Berespons yang Kreatif

Karl Menninger suatu kali berkata, “Sikap lebih penting daripada
fakta.” Yang ia maksudkan ialah kita menjadi susah atau bahagia tidak
karena apa yang sesungguhnya terjadi tetapi karena sikap kita. Kita
tidak dapat mengendali apa yang terjadi pada kita, tetapi kita dapat
mengendalikan sikap dan respons kita.
Dengan sikap yang tepat, apa pun yang dialami dapat menjadi berkat.
Tetapi bagaimana kita dapat merespons dengan tepat? Kita perlu
mengizinkan sudut pandang Allah untuk menyaring penafsiran kita
tentang situasi yang ada. Kita butuh sudut pandang-Nya yang berdaulat
dan kekal tentang segala sesuatu.
Yusuf adalah contoh bagus tentang ini, karena ia tidak menyesali
saudara-saudaranya yang telah menjual dia ke perbudakan. Bahkan,
sebaliknya ia mengampuni dan memberkati mereka. Ini hanya mungkin
karena Yusuf menafsirkan dan merespons keadaannya dengan sudut pandang
Allah.
Kebersyukuran memampukan kita merespons secara kreatif, sebab ia
memberikan kita sudut pandang Allah. Tanpa sudut pandang Allah, kita
tidak dapat bersyukur dalam segala perkara. Memercayai bahwa rencana
Allah yang berdaulat tercermin dalam semua keadaan dan memilih untuk
merespons secara positif adalah sikap kebersyukuran. Dengan jenis
sikap itu, kita memiliki kuasa untuk merespons secara kreatif, tidak
peduli apa yang terjadi.
Dalam The Courage to Create (Keberanian untuk Mencipta), Rollo May
berkata, “Kebebasan manusia mencakup kapasitas kita untuk berhenti di
antara rangsangan dan respons, dan dalam berhenti itu, untuk kita
memilih satu respons yang menuju hal yang kepadanya kita ingin
melemparkan beban kita.” Meskipun situasi yang dihadapi merangsang
respons, kita dapat berhenti sebelum bertindak. Saat berhenti itu
mencipta ruang untuk memilih. Penulis Korea Shinyoung Cho menyebut
ruang itu “bantal.”
Seorang yang tidak dewasa bereaksi kepada insiden ketika ada stimulus
apa saja. Orang itu mungkin bertindak secara emosional dan impulsif,
dalam keadaan mudah jengkel dan menyalahkan orang lain. Di pihak lain,
seorang yang dewasa dapat berhenti untuk berpikir dan menafsirkan
situasi itu dari sudut pandang Allah, kemudian memiliki kesanggupan
untuk merespons secara kreatif, dengan kebersyukuran.
Semua kita memiliki kesanggupan untuk berhenti antara stimulus dan
respons dan membuat keputusan bijak, tetapi yang dibutuhkan dalam saat
berhenti itu adalah tanggungjawab. Kita tidak bertanggungjawab untuk
segala sesuatu yang terjadi pada kita, tetapi kita bertanggungjawab
atas bagaimana kita memilih untuk menafsirkan dan merespons sebagai
seorang pribadi yang dewasa.
Ada banyak hal yang tidak diinginkan yang tidak dapat kita cegah
terjadinya pada kita sepanjang perjalanan kehidupan. Ketika kita
merespons dengan sudut pandang alkitabiah dan sanggup mengucapkan
terima kasih dalam segala perkara, mata rohani kita dicelikkan. Ini
merupakan respons kreatif yang mengizinkan kita menemukan harta karun
yang kerap tersembunyi dalam kegelapan. Apabila kita mengucapkan
terima kasih, terang itu bersinar, mengizinkan kita melihat hak-hal
baru dan besar.
Kebersyukuran menyanggupkan kita melihat berkat-berkat paradoksal yang
tersembunyi bahkan di dalam keadaan paling sukar. Ini menolong kita
untuk bertahan lebih baik dan merespons kepada masalah secara kreatif.
Kita dapat mengalami pertumbuhan ajaib yang dapat ditemukan hanya
dalam kehidupan yang melalui kesukaran.
Marilah kita memilih kebersyukuran semasa saat berhenti antara
rangsangan dan respons. Dan mari kita merespons situasi sukar secara
kreatif, dengan kebersyukuran. Lalu kita dapat mengalami tangan Allah,
yang mengubah kedukaan kita menjadi kesukaan.

Be the first to comment

Leave a Reply