Sidang Paulus (1)

dailytheology.org

Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: “Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah.” Tetapi Imam Besar Ananias menyuruh orang-orang yang berdiri dekat Paulus menampar mulut Paulus. Membalas itu Paulus berkata kepadanya: “Allah akan menampar engkau, hai tembok yang dikapur putih-putih! Engkau duduk di sini untuk menghakimi aku menurut hukum Taurat, namun engkau melanggar hukum Taurat oleh perintahmu untuk menampar aku.” Dan orang-orang yang hadir di situ berkata: “Engkau mengejek Imam Besar Allah?” Jawab Paulus: “Hai saudara-saudara, aku tidak tahu, bahwa ia adalah Imam Besar. Memang ada tertulis: Janganlah engkau berkata jahat tentang seorang pemimpin bangsamu!” — Kisah Para Rasul 23:1-5

Beberapa poin penting dapat kita renungkan dari ucapan Paulus di hadapan Sanhedrin itu:
1. Ia memakai sebutan saudara-saudaraku — menegaskan kesetaraan dan bahwa ia bukan penjahat.
2. Ia memastikan bahwa sejak dulu sampai saat itu ia selalu hidup dalam hati nurani yang murni, yaitu yang tidak bertentangan dengan prinsip moral yang ia ketahui dari hokum Allah dalam Taurat.
3. Hati nurani penting dipelihara dalam kesesuaian dengan Alkitab dan dalam penguatan serta penajaman Roh Kudus. Dalam kasus Paulus sebelum kenal Yesus, hati nuraninya murni meski menganiaya orang percaya sebab keluar dari keyakinan untuk menjaga kemurnian agamawi yang sejauh itu ia kenal dan belum diterangi tentang kebenaran bahwa Yesus adalah Mesias. Maka meski penting, hati nurani harus selalu diakarkan ke dalam Firman dan ditopang oleh Roh.
4. Sikap, sapaan “saudara” yang Paulus pakai dan klaim berhati nurani bersih membuat Ananias memerintahkan orang menampar Paulus. Dalam rentang waktu sejak masa sengsara Yesus dan pemeriksaan Paulus ini telah terjadi banyak seluk beluk perpolitikan Yudaisme dan Bait dengan Romawi. Tepat saat itu, Bait mengalami kevakuman sebab imam besarnya dibunuh oleh gerombolan yang dikerahkan penguasa Romawi, maka Ananias yang pernah menjadi imam besar, saat itu sebenarnya bukan secara resmi imam besar.
5. Respons Paulus bahwa Ananias adalah kubur berkapur putih — persis ucapan Yesus juga terhadap orang Farisi dsn ahli Taurat yang munafik, karena luarnya saleh tetapi dalamnya kemaruk harta, dan bahwa Tuhan akan menampar Ananias — yang kemudian terpenuhi dalam peristiwa ia dibantai oleh gerombolan perampok; ini sebenarnya bukan sekadar kemarahan tetapi pemaparan realitas dan ucapan penghakiman yang profetis.
6. Ketika ditegur Paulus menyebut ia tidak tahu Ananias imam besar. Banyak tafsiran muncul di sini. 1) penglihatan Paulus buruk sampai tidak dapat mengenali. 2) Ananias tidak mengenakan pakaian dan ornament imam besar atau tidak duduk di posisi imam besar mengingat memang posisi itu sedang vakum, 3) Paulus menyindir atau menyatakan secara ironis bahwa ia tidak mengakui imam besar itu sebab Yesus adalah Imam Besar sejati, dan sebab Ananias munafik.

Intinya dari bagian pembukaan siding pemeriksaan Paulus ini kita melihat janji Yesus digenapi, Yaitu, ketika pengikut-Nya sampai diadili di hadapan mahkamah agama, Roh Allah akan menyertai dan memberikan kata-kata pemaparan kebenaran secara berkuasa, berhikmat dan tak terbantahkan.

Be the first to comment

Leave a Reply