Hikmat untuk Melepas

Dalam kehidupan kerap kita menghadapi keputusan entah akan mempertahankan atau melepaskan. Kerap ada kebijaksanaan dalam mempertahankan. Ketika kita meraih kesempatan, hubungan dengan orang berpengaruh, uang, real estat, kehormatan atau kuasa, kita anggap itu berkat. Namun demikian, ironis bahwa kerap bukan kita yang memegang hal-hal ini tetapi kita dipegang oleh mereka. Justru hal yang kita anggap akan membawa kesukaan malah dapat membawa kedukaan, dan perkara yang kita pikir membawa kemerdekaan hanya memperbudak kita.

Ada cerita di Afrika dan India tentang teknik penduduk setempat menangkap monyet. Mereka melubangi salah satu sisi kelapa dan menaruh kacang di dalamnya. Monyet memasukkan tangannya ke dalam kelapa itu, dan sesudah menggenggam kacang dalam kelapa, ia pun terperangkap. Penduduk setempat lalu menarik tali yang satu ujungnya diikatkan di kelapa itu, monyet pun tertangkap. Sebenarnya monyet itu tidak pernah terperangkap, sebab yang harus ia lakukan hanyalah melepas kacang itu, tetapi kadang melepaskan jauh lebih sukar ketimbang mempertahankan.

Hidup oleh iman berarti menghidupi kehidupan yang terus menerus melepaskan. Pertumbuhan, kedewasaan dan pembaruan menuntut kita melepaskan yang lama. Ketika awalnya Allah menjumpai Abram, Ia menuntut Abam melepaskan tanahnya yang lama supaya dapat pergi ke tanah yang Allah janjikan kepadanya. Supaya menjadi bapak orang beriman, ia harus melepaskan jalan kehidupan lamanya yang tidak mengenal Tuhan. Allah menjanjikan Abram seorang anak laki-laki dan bangsa yang besar dari keturunannya. Sebagai tanda janji itu, Allah mengubah nama Abram menjadi Abraham (“bapa banyak orang”). Tetapi janji itu tidak serta merta diwujudkan, maka Abraham punya idenya sendiri tentang bagaimana janji ini harus digenapi. Pertama ia mengandalkan sepupunya, Lot. Sesudah Lot pergi, Abraham mengandalkan hambanya Eliezer. Berikut ia mengandalkan Ismael, yang ia dapat melalui Hagar. Tetapi Allah menginginkan Abraham bahkan membiarkan Ismael pergi. Akhirnya Abraham memiliki Ishak, dan janji Allah sesungguhnya itu diwujudkan.

Sesudah Abraham melepaskan segala sesuatu yang tadinya ia andalkan dan berganti mengandalkan Ishak, Allah memerintahkan dia untuk melepaskan Ishak juga. Itu merupakan ujian menyakitkan untuk Abraham, tetapi ia
lulus. Ketika ia memutuskan untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban di Gunung Moria, ia akhirnya membuka kedua tangannya dan melepaskan pegangannya tentang cara yang ia pikir bagaimana seharusnya yang
terjadi. Ia melepaskan Ishak. Itulah saat domba jantan terlihat. Di dalam pengalaman melepas itulah akhirnya Abraham menjadi seorang merdeka. Allah mengembalikan Ishak kepada tangan kosong Abraham, tetapi Abraham tidak lagi bergantung pada Ishak. Hari itu Abraham menjadi satu dengan Allah dan menjadi sahabat Allah; hari itu ia mulai bergantung pada Allah.

Membiarkan pergi bukan sekadar melepas sesuatu. Sebaliknya membiarkan pergi adalah hasrat untuk menyatu dengan Allah. Orang yang menggenggam erat ke segala sesuatu, bahkan sampai ke akhir kehidupannya, menjadi orang yang menyedihkan. Pada saat kematian, kita terpaksa harus melepas segala sesuatu. Tetapi kita perlu praktik melepaskan kekayaan, kesehatan, hubungan, seksualitas, kuasa dan bahkan diri kita yang egosentris. Ketika kita melepaskan hak-hal yang kepadanya kita melekat, kita dapat menikmati istirahat sejati di dalam pelukan Allah.
Ketika kita melepaskan perkara lahiriah, seperti kemakmuran materiil, kita dapat masuk lebih dalam ke perkara batiniah dan kekayaan yang Allah persiapkan untuk kita. Melepas adalah hikmat dan anugerah.

Lepaskan masa lampau, yang tidak dapat Anda ubah. Berhenti mengandalkan apa pun yang bukan Allah. Inilah cara Anda dapat mencapai kemerdekaan dan menemukan diri sejati Anda. Kita perlu praktik melepaskan sementara kita masih muda supaya kita dapat bebas berbagi ketika kita bertambah usia. Saya mempraktikkan kebiasaan melepaskan itu setiap hari. Tetapi saya akui bahwa saya masih dalam kemanusiaan yang lemah, selal4u bergumul untuk melepas. Kiranya Allah menolong kita semua untuk melepas.

(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas Kebersyukuran, psl. 24)

Be the first to comment

Leave a Reply