HARI RAYA PASKAH, ROTI TAK BERAGI

Inilah hari-hari raya yang ditetapkan TUHAN, hari-hari pertemuan kudus, yang harus kamu maklumkan masing-masing pada waktunya yang tetap. Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu, pada waktu senja, ada Paskah bagi TUHAN. Dan pada hari yang kelima belas bulan itu ada hari raya Roti Tidak Beragi bagi TUHAN; tujuh hari lamanya kamu harus makan roti yang tidak beragi. Pada hari yang pertama kamu harus mengadakan pertemuan kudus, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat. Kamu harus mempersembahkan korban api-apian kepada TUHAN tujuh hari lamanya; pada hari yang ketujuh haruslah ada pertemuan kudus, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat.” – Imamat 23:4-8

Dilihat dari perspektif kebangsaan Israel Perjanjian Lama, inilah hari terpenting mereka. Hari ini membedakan Israel dari bangsa-bangsa lain di seluruh dunia karena bukan menghayati waktu seiring dengan perjalanan musim, bukan juga mengaitkan gejala-gejala alam dan musim dengan dewa-dewi di kayangan, bukan juga melihat sejarah sebagai manifestasi perjuangan manusiawi semata, melainkan sebagai tindakan penggenapan perjanjian Allah yang membebaskan mereka dari penindasan di Mesir. Kalender orang Yahudi mulai dari peristiwa Keluaran di bulan Abib yang kemudian sesudah peristiwa pembuangan diubah nama menjadi bulan Nisan. Peringatan Pesakh dan Hari Raya Roti Tak Beragi itu dilakukan sebagai berikut.

Pertama, di petang hari keempat belas bulan Nisan, mereka memperingati Paskah bagi Tuhan. Pada peristiwa Keluaran malam itu Malaikat TUHAN berkeliling mencabut nyawa semua yang sulung Mesir. Tetapi keluarga-keluarga Israel yang ambang pintunya ditandai dengan olesan darah anak domba, dilalui TUHAN, sehingga mereka luput dari kematian. Dari peristiwa Pesakh – berjalan lalu – itulah Israel menerima kebebasan mereka dari penindasan dan perbudakan oleh bangsa Mesir. Maka dengan memperingati Pesakh, semua keluarga Israel mengakui kedaulatan dan anugerah Tuhan Allah yang melalui jalan penghukuman atas Mesir mereka dibebaskan dari perbudakan, dan oleh darah anak domba yang dikorbankan mereka boleh diluputkan dari hukuman maut. Maka Paskah adalah sebuah perayaan paradoksal, mensyukuri pembebasan dan pemberian hidup melalui penghukuman dan pengorbanan.

Lalu selama tujuh hari sejak tanggal empat belas sampai dua puluh satu Nisan, mereka diminta merayakan Hari Raya Roti Tak Beragi. Ini juga masih merupakan pengulangan dari apa yang di hari-hari Keluaran itu mereka lakukan. Makan roti tak beragi – ragi adalah lambang dari dosa, dan makan sayur pahit – lambang kesusahan dan kedaruratan bercampur dengan suasana syukur dan gembira dalam Pesakh. Selain itu mereka juga harus mempersembahkan korban api-apian yaitu sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang dimakan bersama sebagaimana yang mereka lakukan sesuai ketetapan Tuhan Allah pada masa Keluaran. Supaya mereka boleh berkonsentrasi dalam mengingat kembali perbuatan-perbuatan besar Allah itu, mereka juga hanya diperkenankan melakukan pekerjaan ringan. Seminggu lamanya mereka diminta ber-Sabat untuk memutar ulang di memori mereka kedahsyatan perbuatan Allah yang menjadi asal mula mereka.

Kita hidup dalam zaman yang cenderung mempraktikkan perayaan tetapi kurang suka mempraktikkan disiplin seperti puasa, mengurangi kerja, mempraktikkan kesederhanaan hidup. Hari Raya Natal sangat meriah kita sambut bahkan sampai dua bulan lebih dari medio November sampai awal Januari. Masa ketika kita memperingati Sengsara Yesus Kristus dan puncaknya pada masa Paskah di Jumat Agung sampai Minggu Kebangkitan, biasanya kalah meriah dibanding Natal. Ini tidak baik dan tidak benar. Seperti halnya masa raya Pesakh dirayakan secara paradoksal sebagai kebebasan / kemenangan dan kedaruratan, demikian juga masa sengsara Yesus Kristus harusnya lebih lagi dapat diisi dengan semangat yang sama, yaitu tidak ada kemenangan tanpa pengorbanan, tidak ada kehidupan kekal tanpa kematian penggantian, tidak ada kemerdekaan rohani tanpa penghukuman. Itu sebabnya dalam beberapa tradisi gerejawi diselenggarakan beberapa peringatan yang disertai disiplin dan upacara tertentu di hari-hari pada masa sengsara Yesus atau praPaskah, supaya arti pengorbanan dan kemenangan Yesus dapat sungguh dihayati secara mendalam melalui disiplin kesederhanaan, pertobatan, dan introspeksi diri. Itulah tujuan dalam tradisi seperti Hari Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Kudus.

DOA: Dalam masa pandemi ini kiranya Engkau membuat kami kreatif dan sensitif untuk menjalaninya sebagai kesempatan mensyukuri karunia hidup dari-Mu sambil juga peka akan kefanaan kami, untuk memuliakan hal yang sungguh mulia dan merendahkan semua yang palsu yang dimuliakan dunia, untuk makin menyatu dengan kuasa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Amin.

Be the first to comment

Leave a Reply