Belajar Kekudusan dari Makanan

Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus. Itulah hukum tentang binatang berkaki empat, burung-burung dan segala makhluk hidup yang bergerak di dalam air dan segala makhluk yang mengeriap di atas bumi, yakni untuk membedakan antara yang najis dengan yang tahir, antara binatang yang boleh dimakan dengan binatang yang tidak boleh dimakan.” – Imamat 11:44-47

Seluruh pasal Imamat 11 yang terdiri dari 47 ayat ini perlu dibaca secara keseluruhan. Berhubung panjang tidak dimuat seluruhnya di sini, hanya ayat-ayat yang menyatakan alasan Tuhan melarang umat makan berbagai makanan tertentu, yang dikutip di atas.

Terus terang ada banyak pertanyaan yang mungkin muncul tentang larangan memakan berbagai binatang darat, air, udara, serangga ini. Tetapi ada baiknya kita buat dulu penggolongan dari berbagai larangan ini.

1) Binatang menyusui yang dilarang ialah yang cara makannya (tidak memamah biak) atau keadaan kukunya (tidak berbelah) dianggap Tuhan najis dan karena itu tidak boleh dimakan oleh umat-Nya. Antara lain disebut yang najis itu adalah unta, pelanduk, kelinci, babi hutan. Bangkainya pun tidak boleh tersentuh. (11:1-8)

2) Dari binatang yang hidup dalam air – semua yang tidak bersisik atau bersirip dianggap najis dan tidak boleh dimakan. (11:9-12)

3) Dari binatang yang terbang di udara, ada 19 jenis binatang atau burung yang dianggap najis dan tidak boleh dimakan termasuk kelelawar. (11:10-19)

4) Dari binatang yang merayap, bersayap dan berjalan dengan empat kaki kecuali belalang, semua dianggap najis dan umat tidak boleh memakan atau menyentuhnya. (11:20-23)

5) Daftar tambahan dari binatang-binatang najis dan bagaimana umat harus bertindak untuk menyucikan diri bila menyentuh bangkai binatang itu. (11:24-28)

6) Beberapa binatang pengeret (tikus), landak, bengkarung dan reptil lainnya juga dianggap najis oleh Tuhan. (11:29-30)

7) Penjelasan tentang bagaimana saja proses yang dianggap menajiskan dari binatang yang mati. (11:31-40)

8) Semua binatang merayap, mengeriap dan semacamnya dianggap najis oleh Tuhan (11:41-43)

Dalam konteks hari ini sebagian besar orang Tionghoa merayakan Imlek (12-02-2021 — Xin Nien Kuai Le ) sebagian dari larangan di atas menimbulkan pertanyaan atau malah penolakan. Mengapa celeng / babi dianggap najis. Mungkin malah bukan hanya suku Tionghoa yang pemakan segala, suku Batak, Manado, Dayak, Papua, Maluku, Toraja, Timor, dan banyak lagi lainnya pun terkenal pemakan biawak, kelelawar, tikus, dst. Jadi pertanyaannya adalah, Mengapa Tuhan menganggap binatang-binatang itu najis? Apa alasan sebenarnya dari Tuhan memberikan larangan sedemikian “njelimet” dan membatasi selera kuliner manusia?

Jawaban langsung terdapat di nas yang dikutip di atas: Tuhan Allah ingin mengajar tentang apa yang kudus dan apa yang najis melalui mengatur soal bahan makanan umat. Pertanyaannya ialah apakah benar binatang-binatang itu najis? Bukankah ketika Tuhan Allah mencipta bumi dengan segala isinya, Ia sendiri mengatakan semua itu baik adanya!? Jika demikian berarti tidak ada dari binatang-binatang najis itu yang dicipta sebagai binatang najis dalam dirinya, bukan? Juga ketika Tuhan Allah menyelamatkan Nuh dan binatang-binatang, bukankah semua binatang diselamatkan berpasangan supaya dapat berkembang biak lanjut? Jadi mengapa kini ada binatang tertentu yang dianggap najis?

Jawaban utamanya adalah alasan konteks religius zaman itu. Bangsa-bangsa bukan umat Tuhan zaman itu melakukan berbagai praktik penyembahan dan mungkin juga mencakup kebiasaan makan binatang-binatang tersebut. Maka dengan larangan ini Tuhan memberikan garis batas pembeda antara mana umat-Nya yang mencerminkan kekudusan-Nya dan mana yang bukan umat-Nya dan karena itu najis. Kita ingat bahwa kata kudus berarti juga beda, tidak sama, terpisah dari yang bukan sesuai Tuhan supaya diuntukkan bagi Tuhan. Jadi apa yang kita makan dan bagaimana kita memperlakukan makhluk lain dalam ciptaan Allah juga harus memperlihatkan kemilikan Tuhan atas kita.

Jawaban lain adalah alasan kesehatan. Peringatan tentang bangkai rasanya tidak perlu penjelasan lagi. Demikian juga beberapa binatang yang dilarang memang jelas menjadi agen pembawa bakteri dan virus – seperti yang kini diduga kuat bahwa pandemi covid-19 dimulai dari pasar makanan binatang aneh termasuk kelelawar di RRT.

Kembali ke soal binatang pada konteks penciptaan dan air bah Nuh, bisa jadi beberapa binatang memang mengalami proses perusakan secara genetika sampai menjadi bahaya dan najis dalam dirinya. Di sini kita diingatkan tentang dampak kejatuhan Adam-Hawa ke dalam dosa yang juga merusak alam dan dunia binatang.

Dengan kata lain, baik alasannya religius, kesehatan maupun kemunduran akibat dosa, maksud Tuhan adalah baik: mengajar umat-Nya tentang kekudusan. Kekudusan dari membedakan mana baik mana tidak baik, mana sehat mana bisa menyebabkan penyakit, mana layak mana tidak layak, kekudusan dengan jalan pengendalian selera makan, dst. Meski dalam Perjanjian Baru ada petunjuk bahwa tidak ada yang haram dalam dirinya dan segala sesuatu dikuduskan dalam doa (1 Timotius 4:3-5) tetap saja kita harus memetik prinsip penting dari aturan ini bahwa kekudusan harus tampak juga di dalam perilaku makan kita.

DOA: Berikanlah kami bijaksana pikiran dan kendali perut dan mulut, ya Tuhan, supaya kami boleh menjaga kekudusan sebagai umat-Mu. Demi Yesus Kristus, Amin.

 

Dukung pelayanan literasi Yayasan Simpul Berkat | E-mail: simpulberkat@gmail.com |
Bank BCA – No. Rekening: 0953882377 – a.n. Philip H. S

Be the first to comment

Leave a Reply