Perspektif Kristen (6)

Berikut adalah kelanjutan dari seri refleksi tentang Perspektif Kristen tentang Bencana dan Wabah

Kedua, ada beberapa pertanyaan introspeksi untuk pribadi, keluarga dan komunitas Kristen mengapa fungsi menjadi rekan sekerja Allah dalam karya penyelamatan tidak beroperasi seharusnya. Pertama, menyangkut doktrin. Berbagai doktrin yang kita pegang perlu dikaji ulang apakah sungguh alkitabiah, apakah tidak menjadi ekses atau ekstrim, apakah memperkuat atau memperlemah praktik misi?

Antara lain doktrin predestinasi. Predestinasi dalam Alkitab selalu diiringi dengan doktrin panggilan. Predestinasi adalah prakarsa Allah dalam kedaulatan kasih dan hikmat kekal-Nya, itu diikuti oleh panggilan yang dikerjakan-Nya melalui kesaksian hidup dan pewartaan para rekan sekerja Allah, para sahabat Kristus, yaitu semua orang percaya. Kita tidak boleh memegang predestinasi sampai mengabaikan keharusan panggilan dalam kesaksian dan penginjilan. Demikian juga predestinasi tidak meniadakan tanggungjawab manusia untuk merespons Injil. Doktrin predestinasi yang menyebabkan kita beranggapan bahwa yang telah ditetapkan Allah untuk selamat pasti akan selamat baik melalui adanya pewartaan Injil atau pun tidak adalah tidak alkitabiah dan tidak menghargai kehormatan yang Tuhan Yesus percayakan kepada para pengikut-Nya untuk menjadi para pekerjaan Kerajaan. Demikian juga doa-doa misi yang hanya meminta supaya Tuhan bekerja tetapi sendirinya tidak bergerak adalah mubasir.

Lalu, berbagai doktrin dalam ordo salutis – tatanan keselamatan – seperti kelahiran baru, iman dan pertobatan, pembenaran, pengampunan, pengangkatan menjadi anak Allah, pematian dosa-penghidupan kekudusan perlu dihidupi dalam bingkai yang tepat tentang beberapa pokok penting: 1) apakah tatanan itu linear atau sirkular, statis atau dinamis, 2) bagaimana tentang karya Allah dan respons iman manusia, dan 3) cakupan proses masa lampau, kini dan kelak. 1) kecenderungan lazimnya tatanan keselamatan dipahami sebagai pengalaman linear – predestinasi, panggilan, kelahiran baru, iman-tobat, pengampunan, pembenaran, pengudusan dan ujungnya nanti dalam pemuliaan. Penelitian akan nas-nas Perjanjian Baru menunjukkan bahwa urutan itu tidak selalu demikian, bisa juga terjadi tumpang tindih cakupan, dan yang menjadi pusat yaitu “bersatu dalam Kristus” sering justru dilewati. Gambaran yang lebih mendekati fakta nas-nas Perjanjian Baru yang beragam adalah lingkar-lingkar konsentris dengan Yesus Kristus di titik fokusnya dan beragam aspek keselamatan itu mengitarinya.

Dengan gambaran ini kita memiliki pemahaman yang dinamis yang bila dikaitkan dengan isu hubungan karya Allah dan respons manusia seharusnya memberi porsi berarti pada keduanya dan dalam hubungan yang tepat yaitu karya Allah membangkitkan dan mengikutsertakan respons manusia. Ordo salutis juga menyingkapkan progres keselamatan dari segi waktu – ada yang telah (Allah kerjakan dan manusia merespons serta mengalami) – ada yang sedang, dan – ada yang masih akan terjadi. Tinjauan ulang tiga segi ini tentang ordo salutis menghasilkan penghayatan keselamatan, penginjilan, pelayanan yang tidak statis-pasif melainkan dinamis-aktif.

Pertanyaan introspeksi kedua, menyangkut tradisi atau kebiasaan berbagai kehidupan gerejawi dihayati dan dilaksanakan. Bersyukur aspek positif-konstruktif momen pandemi ini boleh dipakai Tuhan untuk menyaring dan memurnikan yang mana dari kegiatan gerejawi kita yang sungguh esensial dan melekat dengan tri-sifat gereja – marturia, koinonia, dan diakonia. Marturia (kesaksian) itu sepenuhnya ke luar, koinonia (persekutuan) sepenuhnya ke kalangan dalam, diakonia (pelayanan sosial) tumpang tindih memberi perhatian baik pada pelayanan kebutuhan keluarga Allah sendiri maupun pada kebutuhan lingkungan sekitar lebih luas. Apabila dalam kajian jujur dan tajam kedapatan ada kegiatan gerejawi yang tidak sepenuhnya menampung tiga tugas gerejawi itu, bukankah saatnya gereja memangkas, merampingkan diri demi supaya dapat menjadi agen Kerajaan yang lebih gesit dan sigap?

Masih menyangkut tradisi adalah peribadatan kita. Dari tradisi Reformasi kita mewarisi peribadatan yang lebih menekankan pentingnya pikiran – ini terlihat dari penataan ruang ibadah dan toga rohaniwan yang mirip suasana perkuliahan, anggapan bahwa puncak ibadah adalah khotbah, dan suasana pujian penyembahan yang sarat lirik yang teologis. Apabila sungguh kita meyakini bahwa manusia seutuhnya – pikiran, perasaan, imajinasi, memori, intuisi, kemauan, hubungan, karya, dst. – adalah citra Allah, maka peribadatan kita tidak boleh hanya melibatkan pikiran tanpa melibatkan aspek-aspek kemanusiaan lainnya. Juga peribadatan tidak boleh berhenti pada kenikmatan mengalami firman atau hadirat Allah, harusnya penyembahan terhubung dengan sifat dan tujuan misioner gereja. Penyembahan yang tidak menghasilkan karya kasih dalam penginjilan dan perbuatan sosial, ekonomi, politik, ekologis sesungguhnya adalah penyembahan yang tidak dimaksud dan dikenan Tuhan. Masih mengenai penyembahan, perlunya gereja menggumuli bagaimana supaya penataan, isi dan suasana ibadah kita sanggup berkomunikasi secara mengena dengan kebudayaan sekitar dimana gereja berada. Bagaimana supaya semua yang berlangsung dalam peribadatn gerejawi melibatkan ke dalam, terlihat dan bermakna ke luar juga.

Terakhir dari pertanyaan introspeksi ini ialah tentang perlunya memiliki penghayatan yang tidak membenturkan atau mempersaingkan antara kesaksian dalam kata nyata dan kesaksian dalam karya nyata. Keduanya harus dilihat dalam bingkai Mandat Budaya – karya nyata, kesaksian dan karya hidup, dan Amanat Agung – kesaksian kata tentang Injil Yesus Kristus. Seringnya yang menekankan misi dalam artian penginjilan mengabaikan misi dalam artian perbuatan Kerajaan dalam aspek-aspek realitas yang holistik dan komprehensif, sebaliknya yang mementingkan karya misi holistik melupakan kesaksian kata tentang / untuk Injil Yesus Kristus. Juga kita sering gagap dan gugup bagaimana kedua panggilan Kristen itu boleh kita jalani – silih gantikah, salah satu sajakah, bersandingankah, bersaingankah? Mestinya kedua panggilan itu dapat berjalan serasi apabila kehidupan kita semakin dipenuhi Roh kreatif dari Tuhan Yesus.

Kesimpulan sejauh ini, supaya momen pandemi ini boleh menjadi kairos indah Tuhan untuk kemajuan misi yang holistik, individu, keluarga dan komunitas gereja kita perlu beresonansi setia dengan nada-nada indah yang ingin Tuhan Allah mainkan di kekinian. (Bersambung)

Mari memberkati sesama melalui pelayanan literasi Yay. Simpul Berkat. Kirim dukungan/persembahan kasih Anda ke: BCA 0953882377

Be the first to comment

Leave a Reply