Anugerah Pengasingan

Kebersyukuran itu ajaib dan menakjubkan. Yang ajaib dari kebersyukuran ialah bahwa sebagian orang dapat berterima kasih dalam keadaan yang muskil — mengucap syukur di tengah pengasingan.

Pengasingan adalah keadaan ketika orang dikurung. Yusuf didesak masuk ke dalam lubang oleh saudara-saudaranya sendiri, yang menyebabkan sebelas tahun pengasingan di rumah Potifar, diikuti oleh dua tahun lagi dalam penjara. Yusuf diasingkan sepenuhnya dari dunia luar selama banyak tahun. Tetapi dengan penuh anugerah Allah mengubah hari-hari pengasingan Yusuf menjadi hari-hari yang diberkati. Perkenan Allah menyebabkan tahun-tahun itu tidak sia-sia. Sebaliknya, Yusuf bermimpi impian-impian dan dipersiapkan untuk masa depannya, meraih pengetahuan yang perlu untuk menjadi pemimpin politik.

Ketika Allah menyiapkan seseorang untuk kepemimpinan, Ia sering mengizinkan orang itu mengalami pengasingan. Pengasingan sepi dan sedih, membiarkan kita merasa dibuang dan disalahmengerti. Dikelilingi oleh para musuh dan penentang, pengkhianatan dan penghancuran. Lebih buruk lagi, kita kerap merasa dilupakan.

Musa mengalami pengasingan selama empat puluh tahun di padang gurun. Daud juga diasingkan di padang gurun, di gua Adulam di Palestina, yang dalam pengakuannya di Mazmur ia berada di dalam “lobang kebinasaan.” Nabi Yeremia dikurung dan dipenjarakan berulang kali, bahkan dibiarkan agar mati dalam rawa lumpur. Rasul Paulus diasingkan selama tiga tahun di padang gurun Arab, dan lama dipenjara di Roma semasa puncak kehidupannya. Ini semua adalah musim kehidupan yang pedih, tetapi Allah tidak menyia-nyiakan kepedihan ini. Hari-hari itu menjadi berharga karena kebersyukuran. Surat-surat kiriman Paulus dari penjara dipenuhi dengan kebersyukuran, ketika ia menyerukan, “Bersukacitalah senantiasa… ucaplah syukur dalam segala keadaan” (1 Tesalonika 5:16, 18). Kebersyukuran mengandung kuasa ajaib, menyanggupkan kita untuk merasa tidak terlalu peduli dimana kita berada sambil menyadari kedaulatan dan kehendak Allah.

Rahasia dari kehidupan berkemenangan terletak dalam menemukan rasa cukup dimana kita ada. Ibu Teresa berkata, “cintailah lebih lagi tempat dimana Anda ada.” Yusuf berkecukupan di mana pun ia ada. Ia melayani di sana, dan belajar di sana, dan bersiap untuk masa depannya di sana. Bukan berarti Yusuf tidak mengalami penderitaan, tetapi ia mengenal rasa cukup karena kepercayaannya akan Tuhan, yang ada bersama dia.

Ketika kita mengalami kebersyukuran semasa periode pengasingan, masa pengasingan dapat menjadi masa berkat. Pada musim dingin, pohon-pohon menghentikan semua kegiatan di permukaan. Meski gundul, pada musim dingin pohon mempertahankan akar-akarnya. Ia menyimpan energi untuk bersemi ketika musim semi datang. Sama halnya dengan umat Allah. Kadang kita butuh menghentikan kegiatan luar kita dan mengalami masa diasingkan. Hanya saat itulah kita dapat merawat dunia batiniah kita, untuk merenung dan tumbuh makin dalam. Banyak orang mengalami pertumbuhan pendalaman itu semasa pengasingan mereka. John Bunyan menulis The Pilgrim’s Progress (Perjalanan Sang Musafir) di dalam penjara. Nelson Mandela menciptakan persatuan besar dan memghidupi kehidupan yang mengherankan dalam penjara berat selama dua puluh tujuh tahun. Ketika Hudson Taylor jatuh sakit dan hidup selama lima tahun seperti pembiara, ia memulai China Inland Mission.

Kita dapat bersyukur karena anugerah pengasingan yang Allah karuniakan, mengampuni dan memberkati mereka yang mengasingkan kita. Dalam saat Allah yang sempurna, Ia akan melepaskan kita dari lubang yang tak terkatakan itu. Tetapi bahkan ketika ada di dalam kesukaran, hendaknya kita mencintai tempat-tempat di mana kita ditanamkan. Mari kita melayani di mana kita ada dan mengasihi mereka yang kita jumpai. Meski orang mungkin melupakan kita, Allah tidak pernah melupakan kita.

(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas Kebersyukuran psl. 4)

Be the first to comment

Leave a Reply