Apa yang terjadi? Kejadian 32 menceritakan bahwa Yakub mengirim utusan mendahuluinya dengan pesan untuk Esau, saudaranya, yang lama sejak ia mencuri berkat Esau ia tidak lagi berkomunikasi dengannya. Meski dua puluh tahun sudah berlalu, ia takut bahwa Esau masih mendendam ingin membunuh dalam hatinya, maka ketika ia mendengar dari utusannya
bahwa Esau datang untuk menemui dia dengan empat ratus orang bersenjata lengkap, ia panik. “Yakub, hah,” demikian terdengar olehnya Esau berkata, “Aku akan memastikan bahwa kali ini ia tidak dapat luput.” Dan kini kita tiba di titik perpalingan kehidupan Yakub.
Kejadian 32:9-12 memberitahukan bahwa Yakub berdoa. Ia mengingat kesetiaan Allah sejauh itu dan menjadikannya dasar bagi permohonannya agar Allah terus akan memeliharanya – sebab Allah adalah harapannya satu-satunya. Yakub tahu itu. Ini mungkin adalah doa dalam keadaan paling mendesak yang pernah ia buat. Doa ini patut dipelajari secara teliti, yang tidak mungkin kita lakukan di sini. Lalu malam tiba dan Yakub membagi berbagai pemberian yang telah ia rancang. Ia membagi
kawanan kambing domba dan sapinya, yang telah ia peruntukkan bagi Esau, dan ia mengirim semua lebih dulu secara terpisah. Ia ingin membuat kawanan ternak dan para gembalanya menjadi serangkaian tanda khusus tentang kekayaan yang ia bawa dan ingin ia berikan kepada Esau.
Ia berharap bahwa semua itu akan menenangkan Esau sebelum Esau bertemu dengannya. Juga, sebagai seorang yang realistis, ia mempersiapkan untuk kasus lebih buruk: jika Esau menyerang satu kelompok, sisanya yang terpisah, boleh lari (ay. 8). Lalu ia melihat para istri dan budaknya dan sebelas anak-anaknya menyeberang kali Yabok, kali yang mengalir ke Yordan, dan mengirim mereka berjalan lebih dulu. Kini ia berada sendirian.
Mengapa ia tinggal di belakang? Jelas karena ia sangat ketakutan, dan tidak dapat membuat dirinya melanjutkan perjalanan untuk bertemu Esau. Berbagai kenangan dari masa lampau di mana dengan tak berperasaan ia telah memanfaatkan Esau dan kemarahan dan niat Esau untuk membalas yang terus menyala membanjiri hati Yakub. Kini ia harus menghadapi semua konsekuensi kesalahannya, cara ia mendapatkan sesuatu secara memalukan, dapat dimengerti bahwa saat itu ia terperas oleh semua perasaan itu. Ia tahu bahwa Allah adalah harapannya satu-satunya, dan ia harus berdoa lagi. Barangkali ia mulai berdoa.
Bagian berikutnya adalah kisah Yakub sendiri. Itu tidak mungkin kisah dari orang lain, sebab sudah tidak ada orang lain yang melihatnya. Ini yang Yakub katakan kepada keluarganya kemudian hari. “Seorang bergumul denganku sampai fajar.” Apa yang harus kita simpulkan dari hal itu? Yakub tidak dapat berkata dari mana orang itu datang. Ia hanya tahu bahwa ketika pikirannya kalut dan ia berusaha untuk fokus kepada Allah, seorang terlibat dalam pergulatan dengannya. Sesudah peristiwa
itu Yakub menyebut tempat itu Pniel, yang berarti “wajah Allah,” sebab ia menyadari bahwa hal itu adalah yang kini kita sebut teofani, suatu manifestasi Allah kepadanya. “Aku melihat Allah muka dengan muka.”
Allah sebagai Pegulat
Sang pendatang ilahi, yang waktu itu masih belum dikenali, melompat ke Yakub, dan mereka bergulat sepanjang malam. Dalam gulat tujuannya ialah membuat lawan terjatuh dan menahannya dalam keadaan terjatuh, dan jelas itulah yang Yakub pikir dan rasa sedang diusahakan oleh pengunjung itu kepadanya. Apa kesimpulan kita dari sini? Prinsip teofani ialah bahwa Allah selalu tampak kepada manusia dalam bentuk yang akan paling menolong mereka untuk berjumpa Dia – seperti halnya
dengan semak menyala kepada Musa, panglima yang menemui Yosua, takhta kerajaan kepada Yesaya dan Yehezkiel; dan kini Allah menjumpai sebagai seorang pegulat, berusaha menjatuhkan Yakub.
Hal yang diperlihatkan dari pergulatan ini ialah bahwa Allah harus menjatuhkan kita sebelum Ia dapat membangkitkan kita. Jatuh dari apa? Jatuh dari cara yang kita tetapkan untuk meninggikan kita dalam kesombongan, rasa cukup diri, kelicikan, inisiatif, pengandalan diri dan taktik perlawanan yang secara sadar kita pakai dalam usaha mengalahkan orang lain. Semua ini merupakan cara hidup Yakub, dan kini semua kebiasaan melayani diri sendiri itu dipelintir keluar darinya.
Itulah yang Allah lakukan ketika Ia bergulat dengan Yakub. Anak manja Ribkah ini memang amat sangat memerlukan perlakuan ini, dan kiranya jelas bagi kita bahwa dosa asal, akar terdalam dari kesombongan dan melayani diri itu, adalah suatu penyakit universal, dan dalam batas tertentu semua kita membutuhkan perlakuan sama.
Pada mulanya Yakub merasa bahwa ia sedang melawan seorang musuh. Kemudian ia berpikir, Musuh atau bukan, aku dapat manahannya. Paling tidak aku dapat bergulat. Dalam dalam rasa cukup dirinya yang belum cukup hancur itu, awalnya ia merasa ia dapat menang. Lalu pribadi yang bergulat dengannya itu menyentuh pangkal pahanya. Seketika itu juga
pahanya lepas dari sendinya – dan Yakub menjadi pincang. Ia masih dapat bergulat, tetapi kini ia tidak dapat berharap untuk memenangkan pergulatan itu. Apakah Yakub merasa dikalahkan, merasa lemah total dan permanen yang akan menetap terus sepanjang sisa hidupnya? Dugaan saya demikian. Apakah ia menyadari bahwa justru inilah yang menjadi sasaran
Allah? Entah berapa lama diperlukannya sebelum akhirnya ia menyadari itu. Tetapi dengan membaca kisah ini, dalam terang semua yang kita ketahui dari bagian Alkitab lainnya tentang jalan-jalan Allah, kita tahu dengan jelas bahwa Allah kita adalah Allah yang memberkati kita melalui menghancurkan kita, dan Ia memberkati Yakub dengan membuatnya pincang permanen.
Saya bayangkan Yakub pincang dan butuh tongkat untuk berjalan mulai saat itu seterusnya. Tetapi Allah yang telah merendahkannya sedemikian drastis, kini memberinya perkataan yang di luar harapan dan teramat penting untuk menguatkannya. “Namamu akan menjadi… Israel [yang berarti, ia bergumul dengan Allah], sebab engkau telah bergumul dengan Allah dan dengan manusia dan telah menang” (Kej. 32:28). Apa yang terkesan merupakan akhir egonya sesungguhnya merupakan awal dari berkat sejatinya. Apa yang terasa merupakan kekalahan akhirnya dalam peperangan hidup sesungguhnya adalah satu-satunya jenis kemenangan yang penting untuk hidup – yaitu fajar dari keputusasaan riil terhadap diri sendiri yang mendahului berseminya iman sejati model Ibrani 11. Dengan alasan tepat Yakub menamai tempat itu Pniel, dan berkata,
“karena aku telah melihat Allah muka dengan muka, namun demikian aku tetap diberinya hidup” (ay. 30). Jika kita ikuti kisah ini lebih jauh lagi, kita akan menemukan bahwa lebih banyak lagi berkat di luar harapan sedang menantikan Yakub, dimulai dengan fakta bahwa ketika ia dan Esau berjumpa, Esau malah bersukacita melihatnya.
Hancur oleh kasih Allah
Sebagai sebuah komentar tentang kisah penghancuran Yakub agar ia boleh diberkati ini, izinkan saya menceritakan tentang seorang alumni Regent College yang dipanggil menjadi misionaris di Afrika. Di sana ia mengalami kecelakaan motor yang mengerikan, yang membuatnya lumpuh seumur hidup. Kembali ke Vancouver ia menceritakan kisah itu di ibadah kapel. Dua kali terbaring di rumah sakit, dalam keadaan hampir tidak sanggup untuk mengingat, ia tiba di titik di mana ia bertanya, “Tuhan, mengapa Engkau melakukan ini? Mengapa hal ini terjadi kepadaku?” Lalu ia berkata, “Kemudian teringat oleh saya sebuah ungkapan dalam kitab Ulangan, berulang-ulang kali. ‘Karena Aku mengasihimu, karena Aku mengasihimu, karena Aku mengasihimu.’” Itu juga yang membuat Allah melumpuhkan Yakub, dan itu juga alasan mengapa berulang-ulang kali hal
mengerikan terjadi pada Anda dan saya. Dalam anugerah Allah mengurus kita Ia memecah kita, merendahkan dan membuat kita turun lebih rendah daripada yang pernah kita bayangkan dapat ditempuh oleh manusia. Apa yang terasa seperti kematian kemudian diikuti oleh apa yang kita temukan sebagai kebangkitan. Hal ini berulang kali terjadi dalam kehidupan Kristen. Hal ini dituangkan dalam baris terakhir puisi tulisan John Donne di ranjang kematiannya: “Karenanya, agar ia boleh bangkit, Tuhan melemparnya ke bawah.”
Yakub Pulang ke Tempat Asalnya
Tetapi pengalaman Yakub tentang masalah keluarganya tidak berakhir dengan pemulihan hubungannya dengan Esau. Kekurangan dan kepedihan dari satu generasi seringkali disaring melalui generasi berikutnya, demikianlah yang terjadi dalam kasus ini. Yakub memiliki hati yang mengasihi keluarga dan mencintai anak-anaknya. Tetapi seperti halnya Ribkah, yang telah mendidiknya dengan prinsip favoritisme, dan memanjanya dengan menjadikannya anak emas Ribkah, ketika Yakub sendiri
memiliki anak-anak, ia punya favorit juga. Dan masalah yang kemudian menerpa keluarganya datang langsung dari favoritisme ini. Saya duga Yakub tidak pernah menyadari itu. Hal-hal yang memengaruhi kita semasa awal usia kita boleh jadi sangat kacau dan amat berdosa, tetapi kita suka melihatnya atau bahkan tidak menyadari hal-hal itu – sebab mereka sudah sedemikian menjadi bagian kehidupan kita. Anggapan bahwa dalam suatu keluarga favoritisme adalah wajar dan diterima, bahkan benar dan tepat, sudah menjadi bagian pola pikir Yakub. Tidak terlihat bahwa ia dapat mengatasinya.
Perhatikan kerusakan apa dihasilkan oleh kegagalan tersebut. Pertama Yakub memperlihatkan favoritisme menyangkut para istrinya. Ia mengasihi Rahel jauh melebihi kasihnya kepada Lea, dan ia memperlihatkan itu. Hal itu membuat kepahitan dalam keluarganya sejak awal. Favoritisme selalu membangkitkan kemarahan dalam diri orang yang dibuat merasa bahwa mereka bukan favorit, tetapi yang lain yang favorit. Dan dari kemarahan itu lahirlah kebodohan. Anak-anak yang tidak favorit akan berperilaku liar; mereka berusaha untuk melepas kegeraman mereka. Mereka marah kepada orangtua mereka karena
favoritisme itu, mereka marah kepada saudara atau saudari mereka yang menjadi favorit, dan mereka menunjukkan kemarahan mereka kepada orang lain juga. Dunia kita penuh dengan orang-orang yang menderita demikian dan kini menjadi orang dewasa yang meledak-ledak dan bermusuhan. Mereka membawa luka-luka masa kecil mereka ke luar ke siapa saja yang
cocok untuk maksud itu. Kita kenal mereka, dan barangkali sampai batas tertentu kita sendirilah orangnya. Memerhatikan apa yang terjadi dalam keluarga Yakub akan menolong kita mengerti orang seperti itu dan akan menunjukkan kita perbaikan yang dibutuhkan oleh banyak orang dari kita.
Dalam keluarga Yakub, di mana Benyamin dan Yusuf yang merupakan anak termuda, menjadi favorit, dan relasi Yakub dengan keturunannya lainnya lebih dingin, terjadilah pembunuhan: Lewi dan Simeon membunuh semua para pria dari suatu komunitas – seperti yang kita lihat dalam Kejadian 34. Terjadi incest, yang melibatkan Ruben (Kej. 35:22).
Terjadi juga hubungan amburadul di mana Yehuda tanpa sadar berhubungan seks dengan menantunya sendiri, karena berpikir ia adalah pelacur (Kej. 38). Fakta bahwa semua ini terjadi dalam keluarga Yakub, saya kira memperlihatkan sesuatu yang menyedihkan tentang Yakub sebagai seorang ayah.
Kemudian ada lagi keseluruhan peristiwa Yusuf. Yusuf adalah favorit utama Yakub sebab ia adalah anak dari Rahel. Semua anaknya yang lain dibuat merasa bahwa mereka kurang dari Yusuf. Yusuf merasa bahwa pengutamaan di antara mereka adalah haknya. Ia mendapat mimpi yang memperlihatkan keutamaan, dan ia menceritakan mimpi-mimpi itu kepada keluarganya dan kelihatannya ia heran bahwa keluarganya tidak menghargai mimpi itu. Saudara-saudaranya marah kepadanya. Mereka
menjualnya untuk dibawa ke Mesir, mencelupkan jubahnya yang indah ke dalam darah binatang, membawanya balik ke Yakub dan berkata, “Lihatlah apa yang kami temukan. Bukankah ini kepunyaan Yusuf?” Lalu mereka memperlihatkan wajah berarti jamak sementara Yakub hancur hati karena percaya bahwa anak favoritnya, Yusuf telah dibunuh binatang buas (Kej.37). Apa kesan Anda tentang dinamika keluarga ini?
Proses Penyembuhan
Kita tahu apa yang akhirnya terjadi. Ketika Yusuf bertanggungjawab penuh atas ekonomi Mesir, dan kekeringan menguasai Kanaan juga, para saudara Yusuf pergi ke Mesir untuk membeli gandum. Pada mulanya Yusuf mempermainkan mereka, semacam bandul bergoyang balik terhadap tindakan mereka menjualnya beberapa tahun yang silam. Tetapi ia tidak dapat
bermain terlalu lama. Yusuf adalah seorang yang saleh dan segera membuka jatidirinya kepada mereka, dan terjadilah reuni dalam derai air mata – kali ini air mata karena kesukaan, bukan kesedihan. Yusuf mengirim mereka kembali dengan kekayaan dan kereta. (Saya kira, kalau sekarang akan dalam konvoi truk. Waktu itu kereta yang ditarik lembu.)
Kalian harus membawa ayah kita dan semua milik kalian. Kalian harus pindah ke sini ke Mesir supaya dapat tinggal di tanah yang subur.” Itulah yang Yusuf katakan kepada para saudaranya. Jadi mereka kembali ke Yakub dan memberitahu bahwa Yusuf masih hidup serta meminta mereka pindah ke Mesir supaya ia dapat menjadi penyelamat mereka dari kekurangan dan berbagi hidupnya yang lebih baik dengan mereka (Kej. 42-45). Tepat bahwa para pengajar Alkitab menunjuk Yusuf dalam banyak hal adalah model Yesus, sang Juruselamat. Sementara Anda menelusur kisahnya Anda melihat kesejajaran yang ada.
Kepedihan menetap dalam Yakub karena kehilangan Yusuf telah bertambah dengan yang ia kira sebagai kehilangan permanen atas Simeon dan Benyamin juga (tentang kesengsaraan Yakub, lihat Kej. 37:34-35; 42:36-43:14), dan penemuan bahwa semua kabar buruk telah berubah menjadi kabar baik, pada awalnya telah membuatnya tidak percaya. Tetapi kemudian, sebagai seorang yang telah berusia seabad dan berbadan terhuyung-huyung, ia memutuskan untuk menerima undangan penuh
kehormatan anugerah dari Yusuf dan berangkat menuju tanah dan hidup baru. Maka akhirnya kita melihat Yakub melakukan hal yang sebagai kepala keluarga, seharusnya ia lakukan di segala tingkatan dalam sepanjang hidupnya. Yakub memimpin seluruh keluarganya dalam jalan ketaatan yang setia, di mana Allah menyertai mereka. Dalam Kejadian 46:2-4 kita membaca bagaimana dalam suatu visi di malam hari Alah berbicara kepada Yakub (kini secara signifikan ia disebut dengan nama
pemberian Allah untuknya, Israel) dan dijanjikan untuk besertanya ke Mesir dan memberkati keluarga itu di sana. Betapa menyenangkan membayangkan Yakub tua, dengan suara bergetar dan hati meluap, berbagi hal itu kepada seluruh klan tersebut di makan pagi hari berikutnya. Akhirnya anak-anak Yakub dapat melihat apa artinya Allah beserta dengan seseorang: mereka melihat itu dalam ayah mereka.
Inilah gambaran tentang apakah yang harus kita harapkan terjadi oleh anugerah Allah dalam setiap rumahtangga Kristen. Favoritime, jika pernah ada, harus merupakan masa lalu, sebagaimana yang menjadi pengalaman mereka kemudian di Mesir, dan semua anak-anak harus menemukan dan berbagi dalam kepenuhan berkat yang dialami oleh orangtua mereka. Allah kiranya mengaruniakan itu terjadi dalam keluarga Anda. Berharaplah untuk itu; berusahalah untuknya; berdoalah
untuk itu; nantikanlah itu dengan sabar; dan jangan pernah menjadi apatis tentangnya.
(James I. Packer, Selalu Ada Harapan psl. 2.2)
Leave a Reply
Anda harus masuk log untuk mengirim sebuah komentar.