Salah satu anugerah Allah adalah anugerah ketahanan. Ada hubungan sangat dekat antara ketahanan dan kebersyukuran, sebab kekuatan untuk menanggung penderitaan datang dari kebersyukuran. Ayub menerima anugerah kebersyukuran. Ia menanggung kesukaran sangat berat yang dapat ditanggung seseorang dengan kehilangan anak-anak, kekayaan dan kesehatannya, menderita kritik dan cela dari mereka yang dekat dengan dia. Dan kediaman Allah di tengah penderitaan itu melipatgandakan kepedihannya. Tetapi Ayub menanggung itu. Meski Allah tetap diam, ia tahu bahwa Allah bersama dia dan Ayub bertahan dengan setia.

Kerap kita menghadapi kesukaran yang tidak dapat kita tanggung sendiri dan butuh kesabaran untuk bertahan. Seperti menelusuri terowongan yang panjang, kita tidak punya pilihan kecuali bersabar sampai kita mencapai akhirnya. Panjang ketahanan menentukan panjang kegunaannya. Pohon yang tahan peralihan musim akan menjadi berguna. Sebagai seorang tukang kayu yang andal, Tsunekazu Nishioka tahu benar tentang hal ini. Keluarganya telah merawat Hōryū-ji, kuil Buddhis dan salah satu bangunan kayu tertua di dunia, dengan usia lebih dari 1,400 tahun. Nishioka menegaskan bahwa “supaya sebuah bangunan dapat bertahan seribu tahun, orang harus menggunakan kayu yang telah berusia lebih dari seribu tahun.” Lamanya ketahanan menentukan lamanya kegunaan.

Supaya dapat benar-benar bertahan, kita butuh kuasa penerimaan. Tidak ada seorang pun yang menyukai penderitaan. Namun demikian, jika entah bagaimana penderitaan itu kita sambut, lalu itu dapat menjadi harta berharga. Kita dapat belajar tentang pentingnya ketahanan dari tiram. Penyusup masuk ke dalam cangkang dan mengiritasinya. Kerang itu itu merangkul si penyusup dan menghasilkan zat mutiara, yaitu bahan yang kuat dan tahan, yang melapisi penyusup itu lapis demi lapis, menghasilkan butir mutiara. Maka, ketahanan tiram itu menghasilkan mutiara.

Kebersyukuran adalah hal yang dapat mengubah penderitaan kita menjadi berkat. Penderitaan mengundang kepedihan, tetapi jika kita bersahabat dengan penderitaan dan menganggapnya kesempatan untuk belajar, mereka kehilangan dayanya dalam kehidupan kita dan dapat mengakibatkan sesuatu yang indah. Apabila kita mengucap syukur, kita menjadi lebih sanggup menerima keadaan kita, bahkan penderitaan dan kepedihan kita. Banyak mukjizat dalam Alkitab terjadi pada mereka yang merangkul masalah mereka dan membawanya kepada Allah. Menyangkali penderitaan berarti kehilangan kesempatan mengalami mukjizat Allah dalam kehidupan kita.

Yesus merangkul banyak kesukaran, bersimpati dengan mereka yang membawa masalah mereka kepada Dia. Ia memiliki belas kasihan pada orang yang terluka, kerap mengkonfrontasi rintangan mereka sebagai kesempatan. Dan Yesus menaikkan doa ucapan syukur di tengah kesukaran. Kebersyukuran semacam ini mengizinkan kita merangkul masalah kita dan membuat ruang untuk mukjizat Allah.

Kekuatan ketahanan menentukan kedalam keindahan. Ketika keramik telah menahan dapur api, mereka keluar dalam keadaan yang indah. Dan semakin tinggi suhu perapian, semakin indah bejana yang dihasilkan. Tetapi hanya bejana yang telah melalui api yang memiliki warna dan bentuk yang tahan selewat perjalanan waktu.

Ketahanan terkait dekat dengan kegunaan, sebab para tokoh alkitabiah yang dipakai oleh tangan Allah telah menanggung kesukaran. Mereka bertahan dalam liang, penjara, gurun pasir, gua, dapur perapian dan kandang singa. Tetapi mereka adalah orang-orang dengan kebersyukuran yang telah menerima dan menyukai anugerah Allah untuk bertahan dan dipakai oleh Dia.

Ketika kita menghadapi kesukaran dan penderitaan yang tak terelakkan dalam kehidupan, kita dapat bersyukur untuk situasi kita dan menanggungnya dengan iman, sambil memercayai bahwa akan ada waktunya untuk kita dipakai Allah dalam cara yang dahsyat. Menanggung dengan bertekun mengizinkan kita mensyukuri anugerah Allah, dan ketahanan akan menyanggupkan kita untuk melayani kerajaan-Nya dengan lebih baik.

(Joshua Choonmin Kang, Spiritualitas kebersyukuran, psl. 2)