Dampak Tulisan dan Media Massa (bagian 7)

Tentang Pertobatan

Dengan bergesernya penekanan teologis dari Paulus ke narasi Injil-injil dan para penulis Perjanjian Baru non-Pauline, penghayatan tentang keselamatan pun berubah dari perpindahan jelas ke proses berlanjut, dari linear ke sirkular.

Mengikuti tulisan Paulus – khususnya Roma 10:9, Efesus 1:13, begitu kita percaya Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan kita dipindahkan dari gelap ke dalam terang. Lalu mengikuti Roma 8 kita juga berpikir bahwa kehidupan Kristen adalah perjalanan yang lurus – linear-rasional-sistematik – dari pemilihan, pemanggilan, beriman//bertobat, pembenaran, pemuliaan. Menarik bahwa ini disebut sebagai ordo salutis, persis istilah “ordo” yang dipakai untuk klasifikasi flora dan fauna. Kita menerima dengan syukur kebenaran teologis yang sedemikian jelas dan meneguhkan hati itu. Namun dengan menguatnya penghargaan akan narasi Injil-injil dan teologi Petrine, kita justru mensyukuri bahwa kenyataan kehidupan iman yang jatuh-bangun, yang berproses, yang tidak mendadak berubah tetapi mengalami proses interaksi dan waktu, justru memberikan kita penghiburan dan penguatan. Keselamatan, kehidupan iman / pemuridan bukan suatu peristiwa dengan hanya dua langkah / aspek. Dengan pengaruh media elektronik yang menyebabkan pencerapan kita akan realitas dan pengalaman menjadi lebih komprehensif-holistik-network-sirkular kini kita menjadi lebih toleran kepada ambiguitas dan misteri.

Di samping hal positif di atas, di dalam gereja-gereja arus baru (di AS disebut emerging churches) berkembang sikap lebih menerima dan mentolerir hadirin gereja yang majemuk – ragam ras, keyakinan, kedudukan sosial, bahkan juga ragam kecenderungan atau perilaku seksualitas (LGBT). Sekat-sekat antara telah selamat – belum selamat, orang percaya – bukan pemercaya, orang pilihan – bukan orang pilihan, di era postmodern / media elektronik ini tidak lagi diutamakan karena pengkategorian dilihat terlalu menyederhanakan misteri relasi Allah dan umat Allah serta dinamika kerohanian / pemuridan yang sangat kompleks. Penggambaran seperti medan perang, pengadilan, perjuangan juga makin ditinggal sebab kesannya yang dwi-aspek simplistik, diganti dengan penggambaran seperti ziarah, tarian, pencarian yang esensinya lebih merendah dan majemuk. Dengan demikian semua penghayatan iman, Injil, kehidupan gerejawi yang statis dianggap tidak memadai untuk menampung realitas kehidupan Kristen yang dramatis, berkelanjutan.

Melihat dengan Dua Mata

Memang media eletronik / digital / virtual bukan tanpa dampak positif, juga bukan satu-satunya penyebab pergeseran radikal dalam kebudayaan dan kegerejaan. Namun kesadaran akan hebatnya dampak pembentukan dan pengubahan dari media – baik cetak maupun elektronik – ini, kebanyakannya kurang disadari dan disikapi dengan benar.

Kita butuh melihat dengan dua mata bukan seperti nabi yang melihat dengan sebelah mata. Kita butuh keberanian Bruce Lee untuk menghancurkan – mendekonstruksi – media-media yang ada supaya kita dapat memakainya dengan tepat-esensi, tepat-sasaran, tepat-guna. Kita butuh menghargai karya cipta Allah yang telah mencipta kita sebagai media-Nya sendiri dengan potensi-kapasitas menakjubkan otak kiri—otak kanan, lima indra, syaraf, DNA, semua organ, kelenjar, molekul, darah, dst., terintegrasi dengan semua potensi rohani kita – hati, memori, kemauan, pikiran, perasaan, imajinasi, dlsb.

Be the first to comment

Leave a Reply