Natal Sejati?

Natal — begitu meriah, gemerlap, menyedot limpah energi, dana, kreasi; melibatkan banyak bagian gerejawi — sekolah minggu, remaja, pemuda, kaum bapa, kaum ibu, kaum manula, kaum lajang, persekutuan kantor, komunitas lingkungan, dlsb.
Pernahkah ditanyakan: Sungguh sesuaikah natal-natal kita kini dengan arti, maksud, suasana, Natal asalinya? Alkitabiahkah natal-natal gerejawi kita? Serasikah dengan yang sejatinya dialami oleh Ia yang lahir itu sendiri? Menyukakan hati Allahkah natal-natal kita?
Jangan kaget — dari empat injil yang mencatat kisah kehidupan dan karya Yesus Kristus, hanya dua yang mencatat tentang kelahiran Yesus, yaitu Matius dan Lukas. Itu pun sesungguhnya tidak sedramatis, sekaya, seindah yang dilukiskan di panggung-panggung natal kita kini. Matius hanya mencatat 8 ayat itu pun menyangkut pergumulan Yusuf dan bukan pengisahan tentang peristiwa kelahiran Yesus. Lukas hanya memberi tujuh ayat yang menceritakan peristiwa kelahiran itu meski sebagiannya memaparkan latarbelakang sampai Yusuf dan Maria harus ke Betlehem. Selebihnya baik Matius maupun Lukas lebih menyingkapkan berbagai latar dan lingkup teologis, politis, profetis, sosial lebih luas daripada hanya berfokus pada kelahiran Yesus. Sementara Markus dan Yohanes sama sekali tidak menceritakan natal pertama, langsung ke medan tempur kerajaan merebut dunia ini (Markus) dari kedalaman rencana dan hati kekal Allah (Yohanes). Lebih mengejutkan lagi seluruh Perjanjian Baru tidak menyinggung adanya peringatan natal, dan lebih berfokus pada makna sengsara dan kemenangan Yesus di minggu-minggu Paskah bagi keseluruhan perjalanan kehidupan iman umat-Nya.
Jadi natal sesungguhnya tidak tepat jika hanya dirayakan tetapi tidak ditangkap dan dipraktikkan arti, semangat, maksud dan suasananya semula, sambil diletakkan dalam seluruh rencana besar penyelamatan oleh Allah atas manusia. Natal itu adalah bukti kesetiaan Allah pada janji-janji nubuatan-Nya sejak tentang benih perempuan yang akan menghancurkan kepala si ular dan seterusnya yang disimbolkan dalam upacara-upacara korban oleh para imam, dan dicanangkan oleh para nabi. Natal adalah bukti kasih sayang, pencarian, pengorbanan Allah untuk manusia yang menjauhi Dia bahkan berontak melawan Dia. Natal adalah tindakan dahsyat bagaimana sang sumber segala sesuatu menjadi papa, turun ke derajat, kondisi terendah melebihi kehinaan dan kerendahan manapun yang manusia mungkin alami (lihat Filipi 2). Natal adalah anugerah mencari mereka baik yang tidak mencari maupun yang mencari Dia, yang dekat maupun yang jauh, yang terpinggir maupun yang merasa pemilik. Natal tidak boleh dilepaskan dari hakikat amanat agung Yesus Kristus — pergi bukan kumpul-kumpul, beritakan bukan nonton dan asyik-asyik sendiri, bertobat dari kesombongan, kepuasan diri sendiri, ritual dan aktivitas rohani yang diberhalakan,.
Jadi, penghayatan dan pemaknaan natal-natal kita sesuaikah dengan arti natal pertama itu? Cara kita bernatal serasikah dengan fakta Pribadi Natal itu mengalami natal-Nya? Semangat kita bernatal senafaskah dengan tujuan dan energi ketika Allah memberi diri-Nya, hidup-Nya, kemuliaan-Nya demi mewujudkan Natal pertama?
Mari memberkati sesama di banyak daerah melalui pelayanan literasi Yay. Simpul Berkat. Kirim dukungan Anda ke: BCA 0953882377

Be the first to comment

Leave a Reply