Manisnya Firman

Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku,
lebih dari pada madu bagi mulutku.

M A Z M U R 1 1 9 :10 3

Menghafal, pertama terasa sulit tetapi selewat waktu akan menjadi lebih mudah. Mereka yang bertekun akan mengalami sensasi yang aneh. Raja Daud mengalami itu: “Mulutku kungangakan dan megap-megap, sebab aku mendambakan perintah-perintah-Mu” (Mazmur 119:131). Jelas bahwa kerinduannya telah menjadi kebiasaan.

Kita semua pernah melihat mulut bayi yang dengan dahaga merindukan susu ibunya, atau bayi burung mencicit untuk mendapatkan makanan dari ibunya. Ingatan tentang makan malam yang sedap cukup untuk membangkitkan selera makan.

Seseorang yang telah mencicipi Firman sekali saja akan mengalami kerinduan sepanjang hidupnya. Daud sampai mengenang rasa manis di gigi, seperti dikatakan dalam Mazmur 119: “Betapa manisnya janji-janjiMu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu di mulutku!” (ay. 103).

Titah TUHAN itu tepat,
menyukakan hati;

perintah TUHAN itu murni,
membuat mata bercahaya.

Takut akan TUHAN itu suci,
tetap ada untuk selamanya;

hukum-hukum TUHAN itu benar,
adil semuanya. (Mazmur 109:103)

Demikian juga yang saya alami, tetapi di awalnya tidak begitu. Berusaha menghafal Firman itu sukar. Jika ada yang saya rasakan, itu sesungguhnya pahit. Namun demikian, dengan berusaha terus, saya mulai merasakan manisnya Firman. Dunia kebenaran yang sepenuhnya baru, membuka. Saya mengalami kesukaan dan kebahagiaan terberkati yang tadinya tidak saya kenal.

Rasa bosan dalam kehidupan rohani saya mulai surut. Sebagai ganti muncul kesan kesadaran. Saya kedapatan merenungkan Firman Allah atau mendengarkan rekaman khotbah. Saya merasa firman Allah yang saya terima bagaimana pun bentuknya belum cukup. Sebelum saya menyadarinya, saya bersukacita bersama Daud di dalam salah satu mazmurnya yang mengumpamakan firman dengan madu: “Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh” (Mazmur 119:130).

Mungkin menikmati Firman dengan cara itu merupakan cita rasa yang didapat melalui proses. Sebagian orang lebih suka sup yang dimasak perlahan-lahan dalam kuali; yang lain puas dengan sup instan yang dimasak di panci atau dipanaskan dalam microwave. Saya lebih menyukai yang pertama; itu mengingatkan saya tentang amugerah yang kita terima ketika merenungkan firman-firman Allah, mengunyahnya, mengaduk-aduk di kuali perlahan-lahan, seakan itu bagian inti dari pesta rohani. Yang jelas, Raja Daud telah mengaduk-aduk kuali yang sama, “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu, Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!” (Mazmur 34:9).

Apabila penghafalan Alkitab telah terbentuk sebagai kebiasaan, kita mendengar pewartaan Firman menjadi lebih jelas. Penghafalan Alkitab meningkatkan pengetahuan kita; itu merangsang interes kita; itu membangun kehausan kita akan pengertian yang lebih dalam. Orang yang duduk di sebelah kita dan tidak dapat mengingat nas Alkitab demi hidup yang nyaman mendengar khotbah yang berbeda.

Kadang, kita sangat tersentuh oleh rujukan Alkitab dalam khotbah. Kita pernah mendengarnya sebelum itu dan mungkin telah menarik beberapa kesimpulan tentang isinya. Tetapi dalam terang beberapa nas Alkitab tertentu yang telah kita hafalkan, nas tersebut menjadi hidup.

Tentu saja kita punya Roh Kudus yang patut kita syukuri atas pengalaman itu. Ia memberikan keyakinan ke hati kita dengan menerapkan arti nas itu ke situasi khusus kita.

Doa saya ialah kita dapat menemukan kesukaan dalam menikmati berbagai manfaat ini, sambil kita berlama-lama dengan Alkitab sambil menyimpan ayat-ayatnya ke ingatan kita. (Joshua Choonmin Kang, Alkitab dalam Hati, psl, 2)

Be the first to comment

Leave a Reply