Bilakah suatu Kesembuhan Merupakan Mukjizat?

Sejumlah mahasiswa dari STT Terpadu dan Univ. Kristen Wira Wacana, Waingpau

Jika kita tidak dapat menjamin “sukses” penuh dari pelayanan penyembuhan Kristen dalam semua kasus, bagaimana bisa kita ketahui ada tidak kuasa adikodrati di baliknya? Tidak mungkinkah kesembuhan disebabkan oleh faktor psikosomatis? Atau tidak mungkinkah itu hanya kebetulan? Apakah bukti petunjuk yang ada bahwa mukjizat masih terjadi?

Secara pribadi, saya tidak mengizinkan diri saya memakai kata mukjizat secara berlebihan. Saya menerima andai ada dokter yang sanggup memberikan penjelasan rasional tentang suatu kejadian penyembuhan Kristen. Lihat lagi, misalnya kisah tentang Mildred dalam Pasal 4. Bahkan ketika saya tidak memiliki komentar medis yang dapat diandalkan, saya tidak menolak kemungkinan adanya unsur psikosomatis. Beberapa hari yang lalu saya mengunjungi seorang anggota jemaat yang menderita sakit perut seminggu penuh. Ia memakan obat pereda sakit tanpa hasil. Kami meluangkan waktu bersama membicarakan tentang masalah hidupnya, dan kemudian berdoa dengannya dan saya menumpangkan tangan. Sambil saya lakukan itu rasa sakitnya lenyap–suatu kenyataan yang membuat ia mensyukuri dengan memberi saya sekeranjang penuh tomat
bagus hasil kebunnya. Saya sangat sadar bahwa bisa jadi ada faktor psikosomatis terlibat di dalam kesembuhan itu.

Namun demikian, akan sukar menjelaskan dua kasus lenyapnya kanker di bagian terdahulu pasal ini dalam artian psikosomatis semata. Mungkin Anda bisa bicara tentang “pengurangan spontan” dan menganggap waktunya
kebetulan pas, tetapi saya tidak dapat melupakan ucapan terkenal Uskup Agung William Temple: “Saya temukan bahwa ketika saya berdoa, terjadilah kebetulan-kebetulan, dan ketika saya berhenti berdoa, kebetulan-kebetulan pun berhenti terjadi!”

Bahkan lebih sukar lagi memikirkan kasus Roger dalam pasal 7 sebagai kebetulan, atau dokter gigi dalam Pasal 3, atau perempuan yang sudah sekarat dalam Pasal 6. Justru agaknya dalam tiap kasus itu ada suatu unsur mukjizat yang bekerja–bukan Allah melanggar hukum-Nya sendiri tetapi Ia menarik hukum-hukum yang sangat dalam dan misterius yang
sepenuhnya melampaui pengertian saya.

Sebelum mengakhiri pasal ini, izinkan saya menambah satu lagi kisah. Jika Anda dapat memberikan penjelasan rasional tentang ini, tolong beritahu saya. Untuk saya sendiri, kendati semua kecenderungan wajar saya untuk tidak menggunakan bingkai mukjizat sebagai penjelasan, saya tidak dapat menemukan istilah lain untuk ini.

Suatu hari Percy datang di depan pintu dalam keadaan sangat gelisah. Rowena putrinya telah mencoba bunuh diri dan berada di ruang gawat darurat suatu rumah sakit lokal sesudah memakan obat melebihi dosis.
Hidupnya seperti telur di ujung tanduk. Percy memberitahu saya, putrinya bisa meninggal kapan saja. Ia meminta saya pergi bersamanya ke rumah sakit.

Karena sesuatu alasan yang kini tidak lagi saya ingat, saya tidak bisa pergi saat itu juga, tetapi saya janji akan pergi
secepat saya bisa. Percy mengendarai mobilnya kembali ke rumah sakit; dan seperempat jam kemudian saya menyusulnya dengan mobil saya sendiri. Jarak tempuh sekitar dua puluh menit.
Pada saat tiba di unit gawat darurat, saya ditunjukkan ranjang di mana badan Rowena terbujur, pucat. Ia dikelilingi oleh para
tenaga medis yang tampak cemas sambil memberitahu saya bahwa kondisinya genting dan mereka tidak bisa memastikan apakah ia akan hidup atau tidak. Saya raih tangannya ke dalam genggaman saya dan mulai bicara kepadanya, mengatakan kepadanya bahwa hidupnya tidak dimaksudkan untuk berakhir seperti itu, dan bahwa ada banyak hal di depan yang dimaksudkan untuk ia lihat, lakukan, dan alami. “Rowena,” ucap saya, “ dalam nama Yesus, kembalilah kepada kami. Dalam nama Yesus–buka matamu.” Dan. itu ia lakukan.

Selama lima belas menit lagi saya tetap di sisi ranjangnya dan memegangi tangannya dan bicara kepadanya serta mendoakan dia, sampai salah seorang dokter berkata bahwa kini aman untuk saya meninggalkannya. “Ia telah melewati masa kritis,” ujar dokter. “Ia akan baik kini.”

Saya meninggalkan ruang perawatan dan bertemu Percy dan memberitahunya bahwa ia tidak perlu cemas, bahwa saya telah bersama Rowena tiga-per-empat jam, bicara dengannya dan berdoa untuknya, dan saya telah diyakinkan oleh dokter bahwa kini Rowena akan baik. Ia menatap dengan aneh ke saya, jadi saya mengulang lagi kata-kata penguatan saya sebelum pergi. Beberapa hari kemudian ia datang menemui saya.

“Anda boleh heran,” ucapnya, “tentang tatapan aneh saya ke Anda di rumah sakit. Sebabnya ialah ketika saya meninggalkan rumah pastori sambil mengemudi dengan kecepatan gila-gilaan ke rumah sakit, kemudian bergegas ke ruang gawat darurat untuk menunggu Anda–hanya untuk mendapatkan bahwa semuanya telah membaik dan bahwa Anda telah di sana bersama Rowena selama tiga-per-empat jam!”

Percy dan saya saling menatap kosong. Kebangkitan Rowena sendiri telah cukup mengejutkan, tetapi faktor penciutan waktu dalam situasi itu, yang telah mengizinkan saya tiba persis ketika saya dibutuhkan, sepenuhnya melampaui pengertian kami.

Sampai kini saya masih tidak mengerti hal itu.

(Canon Revd. Roy Lawrence, Praktik Penyembuhan Kristen, psl. 12 B)

Be the first to comment

Leave a Reply