saya. Tolong saya melihat dengan benar, dan karena itu sewajarnya berpaling darinya.

Renungan

Bagaimana perasaan Anda ketika berpikir bahwa diri Anda adalah milik Allah yang berharga, instrumen tak ternilai untuk Ia pakai? Dalam lingkungan Kristen, pesan apa saja telah Anda terima tentang nilai 01diri Anda yang suci?

(James Bryan Smith, Tersembunyi dalam Kristus, psl. 8)

Be the first to comment

Leave a Reply