Sidang Paulus (2)- Apologetika

dailytheology.org
Dan karena ia tahu, bahwa sebagian dari mereka itu termasuk golongan orang Saduki dan sebagian termasuk golongan orang Farisi, ia berseru dalam Mahkamah Agama itu, katanya: “Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati.” Ketika ia berkata demikian, timbullah perpecahan antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki dan terbagi-bagilah orang banyak itu. Sebab orang-orang Saduki mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan dan tidak ada malaikat atau roh, tetapi orang-orang Farisi mengakui kedua-duanya. Maka terjadilah keributan besar. Beberapa ahli Taurat dari golongan Farisi tampil ke depan dan membantah dengan keras, katanya: “Kami sama sekali tidak menemukan sesuatu yang salah pada orang ini! Barangkali ada roh atau malaikat yang telah berbicara kepadanya.” Maka terjadilah perpecahan besar, sehingga kepala pasukan takut, kalau-kalau mereka akan mengoyak-ngoyak Paulus. Karena itu ia memerintahkan pasukan untuk turun ke bawah dan mengambil Paulus dari tengah-tengah mereka dan membawanya ke markas. — Kisah Para Rasul 23:6-10
Paulus pernah cukup dekat dan tahu cukup jelas bahwa secara teologis Sanhedrin itu sebenarnya tidak sehaluan. atau lebih tepatnya berbeda fondasi keyakinan tentang beberapa hal vital. Memakai ungkapan masa kini, boleh dikatakan bahwa Farisi itu tradisionalis-konservatif sedangkan Saduki itu liberal ataumodernis. Paulus yang memiliki kesan dan kearfian rohani yang tajam menimbang bahwa pidato pembelaannya tidak mendapatkan penerimaan yang baik, maka ia memutuskan untuk mengangkat keyakinan akan kebangkitan orang mati dan dirinya sebagai Farisi supaya petugas keamanan Romawi melihat sendiri bahwa sebenarnya ia tidak melakukan kejahatan, dan bahwa di antara para penuduhnya itu sendiri ternyata banyak yang mendukung keyakinannya.
Salah satu karunia rohani genting dan penting yang kita perlukan adalah karunia kearifan — discernment  — kesanggupan untuk menilai, menimbang, membedakan. Paulus bukan saja tahu kapan kepada orang Yahudi ia Yahudi, kepada bukan Yahudi ia seperti bukan Yahudi. Ia tahu kapan harus menegaskan ke-Roma-annya dan kini kapan harus menyatakan ke-Farisi-annya. Ia tahu bagaimana bicara kepada para filsuf dan pujangga Yunani, dan bagaimana bicara kepada yang berakar dalam Taurat. Semua itu ia lakukan bukan sebagai membunglon melainkan mengupayakan komunikasi bagi pembelaan dan pengukuhan kebenaran Injil Yesus Kristus.
Ada kebutuhan mendalam semakin nyata kini di era pasca-kebenaran, pascamodern, bukan saja untuk mengkomunikasikan kebenaran dengan jelas, relevan dan penuh keyakinan, juga kebutuhan untuk ber-apologetika yang arif dalam pertolongan Roh. Yaitu, bagaimana membantu orang yang meragukan atau bahkan menentang iman Kristen untuk menyacari betapa rapuhnya fondasi dan akar-akar keyakinannya sendiri. Kiranya gereja-gereja kita peka dan sanggup memberikan pelatihan apologetika supaya para warga gereja tidak terombang-ambing, tidak kompromi di tengah berbagai angina pendapat di beragam media sosial masa kini, tetapi juga sanggup berkontribusi destruktif-konstruktif sekaligus. Merobohkan yang palsu dan menegakkan yang asli.
Mari memberkati sesama melalui pelayanan literasi Yay. Simpul Berkat. Kirim dukungan Anda ke: BCA 0953882377

Be the first to comment

Leave a Reply