HARI SABAT

Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, yakni hari pertemuan kudus; janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah sabat bagi TUHAN di segala tempat kediamanmu. – Imamat 22:3

Sabat adalah hari perhentian, hari untuk umat berhenti bekerja. Dalam kisah Penciptaan di Kitab Kejadian Allah sendiri memberikan teladan dan dasar untuk manusia ber-Sabat. Ia bekerja dengan sungguh-sungguh dalam enam hari penciptaan, dan tiap kali evaluasinya tentang karya cipta-Nya adalah baik adanya. Selama enam hari berturut-turut Ia mengerjakan seluruh unsur dan tahap rencana-Nya dengan teliti, sampai di hari keenam semuanya rampung. Lalu Alkitab mencatat bahwa di hari ketujuh Allah berhenti bekerja.

Untuk apa Allah berhenti di hari ketujuh? Ia tidak butuh istirahat sebab Ia bukan makhluk tetapi Pencipta. Ia tidak butuh tidur, istirahat, “refreshing” sebagaimana semua manusia membutuhkannya! Dan mengingat seluruh ciptaan bergantung pada-Nya sang sumber ada dan hidup, hari ketujuh pun Ia masih terus menopang segala yang ada. Jadi untuk apa Sabat itu bagi-Nya? Sabat adalah hari ketujuh dalam proses Penciptaan sebagaimana yang dikisahkan Kejadian. Tetapi hari ketujuh Penciptaan adalah hari pertamanya manusia, mahkota ciptaan Allah. Di hari itulah Allah mengaruniai kesempatan untuk manusia menikmati relasi yang intim dengan-Nya. Hari kedelapan yang adalah hari pertama manusia menjadi hari penciptaan baru mulai, yaitu hari sesudah perhentian. Maka Sabat adalah pengajaran Tuhan Allah bagi manusia untuk memulai segala sesuatu dalam persekutuan intim dengan-Nya, hadirat-Nya, pemikiran-Nya, arahan-Nya, pemberdayaan-Nya, kasih-setia-Nya. Perhatikan bahwa angka tujuh ini muncul di seluruh pengaturan hari-hari raya ini – tujuh hari raya, masing-masing dirayakan selama tujuh hari, dan mulai dari hari sesudah tujuh atau kelipatannya. Dengan memulai hari-hari kerja dan budaya manusia bersama Allah, diharapkan manusia boleh mencerminkan keindahan, kebaikan, kemuliaan, keserasian, kemaslahatan dari Allah untuk diri manusia, komunitas dan lingkungan alam manusia. Sabat juga berdampak pengendalian diri pada manusia, dan mengakarkan kesadaran akan sifat-sifat baik Allah dan tentang perlunya seluruh kehidupan diserasikan dengan irama realitas sebagaimana yang Tuhan maksudkan.

Kita hidup dalam zaman “kerja-kerja-kerja,” yang memang penting untuk kemajuan; juga ada semacam motivasi untuk kerja-kerja-kerja supaya boleh istirahat-istirahat-istirahat-dst. Tetapi prinsip sabat harus diingat dan diberlakukan. TUHAN Allah memodel irama “kerja-kerja-kerja-kerja-kerja-kerja-istirahat” agar kita memberi kesempatan untuk memupuk hubungan intim dengan Allah Sumber Hidup, dan memutar roda kehidupan kita dalam irama yang tidak menguras dan merusak sumber-sumber daya dalam diri kita. Juga dengan pola hidup demikian kita mengingat bahwa diri kita adalah manusia, bukan mesin / robot / komputer, dlsb. Dengan mempraktikkan prinsip Sabat kita berirama memanusia-mengilahi sehingga juga melakukan hal berbagi ke sesama manusia di sekitar kita, sebab ada waktu untuk komunikasi dalam komunitas kita dirayakan.

DOA: Allah Mahabijak, terima kasih Engkau mencipta kami bukan sebagai mesin atau robot tetapi sebagai gambar dan rupa-Mu yang kau inginkan untuk bersekutu dengan-Mu. Dalam Yesus Kristus Gambar dan Rupa Allah sejati dan sepenuhnya, yang dari-Nya kami mendapatkan perhentian. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply